PROLOG

30.2K 1.1K 17
                                    


Perempuan berambut hitam legam itu sedang tidur dengan pulasnya di atas sebuah bangku taman berwarna putih. Entah sudah berapa lama dia tertidur namun posisi tidurnya menjelaskan bahwa tidurnya tak lama.

Sesaat kemudian ia menggeliat lalu berjingkat kaget, mulai terbangun. Seakan ada sesuatu yang telah menyentuh alam bawah sadarnya secara mendadak.

Perempuan itu mengedarkan pandangan matanya ke sekeliling, berusaha menerka dimanakah ia berada.

"Ini tempat apa?" Ujarnya lirih saat ia mulai frustrasi karena gagal mengetahui tempat ia berpijak saat ini. Aneh! Satu kata itu terus berputar di kepalanya yang cantik ketika ia merasa bahwa tempat ini tak dapat dikategorikan wajar. Semuanya serba putih. Mulai dari warna bangku yang ia duduki hingga warna rumput yang ada di bawah kakinya sekarang. Ketika perempuan itu mendongak, semburat putih pun turut disumbangkan oleh langit.

Rasa takut tiba-tiba menyeruak dalam diri perempuan bermata coklat itu. Ia benar-benar tak tahu dimana kini ia berada. Ia benar-benar ingin pergi dari tempat ini.

Dipaculah kakinya menjauhi bangku taman tersebut. Namun semakin jauh ia berlari, semakin tak ada warna lain yang ditangkap oleh kedua matanya. Semakin terlihat bahwa semuanya putih. Pun pohon-pohon bahkan semua benda di tempat yang menyerupai taman ini semuanya berwarna putih polos.

Perempuan itu berhenti dan kembali mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru taman. Selain putih, keanehan taman ini adalah sepi. Hampir seperti tak ada tanda kehidupan di tempat ini.

Ia terduduk lelah. Bingung harus melangkahkan kakinya kemana. Inikah surga? Mengapa surga terlihat begitu sunyi? Bukankah ada banyak orang baik di dunia? Ataukah ini neraka? Tapi mengapa tak ada api sama sekali? Berbagai pertanyaan tak terucap hadir silih berganti layaknya sebuah slide yang sedang dipresentasikan.

"Vita!" Teriak seseorang dari arah belakang perempuan itu. Sesegera mungkin ia menolehkan kepalanya ke belakang begitu namanya disebut. Lalu ia mulai menyadari bahwa akhirnya ada manusia juga di sekitar tempat ini.

Rambut gelombang perempuan itu tertiup angin, menghalanginya untuk melihat sumber suara yang ia yakini pasti suara seorang laki-laki. Laki-laki yang amat dikenalnya.

"Ayah..." Bisiknya tertahan. Akhirnya dia bertemu dengan ayahnya! Akhirnya ayahnya akan menyelamatkannya dari tempat antah berantah ini!

Segera ditepisnya ke samping rambut panjang hitam itu, lalu berusaha mendekati sosok sang ayah.

Dilihatnya sang ayah sedang berada di depan sebuah pintu dan sedang menggandeng tangan kanan seorang bocah lelaki yang tampan. Dari pintu tersebut, sekilas perempuan bernama Vita itu dapat melihat keindahan di dalamnya.

Dengan susah payah ia mencoba berdiri, lalu mulai berlari ke arah ayahnya. Lagi-lagi terjadi keanehan! Semakin ia mendekati ayahnya, semakin ayahnya susah dijangkau. Seakan-akan pintu itu membawa sang ayah mundur padahal ia tak melangkahkan kakinya barang sedikitpun.

Vita menatap ayahnya dengan penuh tanda tanyanya, namun sang ayah hanya tersenyum sambil menggeleng.

"Bukan Vita. Ini bukan tempatmu! Maksud ayah, ini belum menjadi tempatmu. Bukan sekarang saatnya. Kembalilah nak, banyak yang menunggumu di sana." Ucap sang ayah tulus.

"Tempat? Tempat apa ini? Aku harus kembali kemana yah? Tidak ada jalan keluar. Lalu itu anak siapa yah?" Tanyanya heran ketika teringat bahwa ayahnya sedang menggandeng tangan seorang bocah. Setahunya ia hanya memiliki satu adik kandung perempuan bernama Vina.

"Anakmu. Tapi kau jangan khawatir, mulai sekarang ayah akan menjaganya." Jawab sang ayah sembari mengelus lembut puncak kepala bocah itu.

Anakmu...

Anakku?

Ada apa ini? Apa yang terjadi?

Bila dia anakku, apa dia...

Apa dia...

Berbagai spekulasi yang ada di otaknya terhenti oleh ucapan sang ayah.

"Sudahlah Vita. Kembalilah. Belum saatnya kau di sini. Mereka membutuhkanmu. Jika sudah waktunya nanti, maka temui ayah di sini, ajak serta bunda, Vina, dan anggota keluargamu yang lain." Pandangan mata ayahnya melembut. Kalimat dengan inti yang sama itu kembali muncul dari bibir lelaki yang tak lagi muda tersebut.

Vita berkaca-kaca. Ia sangat menyayangi ayahnya. Perempuan itu enggan pergi. Ia ingin di sini saja, bersama ayah dan juga bocah yang disebut sebagai anaknya tadi.

"Pintu keluar ada di sebelah sana. Ada banyak masalah yang belum kau selesaikan di sana, sayang. Pergilah sebelum terlambat nak, ayah menyayangimu selalu." Lanjut lelaki tua itu sambil menunjuk arah yang sedang di belakangi Vita.

Perempuan itu lantas menoleh ke arah belakangnya. Sebuah pintu coklat kusam terlihat mengecil dari waktu ke waktu. Matanya langsung berair. Demi Tuhan, ia dilema! Ia tak mau beranjak dari sini pun mendadak tak mau jika sampai pintu itu benar-benar menghilang.

Kembali perempuan itu menoleh ke arah ayahnya, namun dilihatnya sang ayah juga ikut menjauh. Dia bingung, entah pilihan yang mana yang harus diambilnya.

"Pergilah nak. Berbahagialah di sana." Teriak ayahnya dari kejauhan. Mulai terdengar samar namun masih bisa tertangkap oleh telinganya.

Lalu tanpa berpikir lebih lanjut ia berlari ke arah pintu kusam yang hanya tinggal setengah itu. Hebat, pintu itu tak menjauh. Tak seperti pintu dimana ayahnya berdiri menjulang tadi.

Segera di dorongnya pintu itu sekuat tenaga. Lalu ia merasakan kesakitan yang tak terelakkan sebelum ia bangun dalam artian yang sesungguhnya.





(Revisi)
14 Mei 2017, 00.28 WIB
Oleh: AkuKirana

Fly Me to the Heart (Pindah Dreame Dengan Judul yang Sama)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang