Sigh, Again

5.6K 928 3
                                    

Yerim menghembuskan napas lega begitu melihat sebuah buku tebal di salah satu rak buku perpustakaan sekolah. Tangan kanannya menempelkan ponsel di telinga kanan, sedangkan tangan kirinya memegang kertas kecil berisi catatan.

"Huft," desahnya. "Akhirnya aku menemukan buku yang kau maksud," katanya pada ponselnya.

Ia tersenyum setelah mendengar respon si penelepon. "Tidak perlu berterimakasih seperti itu padaku, Shin Mirae. Cepat saja sembuh, jadi aku tidak perlu sendirian lagi di sekolah,"

Yerim berjalan mendekati buku yang Mirae pinta. Ia berkata lagi pada sahabatnya yang tengah demam sehingga tidak bisa masuk sekolah itu, kini terdengar lebih seperti gerutu. "Kemarin aku bertemu dengannya. Ia benar-benar menyebalkan. Aku hanya bersyukur ia tidak membahas soal ulahku padanya karena mabuk waktu itu. Aigo, kau tahu betapa malunya aku? Aku tidak tahu harus menaruh wajahku ini dimana!"

Gadis itu berjinjit, berusaha meraih buku yang diletakkan di bagian rak yang cukup tinggi. Ponsel masih tertempel di telinganya, ia tampak tidak mau menghentikan pembicaraannya. "Ah, shiro! Aku tidak mau ia jadi tergila-gila padaku sepopuler apa pun dia di sekolah!" serunya.

Yerim mendecakkan lidah begitu menyadari bahwa buku itu terlalu tinggi untuknya. Namun ia masih bersikeras meraihnya, dan tentu saja tanpa berniat meletakkan sejenak ponselnya. Senyum kecil terulas di bibir tipisnya setelah ia berhasil menyentuh bagian ujung buku itu. Namun sedetik kemudian, matanya terbelalak begitu menyadari bahwa buku itu tak berhasil ia pegang dengan benar, terjatuh dan akan menimpa kepalanya.

Spontan Yerim menutup mata dan berusaha melindungi kepalanya dengan kedua lengannya. Keadaan itu bertahan selama beberapa detik hingga ia merasa aneh. Buku yang jatuh itu tak kunjung mendarat di kepalanya.

"Kau bisa meminta seseorang untuk mengambilkannya untukmu jika kau tidak bisa. Dan lagi, kau harusnya menghentikan teleponmu itu dulu," komentarnya.

Yerim mengenal suara itu. Entah mengapa akhir-akhir ini suara itu terdengar tidak asing di telinganya. Yerim membuka kelopak matanya perlahan. Di dalam hatinya ia berharap pemilik suara itu bukanlah seseorang yang ia kira.

Namun kehendak Tuhan berbeda. Yerim menghela napas setelah mendapati si pemilik suara adalah orang yang memang ia pikirkan. Ia melihat laki-laki itu kini tengah berdiri di hadapannya sambil memegang buku yang tadi hampir menimpa kepalanya. Sudut kanan bibirnya terangkat, menciptakan senyum yang benar-benar menyebalkan di mata Yerim.

"Kemarikan buku itu, Sunbae!" kata Yerim ketus tanpa mengindahkan kata-kata lelaki itu.

Laki-laki itu menggeleng-gelengkan kepala. "Tidakkah seharusnya kau berterima kasih dulu?" tanyanya.

"Untuk apa? Untuk terus menggangguku?" Yerim balik bertanya dengan dingin.

"Ya! Aku baru saja menyelamatkan kepalamu dari buku tebal ini!" sahut si lelaki sambil menunjukkan buku yang ia bawa.

Yerim mendecakkan lidah. Dengan cepat ia menjulurkan tangannya dan berusaha merebut buku itu dari tangan si lelaki. Namun tetap saja, secepat apa pun ia, tetap saja kalah dari si lelaki. Sebelum Yerim berhasil meraihnya, si lelaki sudah menghindar dan menjauhkan buku itu.

"Kau juga belum berterima kasih karena aku telah mengantarmu pulang saat kau mabuk waktu itu," katanya.

Yerim memutar bola matanya. Ia tahu kemana pembicaraan ini akan berakhir. "Aish¸aku tidak menyangka kau begini pamrih, Sehun sunbae!" protesnya.

"Kau yang tidak tahu terima kasih, dasar pendek," balas Sehun.

Yerim terbelalak. Ia benar-benar benci disebut 'pendek' –walau kenyataannya ia memang bertubuh pendek. Ditambah lagi, orang yang mengatakannya adalah laki-laki yang benar-benar ia tidak sukai. Aigo, Yerim bisa merasakan panas tubuhnya meningkat hingga ke ubun-ubun saat itu.

"Terserahlah,"

***

under spellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang