"Kau banyak berubah, Kate." Kate menghindari tatapan adiknya.

"Kita tidak sedang membicarakan diriku, kita sedang membicarakan rencana kita. Aku ragu rencana kita berhasil." Katanya mencari-cari alasan.

"Justru itu. Kau tidak akan menaklukan hati Rochester jika kau tetap bersikap seperti wanita tua."

Kate memandang adiknya kesal lewat pantulan cermin. "Terimakasih sudah mengingatkanku."

Rosalyn menghela napas dramatis. "Ya ampun, berhentilah bersikap seakan-akan kau wanita uzur. Kau masih muda. Astaga usiamu baru dua puluh satu tahun." Memang itu benar, Kate hanya lelah selalu menjadi bahan kritikan ibunya. Beda dengannya, adiknya itu entah bagaimana selalu membuat ibunya senang. Kate nyaris tidak bisa lagi menemukan kalimat pujian yang belum ibunya gunakan untuk memuji dan membandingkan dirinya dengan Rosalyn.

"Memangnya kau tidak lelah berpura-pura menjadi orang yang bukan dirimu. Berhentilah menyenangkan orang lain. Kau butuh bersantai. Jangan katakan kau tidak masalah dengan hal itu. ." sergahnya, menghentikan apa pun yang ingin diucapkan Kate.

Gadis di hadapannya meneruskan, "Aku adalah orang yang paling mengenalmu di dunia ini. Kau hanya terlalu memusingkan pendapat orang lain,"

"Bukankah seperti itu dunia kita bekerja." Ujarnya tidak setuju.

"Tidak selalu. Jangan biarkan pandangan orang lain mengungkung kebebasanmu."

Ia menarik napas panjang, memutar tubuh menghadap adiknya, "Jadi apa yang ingin kau katakan padaku Rosalyn?"

"Jika kau ingin membuat Rochester jatuh cinta, kau harus menjadi dirimu yang sesungguhnya, tidak. . berhenti menyangkal. ."

Kali ini Kate tidak berhenti seperti yang dikatakan Rosalyn, "Mudah kau mengatakannya, Rosalyn. Kau selalu mudah bergaul dan membuat orang lain senang."

"Kau juga bisa melakukannya jika kau mau. Kau punya selera humor yang cerdas dan aku sangat menikmatinya."

Kate berdiri menghampiri ranjang kemudian duduk di atasnya. "Sudahlah. Aku tidak ingin berdebat masalah ini! Yang harus kita bicarakan adalah rencana kita."

"Kau benar-benar keras kepala. Sekarang coba dengarkan aku Kate. Apa kau tidak merasa bosan menjalani hidupmu seperti ini? Memangnya kau tidak merindukan dirimu yang dulu yang tidak pernah peduli dengan pandangan orang lain."

Hati Kate terusik, ia mulai mempertanyakan ungkapan adiknya yang terdengar masuk akal. Jika mau jujur ia sendiri kesal dengan semuanya. Sikap ibunya yang selalu menganggap semua tindakan Kate salah, orang-orang yang selalu melihatnya kasian, menganggapnya gadis yang malang gara-gara Simon, terlebih ia kesal pada dirinya sendiri yang tak bisa berbuat apa-apa.

"Yah terkadang aku memikirkannya." Ia tidak memungkirinya.

"Benarkan. Nah sekaranglah waktunya Kate. Berpuas-puaslah, tunjukkan dirimu yang sebenarnya, bersenang-senanglah sedikit, bersenang-senang itu bukanlah dosa. Jika kau menikah nanti, percayalah padaku kau tidak akan bisa melakukannya."

Masuk akal. Terkadang Rosalyn bisa bersikap masuk akal. Kenapa tidak, pikirnya sekali lagi. Benar kata adiknya, ia tak akan bisa bersenang-senang setelah menikah, yang ada ia akan mati bosan menjadi istri santun yang pekerjaannya mengurusi rumah tangga. Lagipula ia tidak muda lagi, kalaupun jika kemungkinan terburuknya Simon benar-benar tak menginginkannya, setidaknya ia tidak akan menyesali keputusannya. Setidaknya sekali seumur hidup Kate ingin benar-benar merasakan seperti apa itu tantangan. Ia tidak harus menjadi lady Katherine yang sempurna. Ia tidak membutuhkan predikat membosankan itu.

Kate menatap adiknya, api semangat berkobar di kedua matanya. Rosalyn, gadis itu menyengir tahu usahanya tidak sia-sia.

"Kau benar Rosalyn. Aku akan bersenang-senang. Aku akan menjadi..yah aku. Masa bodoh dengan semuanya." Katanya penuh tekad.

The Temptation of a ScoundrelWhere stories live. Discover now