Satu

36K 981 48
                                    

Zila berjalan santai di koridor sekolahnya, sembari bersenandung kecil. Semoga saja hari ini dewi fortuna sedang baik sehingga ia tak perlu merasakan hal-hal yang bisa mempengaruhi mood dan kesejahteraannya hidupnya selama hari ini.

"ZILAAAAAAA!!!" Cewek yang dipanggil Zila itu menutup kedua telinganya kuat. Bisa-bisa ia mati muda kalau setiap hari mendengar teriakan seperti itu dari dua teman perempuannya—Nindi dan Maya. Mungkin dewi fortuna sedang ketiduran makanya lupa untuk mengirim nasib baik untuk Zila.

Nindi alias si cewek kuncir kuda, menatap Zila geli. Pasalnya ia tau, kalau Zila itu sama sekali tidak suka berbagai jenis teriakan dari dirinya dan Maya, tapi hobi Zila sendiri kadang berteriak. Sungguh manusia yang tidak berkaca dengan diri sendiri.

Sementara cewek berambut ikal dengan warna maroon itu mulai cekikikan. Ya, dia Maya.

"Sekali lagi teriak gue jait itu mulut kalian!" Gertak Zila, matanya yang berwarna hijau tua itu melotot. Serta rambut lurus sepunggung miliknya yang tergerai bergerak kesana kemari mengikuti gerakan kepala cewek itu. Menambah kesan lucu dirinya ketika sedang marah.

"Uh-oh takutt..." Seru Maya dan Nindi.

Geram, Zila menghampiri mereka. Lalu menginjak kaki yang beralaskan sepatu mereka satu per satu. Hingga teriakan korban injakan sepatu Zila itu menggema di sepanjang koridor. Cukup untuk mengawali hari di koridor sekolah yang lumayan ramai.

*****

Fazila Friska Mayza, XI-IPA 2.

Berulang kali Zila membaca tulisan di depan lokernya itu. Bukan, ia bukannya baru mengawali hari menjadi kelas XI. Tapi karena ia merasa senang, terutama masuk kelas 'pilihan' itu. Pilihan dalam tanda kutip antara sebagian orang harus bersyukur atau bahkan mengucap istigfar ketika memasuki kelasnya.

"Fazila.." Suara seorang cowok membuatnya membalikkan badan dari loker miliknya.

"Ya?" Tanya Zila bingung, ia tidak mengenal cowok itu.

"Ck, baru kemarin jadian, udah sok gak kenal."

Zila melotot sesaat, lalu mulai cengengesan. Sepertinya ia mulai mengingat, kemarin Zila ditantang untuk menerima seorang atlet badminton yang kebetulan saat itu memberi surat cinta oleh dua temannya. Tapi ia hanya ingat jika dia seorang atlet badminton, namanya Zila  pun tak tau. Dan cewek itu hanya mengiyakan, lagipula ia tak suka hp-nya sepi meski sebenarnya itu jarang terjadi.

"Oh ... Vigo?"

Kali ini cowok di depannya itu melotot, mana mungkin ada yang lupa dengan nama kekasihnya sendiri. "Vigo siapa, Zil?"

"Eh ... bukan ya? Hmm ... Michael?"

Atlet itu tampak mengernyitkan alisnya, mulai tak suka dengan berbagai nama yang keluar dari mulut Zila, dan tentunya kesal karena itu sama sekali bukan namanya.

"Gue Gevan, inget?" Akhirnya cowok itu menyebutkan namanya.

"Em, lupa. Hehe, yaudah ... Gue ini pikun, nama lo aja gainget apalagi cinta lo. Lupa gue! Putus aja ya, makasih udah mau nembak gue.." Dengan senyuman bak malaikat ala Zila, cewek itu berlalu meninggalkan Gevan sendirian.

Ya, dia Zila. Siapa yang tidak mengenal cewek yang suka rusuh itu? Rusuh dengan pacar-pacarnya yang bahkan dijamin ia pun tak akan ingat dengan nama mereka—pacarnya. Gevan hanya bisa tersenyum miris, setidaknya ia mempunyai gelar itu. Hm, mantan Zila.

*****

"Hahaha ... Anjir, enak banget lu mutusin cowok. Tampang sok malaikat pula, jijik banget gue!" ungkap Maya, ia mengusap sudut matanya yang berair akibat tertawa karena cerita Zila. Yah, kekonyolan Zila saat memutuskan pacar-pacarnya.

Stay With You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang