Part 18

5.6K 112 6
                                    

Hai.. Hai.. Akhirnya saya menampakkan diri saya lagi, setelah sekian lama bersemedi sambil minum coklat panas. Eh itu bisa dikatakan semedi gak sih?? hahaha..

Sudah.. sudah.. tidak perlu lama-lama saya ingin langsung capcus ke cerita..

oh ya sebelumnya saya minta maaf, kalau banyak typo karena saya mengetikkannya di handphone..

Di laptop aja banyak typo apalagi di handphone #plak

###

Aku bersiap-siap keluar dari apartemen, ketika bel pintu berbunyi dengan kencang dan cepat menandakan siapapun yang memencetnya itu tidak sabaran. Walau aku tahu siapa orang memencet seperti itu. Pasti dia calon tunangan nyebelinku. Dan tepat seperti dugaanku, karena ketika aku membuka pintu terlihat wajahnya dihiasi senyuman menawannya yang juga sempat memikatku.

Tanpa mengatakan halo atau hai atau segala sapaan lainnya, ia melenggangkan kakinya ke dalam apartemenku. Pasti dia langsung ke pantry-ku dan memakan sarapan yang ada di meja makanku. Beruntungnya pria itu, karena aku terlupa kalau aku sedang marah dengannya sehingga aku membuat dua porsi sarapan.

Kalian pasti bertanya-tanya kenapa setelah kemarin aku sudah bersuka hati menerima pernyataannya, aku marah lagi padanya. Hei, hei, siapa yang tidak marah kalau selama seminggu ini aku dicuekin lagi sama dia. Oke, aku akuin kalau aku cukup sibuk dengan pekerjaanku merencanakan desain interior untuk apartemen yang akan soft launching minggu depan, mana ditambah dengan beberapa tetek bengek untuk persiapan pertunangan kami yang akan dikerjakan minggu depan juga. Namun dia juga tidak boleh seperti itu. Bayangkan saja, aku ditengah hal-hal yang menuntutku sibuk kesana-kemari dan juga diam di kantor, pria itu berjalan-jalan keliling kota Jakarta bahkan sempat ke Puncak dengan alasan menemani sahabatnya yang ingin mengenal kota Jakarta ini. Aku tidak cemburu dengan Rebecka yang dekat dengannya, beneran deh. Rebecka sudah menjelaskan kalau dia tidak memiliki perasaan lebih kepada Brayden dan hanya menganggapnya sebagai sahabat. Aku kesal dengan dia yang tidak mengacuhkanku!

Saat ini pria itu sedang sibuk mengunyah nasi goreng yang tadi kumasak. Aku yang kesal dengannya hanya meliriknya sekilas dan melanjutkan kegiatanku yang sempat terinterupsi dengan kedatangannya.

Aku memasukkan handphone dan menutup tas, lalu meraihnya dan berjalan menuju pintu apartemenku sambil tidak mempedulikan pria yang meneriakkan kata berhenti.

"Sudah kubilang tunggu," ucapnya ketika langkahku berhasil berhenti karenaa tangannya yang sekarang mengait di lenganku. Aku melemparkan tatapan kesalku padanya.

"Ada apa?"

"Kamu marah padaku?" ucapnya tak menjawab pertanyaanku.

Aku marah padanya? Sudah pasti. Oke kalian boleh bilang aku kekanak-kanakan karena marah padanya hanya karena dia tidak mempedulikan aku. Namun hei, dia mencuekiku seminggu bahkan setelah ia mengatakan jika ia menyukai dan mencintaiku. Oke, kalian boleh mengecamku.

"Kamu marah padaku?" Suara itu kembali bertanya setelah aku mengabaikannya selama beberapa saat. Aku tak ingin menjawabnya, hanya berusaha melepaskan tangannya yang memegang lenganku. Akan tetapi ia malah semakin mengeratkan genggamannya dan dengan sedikit pemaksaan, dia menarikku menuju lift dan membawaku menuju mobilnya.

"Apaan sih Den!" sergahku ketika akuu sudah berada di dalan mobil dan dia duduk di kursi pengemudi.

"Aku ingin menunjukkanmu sesuatu," ucapnya singkat tanpa menjelaskan apa yang dimaksud dengan sesuatu itu dan menjalankan mobilnya keluar dari parkiran apartemen. Aku mengerutkan keningku, menunjukkan sesuatu? Sesuatu apa?

"Menunjukkan apa? Lalu kita tidak ke kantor? Hey, masih banyak pekerjaan yang harus aku kerjakan," kataku ketika melihat Brayden mengarahkan mobilnya berkebalikkan dari jalan menuju gedung kantor tempat kami bekerja.

Pria itu tidak menjawab pertanyaanku, melainkan menyalakan VCDnya, terdengarlah suara merdu Michael Buble menyanyikan It's a beautiful day.

Suara Buble yang mengalun perlahan mengantarkanku menuju mimpi bertemu dengannya. Betapa aku sangat menginginkan hal itu terjadi. Hah, bertemu si tampan Buble dengan suara merdunya dan ia bernyanyi Everything yang ia tujukan untukku. Ah, benar-benar mimpi yang sangat indah. Tapi bukannya Buble sudah menikah ya? Dengan seorang model cantik. Kecantikkanku memang takkan bisa menandingi kecantikkan model itu. By the way saat ini, aku berada dimana ya kenapa aku merasakan goyangan pelan mengombang-ambingkan tubuhku. Dengan perasaan penasaran, aku membuka mataku yang sebenarnya masih ingin menutup di tambah dengan goyangan itu yang sepertinya ingin meninabobokanku.

Hal pertama yang dapat kutangkap adalah cat putih yang menyelimuti sekelilingku. Aku merentangkan tanganku dan disambut dengan kelembutan dari sebuah kasur yang sedang kutempati. Mengapa aku berada di tempat yang sangat asing bagiku.

Aku pun bangkit dari tempat tidurku dan sedikit terhuyung-huyung akibat kondisiku yang sehabis bangun tidur dan juga goncangan pelan.

Setelah pintu tempatku tertidur terbuka, terpaparlah laut yang berwarna biru berpadu dengan warna biru langit. Dari kejauhan nampak pulau-pulau kecil yang cantik. Aku berada di sebuah kapal? Lalu pria yang membawaku mana?

"Kamu sudah bangun rupanya?" Suara berat itu mengalihkan tatapanku dari pemandangan laut kepada sebuah ciptaan Tuhan yang tak kalah indahnya dari apa yang barusan aku lihat.

"Kita mau kemana? Kenapa pakai kapal segala?"

"Ke sebuah tempat. Rasanya lebih baik kamu tidur saja, nanti aku bangunkan kalau sudah sampai."

Aku menggelengkan kepala, tidak menyetujui usulnya. Bagaimana aku bisa melewatkan pemandangan indah yang berada di depan mataku ini.

"Kalau kamu tetap berada disini, kamu bakalan tahu kemana arahnya," ucap Brayden kesal dengan penolakkanku. Yei!! aku berhasil membuatnya kesal.

"Aku menyukai angin laut," jawabku sambil merentangkan tangan menikmati angin yang berhembus kencang menerbangkan rambutku. "Selain itu akan sangat bagus kalau aku tahu kemana arah kapal ini berlayar."

Sekali lagi aku menyapukan pandanganku pada laut yang mendominasi dan beberapa pulau terlihat menghiasinya. Mungkinkah kapal ini ke Kepulauan Seribu?

"Ini ke Kepulauan Seribu kan?" Aku mengarahkan pandanganku kepada wajah tampannya yang terlihat cemberut dengan memonyongkan bibirnya, namun kenapa ia tetap terlihat tampan walau dengan wajah kesalnya?

"Bagaimana dengan pekerjaanku?" tanyaku lagi karena sepertinya pria itu enggan untuk menjawab pertanyaanku yang tadi.

"Aku sudah meminta bantuan Rebecka untuk membantumu mengorganisir semua tanggung jawabmu mengenai soft launching gedung apartemen itu. Toh kamu juga sudah menyelesaikan semua rancangan dan tinggal pengerjaannya saja kan?" tanyanya yang lebih terdengar sebagai pernyataan.

Aku kembali memfokuskan pandanganku pada apa yang terhampar di depanku, mencoba menikmati bagaimana keadaan ini. Brayden pun sepertinya terhanyut dalam pikirannya hingga ia tidak mengucapkan sepatah kata pun.

Begitulah kami hingga kapal ini berhenti di sebuah pulau yang terdiri dari karang. Pulau ini terlihat sepi, dan di tengah-tengahnya terdapat sebuah bangunan bercat putih yang terlihat megah mengukuhkan posisinya dengan tiga pilar yang menancap pada pulau ini. Brayden mengulurkan tangannya membantuku menuruni kapal untuk sampai di pulau karang.

###

Untuk sementara sampai disini dulu ya.. Sebenarnya saya ingin mengetik lebih banyak lagi, namun apa daya tanganku pegal jika mengetik di habdphone.. Oh iya ini tinggal menunggu waktu, karena sepertinya beberapa chapter lagi Me, My Cousin and My Workmate akan sampai di penghujungnya. ahaii, bagus sekali bahasa saya..

Oh iya, saya ingin mengingatkan untuk Vote and comment yaaa.. *mengatupkan tangan, memasang puppy eyes*

me,my cousin and my workmateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang