Chap 2

23.3K 2.3K 52
                                    

[HR] The Temptation of a Scoundrel ‐ Chapter 2

Kereta kuda Simon meluncur di sepanjang jalan St James, ia baru saja kembali setelah bermain kartu dan bertemu kawan-kawan lamanya. Berita kepulangannya ternyata sudah menyebar hingga pelosok kota ini. Mereka sama sekali tidak terkejut ketika dirinya muncul di ambang pintu White, salah satu klub paling eksklusif di London. Simon menatap ke jalanan luar yang remang-remang, derap kaki kuda mewarnai keheningan malam yang sunyi. Tak banyak kereta kuda yang lewat pada jam seperti ini. Ia menggeser posisi duduknya mengangkat kaki ke tempat duduk di hadapannya, sambil melakukan hal yang hampir tidak pernah dilakukan. Dalam kereta gelap itu ia merenung.

Besok ia akan mengunjungi kediaman Earl of Malborough. Simon sama sekali tidak antusias, ia telah mengulur waktu sebisa mungkin memberi kesempatan pada keluarga gadis itu untuk membatalkan pertunangan mereka. Dengan sengaja ia memperpanjang petualangannya menjelajah Eropa dengan harapan keluarga gadis itu lelah menunggunya. Rupanya Earl of Malborough lebih sabar daripada yang dipikirkan Simon. Ia mungkin telah melakukan hal yang keji menelantarkan gadis itu tanpa ada kejelasan, sejujurnya Simon sama sekali tidak tertarik menikahinya. Bahkan ia tak mengingat jelas bagaimana rupa putri sulung Earl of Malborough. Ingatan samar tentangnya hanya berupa gadis cilik yang membuatnya kesal. Sekarang ia tidak mempunyai pilihan lain selain menikahi gadis itu. Satu bulan lagi perjanjian pertunangan mereka akan berakhir, Simon tidak bisa begitu saja menghancurkan reputasi tunangannya, melemparkannya begitu saja ke mangkuk gosip dan dilahap habis oleh para penggosip. Boleh saja ia dicap pria tak bermoral, tetap baginya akan menjadi perbuatan pengecut jika ia menghancurkan reputasi anak sahabat ayahnya.

Simon memang dikenal bajingan London ketika ia masih muda. Parasnya yang tampan dan kekayaan yang berlimpah, membuatnya mudah menaklukan hati para wanita. Bukan sekedar gadis baik-baik, malam Simon tak pernah sepi, ranjangnya tak pernah dingin, Simon tak pernah kekurangan teman tidur. Janda-janda kesepian sangat bersedia menghangatkan tempat tidurnya, dan itu tetap berlanjut meski ia meninggalkan Inggris sekalipun. Selalu ada sederet wanita yang siap menghiburnya kemanapun ia pergi.

Sial bagi Simon, ia memiliki ayah yang konservatif. Sang Earl terdahulu lebih memilih menjodohkan putranya dengan putri sahabatnya yang sama sekali tidak menarik. Perjodohan seperti vonis hukuman mati untuk pria itu. Awan gelap menaunginya, bayangan pernikahan selalu menjadi kata mengerikan bagi setiap pemuda. Sekarang Simon hanya berharap calon Countessnya itu berubah menarik, walau rasanya seperti mengharapkan hujan salju di Negara tropis. Sialan, mungkin Simon harus mulai mencari wanita simpanan mulai dari sekarang.

Kereta kuda Simon berhenti di depan pintu kediamannya, ia melangkah keluar ketika pintu kereta dibuka oleh pelayan. Ia langsung naik menuju kamarnya. Begitu sampai di ruangan pribadi, pria itu melepas jas bepergian, menolak dibantu oleh Nick dan menyuruh pelayan pribadinya itu untuk meninggalkannya. Simon melepas cravat dan melemparkannya ke kursi di dekat perapian, mengendurkan kerah kemejanya. Ia melangkah sambil menggulung lengan kemeja, mendekati baskom berisi air dingin, dan memercikkan air itu ke wajah. Dinginnya air sama sekali tidak membantu pikiran Simon menjadi lebih jernih.

***

"Rosalyn, kau yakin rencana ini akan berhasil?" tanya Kate pada Rosalyn yang tengah duduk bersandar dengan santai sembari menyelonjorkan kaki. Jika ibu mereka melihat pemandangan ini adiknya pasti akan mati. Ibunya sangat kaku jika menyangkut etiket bangsawan. Telinga Kate berdenging sakit saat ibunya memulai ceramah bahwa seharusnya seorang Lady tidak boleh begini, tidak boleh begitu.

"Sangat yakin. Tunggu sampai dia lihat kau memakai gaun itu. Aku bertaruh seluruh perhiasanku dia akan terpesona."

"Lady tidak bertaruh."

Rosalyn mendengus, "Lama kelamaan kau terdengar seperti ibu."

"Aku tidak tanya pendapatmu." Kilahnya.

The Temptation of a ScoundrelOù les histoires vivent. Découvrez maintenant