Bagian Lima Belas: Saka Ati

14.1K 1.3K 714
                                    

Saya percaya, kadang cinta dan budaya itu bisa dibawa mati.

***

Beberapa tahun berlalu setelah itu. Kejayaan Reog milik warok Sumitro mulai redup. Banyak padepokan baru yang lebih bagus dan lebih mengikuti perkembangan zaman. Padepokan Reog milik warok Sumitro sudah saatnya tutup usia. Warok Sumitro tidak memiliki penerus. Beliau bahkan dengan bijak melepaskan padepokan cabang miliknya untuk berdiri sendiri mulai sekarang. Menyesal? Oh, tidak! Justru saat ini beliau bahagia. Sangat bahagia. Sayangnya, usia dan juga kekuatan seseorang tidak pernah berbohong. Akan tiba masa untuk berbalik rapuh dan juga menua. Sudah saatnya beliau melepaskan apa yang dimilikinya, dengan julukan pensiun.

Ada orang yang sangat beliau cintai, yang tidak akan pernah meninggalkan renta miliknya. Orang yang sangat beliau cintai dan juga mencintai beliau dengan begitu tulus itu tetap berada di sampingnya. Tetap memijat bahu beliau sambil bernyanyi. Kali ini remaja itu sudah berubah jadi lelaki berusia tiga puluh tahun. Tidak menikah. Tidak jatuh cinta. Kecuali pada ndoro-nya.

Tatapan tajam yang dulu tampak di mata lelaki tua itu meredup. Tidak ada lagi pandangan khas warok gagah perkasa. Hanya ada tatapan redup, tatapan senjanya. Namun masih ada cinta di sana, mengalun ketika melihat sosok pria usia tiga puluh tahun yang sangat tampan ini.

"Kamu tidak mau menikah, cah bagus?" Warok Sumitro bertanya cepat. Seluruh pegawai dan juga pembantunya sudah bekerja di tempat lain. Hanya Bawon dan istrinya yang masih setia. Bahkan kedua istri warok Sumitro pun sudah menikah dengan orang lain. Membebaskan diri sepenuhnya dari beliau.

"Menikah itu didasari cinta, ndoro."

"Cinta bisa dibangun perlahan, ngger..."

"Tapi cinta saya sudah habis untuk ndoro."

Warok Sumitro menggenggam jemari Aji, mengecupnya sayang. Tangan tua itu bahkan sudah mengelus kedua pipi pria itu. Dulu kosakata untuk bocah menawan berubah menjadi remaja tampan, lalu sekarang... mungkin pria matang. Atau pria dewasa. Warok Sumitro tidak pernah peduli apa sebutannya, yang penting beliau mencintai Aji setulus hati.

"Apa kamu menyesal, sayang?"

Aji menggeleng kencang.

"Tidak sekalipun, ndoro."

"Dulu ndoro-mu ini pernah bernyanyi untukmu. Apa kamu bisa bernyanyi untuk ndoro, cah bagus?"

"Aji sudah menciptakan sebuah lagu untuk ndoro."

"Coba bernyanyilah, cah bagus." Warok tua itu bersandar pada kursi kayu di teras padepokan. Jemarinya menggenggam telapak tangan Aji. Aji tersenyum, menyandarkan kepalanya pada genggaman sang warok.

Ini cerita, antara kisah cinta

Antara budaya dan cinta yang bersua, menjelma

Kisah tabu pun bukan masalah, sayang

Cinta hanya cinta, yang bergerak merambat

Cinta hanyalah cinta

Yang tak pernah paham kenapa harus datang

Tak pernah mengerti kenapa harus tinggal

Hanya cinta....

Lagu itu berakhir. Kepala warok Sumitro tertunduk. Bibir keriputnya mengecup bibir milik Aji. Aji balas mencium bibir itu perlahan, seolah bibir itu akan hancur kalau dia menciumnya kasar.

"Cah bagus..."

"Iya, ndoro?"

"Tidur sini, sayang..." Warok Sumitro menepuk pangkuannya. Aji meletakkan kepalanya di pangkuan warok Sumitro. Warok Sumitro tersenyum, nafasnya terdengar berat. Aji benar-benar merasa hancur saat ini. Dia terlalu kalut dalam cintanya terhadap sang warok.

Mencari GemblakWhere stories live. Discover now