1

46.9K 2K 12
                                    

Pagi itu cuaca tampak cerah, sinar matahari sudah bersiap menyinari seluruh dunia. Menyambut hari dengan penuh senyum. Begitu juga dengan seorang anak laki-laki yang berumur empat tahun sedang tersenyum dengan ceria. Wajah anak laki-laki itu sangat imut. Mata nya berwarna coklat dengan alis yang terbilang sempurna, hidung nya mancung, bibirnya merah. Rambutnya sedikit gondrong.

"Sayang, hari ini kan hari pertama Maliq sekolah, jadi Maliq jangan nakal yah sayang." Kata seorang perempuan muda yang kira-kira berumuran sekitar dua puluhan tersenyum kepada anak kecil yang ternyata bernama Maliq itu. Maliq mengangguk mengerti.

"Nda, hali ini mau temenin aiq kan?" Katanya cadel.

Perempuan itu tersenyum.
"Iya dong sayang, Bunda akan nungguin Maliq sampai Maliq pulang. Maliq kan sekarang sudah TK nol besar." Maliq meloncat-loncat gembira.

"Setelusnya yah Bunda." Katanya dengan mata berbinar -binar.

Bunda menggeleng pelan.
"Ya nggak dong sayang. Bundakan harus kerja. Nanti kalau Bunda nggak kerja, Maliq nya nggak bisa sekolah. Kan katanya Maliq mau jadi dokter." Wajah Maliq pun berubah menjadi sedih.

"Telus aiq cama capa Nda?" Perempuan itu langsung memeluk anak semata wayangnya.

"Sama Mamanya Marsha, kan hari ini Marsha juga sudah sekolah seperti Maliq."

"Cama Malca? Holee! Mau Nda. Abis Malca baik cama Aiq." Katanya senang.

"Yaudah sekarang berangkat yuk, udah siang nih."

Perempuan itu menggandeng tangan Maliq menuju halte bus, tak berapa lama bus yang ditunggu pun datang dan mereka berdua segera naik.

"PAK SUPIRRRR! TUNGGU!!!" Teriak seorang perempuan berpakain kantor resmi.

Ia berlari-lari dengan sepatu hak tingginya bak Selena Gomes. Bus yang mulai berjalan itu pun langsung mengerem mendadak. Seorang kernet yang bergelantungan di pintu bus pun langsung berteriak.

"Ayo mbak, cepet naik." Katanya kemudian.

Perempuan itu langsung bergegas naik. Nafasnya sedikit terengah-engah. Setelah bisa mengontrol kembali nafasnya, ia mulai mencari kursi penumpang yang kosong. Namun sepertinya tak ada satupun kursi yang kosong sampai seseorang menepuk pundaknya. Perempuan itu menengok kearah sih empunya tangan. Seorang cowok berseragam SMA tersenyum padanya.

"Silahkan Mbak, saya sudah mau sampai sebentar lagi." Cowok itu menawari tempat duduk yang ia pakai tadi.

"Thanks." Balas Perempuan itu tersenyum ramah lalu duduk. Cowok itu tersenyum.

Tak berapa lama kemudian, perempuan itu sampai di sebuah gedung perkantoran yang sangat megah dan mewah. Sebelum masuk, ia merapikan dirinya terlebih dahulu.

"Maaf mbak ada yang bisa saya bantu?" Tanya seorang Resepsionis itu ramah.

Perempuan itu membaca sekilas papan nama didepannya 'Wulan Audina'.

"Saya mau ketemu dengan Pak Dimas, apa beliau ada mbak?" Perempuan itu balik bertanya.

"Oh mbak yang namanya Prilly Latuconsina bukan?" Perempuan yang namanya disebut itu
mengangguk.

"Benar Mbak saya Prilly. Bisa saya bertemu dengan Pak Dimas?"

"Bisa mbak, kebetulan mbak sudah ditunggu Pak Dimas. Ruangannya di lantai 21 yah mbak. Dari lift belok sebelah kiri." Wulan memberitahu.

"Iya Mbak. Terimakasih." Kata Prilly lalu menuju lift yang tidak jauh dari tempatnya berada.

Ia memencet lantai 21.

Ting.

Prilly langsung keluar dari lift tersebut dan mulai mencari ruangan direktur marketing. Setelah ketemu, ia pun mengetuk pelan pintu tersebut.

Tok...tok...tok...

"Masuk!" Perintah sebuah suara dari dalam.

Prilly segera membuka pintu tersebut dan masuk.

"Hai Prilly! Ayo silahkan duduk." Perintah Dimas dengan senyum yang menawan.

"Terimakasih Dimas." Prilly pun duduk di kursi didepan meja Dimas.

"Aku sudah membaca CV kamu, aku akan menjadikan kamu sekretarisku. Ruangan kamu pas
di depan ruanganku. Untuk pekerjaan, kamu pasti sudah taukan? Mencatat semua jadwal kerjaku, membuat laporan dan menerima telpon masuk. Tapi khusus untuk hari ini kamu boleh langsung pulang, besok saja kerjanya." Dimas menjelaskan.

Prilly mengernyitkan dahinya.
"Boleh pulang?" Tanya Prilly bingung.

Dimas tersenyum geli melihat ekspresi Prilly.

"Kata Repika hari ini Maliq masuk TK yah? Jadi kamu lebih baik nemenin dia dulu, kasian kalo hari pertama nggak ada yang nemenin Maliq. Soal kerja, itu gampang"

"Iyanih, kalau gitu thanks yah Dim. Lo dan Repika memang sahabat terbaik gue. Kalo gitu gue pamit dulu." Kata Prilly lalu keluar dari ruangan tersebut.

Dimas hanya tersenyum memandang teman kecil nya dulu itu. Tak menyangka mereka berdua akan bertemu kembali. Dulu ia selalu menganggap
Prilly adik kecil yang sangat ia sayang, sampai sekarang pun Dimas masih menganggap Prilly sebagai adiknya.

Vote dan Coment yah! Hihi.

Crazy DirectorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang