"Saat saya melihatnya lebih dekat, saya mengetahui jika dia menangis. Hampir. Dia jatuh ke sungai saat itu jika saya tidak menariknya. Saya bertanya. Kenapa dia melakukan itu. Bukankah bunuh diri itu berdosa. Jessica memeluk saya saat itu. Dia bilang, orangtuanya tidak menyayanginya lagi. Orangtuanya selalu bertengkar dan tidak pernah memperhatikannya lagi. Apakah Om dan Tante bisa merasakan menjadi Jessica saat itu. Dia baru berusia 10 tahun, tetapi sudah menanggung beban seberat itu. Gadis kecil berusia 10 tahun yang hampir bunuh diri. Om dan Tante tau? Setelahnya, Jessica selalu menangis, rapuh. Tak seperti gadis lain yang ceria. Apakah Om dan Tante tau jika Jessica menangis setiap malam? Menangisi orang tuanya." Jelas Prilly.

Rena dan Sanjaya termenung. Mereka beralih menatap Jessica. Lalu berhamburan memeluk putri mereka itu. Prilly tersenyum tipis melihat itu.

"Maafin Papa, Nak." Ucap Sanjaya sembari terisak.

Lelaki paruh baya itu tak menyangka jika kelakuan dirinya dan istrinya membuat Jessica cukup depresi.

"Maafkan Mama juga Jess. Kami janji, kami gak akan bertengkar lagi." Ucap Rena melepas pelukannya pada Jessica. Jessica tersenyum dalam tangisnya.

***

"Diminum, jangan sungkan." Ucap Rena meletakkan nampan berisi beberapa gelas jus jeruk.

Shiren, Prilly, Louis, dan Pedro mengangguk dan tersenyum. Rena ikut tersenyum lalu duduk bersama mereka.

"Terimakasih ya sudah dateng kesini. Dan untuk Prilly, tante berterima kasih banyak atas penjelasannya. Tante benar-benar menyesal selama ini." Ucap Rena tulus. Prilly tersenyum tipis.

"Gak masalah Tante. Semua demi kebaikan Jessica dan keluarganya." Ucap Prilly.

"Tante, Jessica kemana ya?" tanya Shiren. Semenjak tadi ia tak melihat Jessica.

"Ada ditaman belakang sama Papa nya." Jawab Rena.

"Tante gak ikut?"

Rena menggeleng menjawab pertanyaan Shiren.

"Tante disini aja, mau kenal dengan teman-temannya Jessica sekaligus cerita tentang Jessica yang Tante tidak tau." Ucap Rena. Semuanya mengangguk paham.

***

Hari sudah gelap, waktu menunjukkan pukul 19.15 WIB. Prilly dan kawan-kawannya keluar dari rumah Jessica sambil menggunakan jaket mereka.

"Hati-hati. Thanks ya buat kalian." Ucap Jessica tersenyum kepada teman-temannya.

Mereka mengangguk lalu menaiki motornya masing-masing. Saat ingin mengenakan helm. Tiba-tiba Prilly terkesiap dan membanting helmnya ke motor. Membuat semuanya kaget.

"Loe kenapa, Prill?" tanya Shiren kaget.

Prilly dengan cepat menyingkap jaketnya dan melihat jam tangan cokelat yang melingkar manis ditangan putihnya. 19.16 WIB.

"Astaga! Kenapa gue bisa lupa coba?!" Seru Prilly kalang-kabut.

"Kenapa?" tanya Jessica yang ikut panik.

"Gue lupa kalo gue ditantang sama cowok tengil itu jam 7. Kalian pulang duluan deh, gue mau ke Red Line Street dulu." Ucap Prilly panik.

Bagaimanapun juga, ia tak mau dianggap pecundang oleh siapapun.

"Kita ikut, Prill." Ucap Louis dan diangguki yang lain.

"Gue juga ikut. Gue ambil jaket sama kunci motor bentar."

Jessica berlari masuk ke dalam rumah lalu kembali dengan memakai jaketnya. Mereka menjalankan motornya masing-masing dengan kecepatan tinggi.

***

Waktu menunjukkan 19.26 WIB saat Prilly dan kawan-kawannya tiba di Red Line Street. Sungguh luar biasa mereka sampai disana dalam waktu 10 menit. Jika dalam waktu normal, mereka membutuhkan waktu 26 menit untuk sampai.

Rupanya ditempat itu sudah sangat ramai. Prilly dan yang lain mengenal sebagian orang karena mereka adalah teman-teman mereka. Tapi sebagian lagi mereka tidak mengenalinya. Banyak motor sport dan mobil sport terparkir disana.

"Baru sampe loe? Ternyata loe orang yang gak tepat waktu ya." Sindir Ali saat Prilly sudah ada didepannya.

"Gue ada urusan. Dan urusan itu lebih penting dari pada loe." Ucap Prilly ketus.

Terdengar kekehan samar dari sebagian orang disana yang adalah teman-teman Prilly. Mereka berucap dalam hati. Loe gak akan bisa berdebat sama Prilly.

"Udahlah. Sekarang mulai aja." Ucap Ali berusaha menghilangkan rasa malunya karena skakmath dari Prilly.

Ali dengan mobil sportnya dan Prilly dengan motor sportnya sudah siap dibelakang garis merah yang tercetak dijalan aspal itu. Jessica menepuk pundak Prilly lembut memberikan semangat.

"One... Two... Three... Goooo!"

Dua kendaraan yang berbeda itu melesat dengan cepat dengan mobil Ali yang memimpin.

Jessica harap-harap cemas memandang Prilly. Tanpa sengaja, dia memundurkan langkahnya dan tak sengaja menabrak seseorang yang berdiri dibelakangnya.

Tubuh gadis itu terhuyung kebelakang, namun dengan sigap orang yang ia tabrak menangkap tubuhnya.

"Eh.. Loe gak papa?" tanya Kevin kaget saat tubuh Jessica hampir terjatuh.

Jessica mendadak menjadi gugup. Dengan kikuk dia berdiri tegak dan mengangguk. Ia berjalan meninggalkan Kevin yang masih menatapnya.

"Aneh." Gumang Kevin.

Sedangkan didalam balapan. Prilly yang sedang memimpin. Namun Prilly tiba-tiba merasakan kepalanya begitu sakit dan berat. Dia mengurangi kecepatannya dan membuat Ali yang memimpin.

"Kenapa kepala gue sakit gini," gumang Prilly dalam hati sembari meringis.

Prilly menggelengkan kepalanya lalu menyadari jika dia tertinggal jauh oleh Ali. Dia kembali mengegas motornya. Gadis itu tidak ingin kalah.

"Kenapa cewek datar itu? Gak mungkin dia ngurangin kecepatan secara drastis gitu tanpa ada alasan. Apa jangan-jangan...," Ali bergumang dalam hati.

Namun dengan cepat ia memukul-mukul kepalanya.

"Ya Ampun Ali! Ngapain coba loe mikirin tuh cewek, gak penting!" Seru Ali kesal pada diringan sendiri.

Tiba-tiba Ali terkaget saat melihat motor sport Prilly menyalip mobilnya. Ia menganga. Cepat bukan main.

Kini mereka berdua sudah hampir sampai digaris finish. Riuh suara teriakan dan tepuk tangan menggema disana.

Wussss

Citttttt....

Prilly. Gadis itu sampai terlebih dahulu dari Ali. Riuh tepuk tangan sangat ramai disana. Ali memukul stirnya kasar.

"Loe keren Prill." Ucap Pedro datang menghampiri Prilly bersama yang lain.

Prilly membuka helmnya dan tersenyum tipis kearah teman-temannya.

"Prill, Muka loe pucet. Loe sakit?" Jessica berucap panik.

Bagaimana tidak. Tadi, saat mereka memulai balapan, Prilly baik-baik saja. Tetapi mengapa sekarang sahabatnya itu begitu pucat pasi. Dan Prilly seperti menahan sesuatu.

"Kita ke dokter sekarang ya. Gue gak mau terjadi apa-apa sama loe." Ucap Louis khawatir.

"Gue gak papa kok. Kita pulang sekarang aja ya. Gue Cuma capek aja." Ucap Prilly meyakinkan.

"Tapi Prill-" ucapan Jessica terpotong.

"Udah, ayo buruan pulang." Ucap Prilly lalu kembali menggunakan helmnya.

Teman-temannya hanya bisa pasrah mengikuti keinginan Prilly. Mereka menginggalkan tempat itu dengan kecepatan tinggi.

___

About ✔Where stories live. Discover now