part 3

12K 818 60
                                    

Kau adalah tulang rusukku.

Bukan waktu yang menjamin seseorang tulus, bukan pula sebuah kata yang menjamin ia jujur, bukan juga rupa yang membuatnya bahagia. Karena yang menjamin segalanya adalah sikap yang berbahasa bukanlah mulut yang memanjangkan alasan untuk sebuah pembelaan.

Sabrin tersenyum pada putranya yang sedang ia bantu untuk mencuci kedua tangannya. Wajah Syafiq memantul pada cermin besar dihadapan mereka. Semakin bertambah usia Syafiq semakin menyerupai Fatah namun dalam versi mini. Mulai dari kedua matanya, hidungnya, bibirnya, bentuk rahangnya hingga warna rambutnya.

Tidak ada sedikin pun gen yang Sabrin miliki menurun ke Syafiq. Walau begitu Sabrin tetap mensyukuri apapun itu. Karena Syafiq adalah prioritasnya, buah cintanya dengan Fatah.

"Bu, udah bersih belum sih?"

Sabrin terkekeh pelan, lalu menutup keran air didepannya. Menurun kan Syafiq dari beberapa anak tangga yang kebetulan disiapkan oleh pihak Rumah Makan. "Sudah sayang"

Sebelum pergi berbalik, Sabrin melirik sekilas bentuk hijabnya yang masih dalam posisi yang benar. Ia teringat dulu ketika pertama kali memakai hijab hanya karena hijabnya itu oleh-oleh dari Mas Imam yang baru kembali dari Jerman. Ingin rasanya menertawakan keanehannya itu, tapi dari sanalah Sabrin belajar bagaimana menjadi lebih baik lagi.

Bukannya menjadi orang besar pasti melewati proses orang kecil terlebih dahulu.

Ia berbalik menggandeng tangan Syafiq untuk kembali ke tempat mereka tadi. Karena kebetulan sekali saat ini tepat jam makan siang, banyak karyawan-karyawan yang mengisi perut mereka disini.

Letak Rumah Makan ini memang sangat strategis. Dikelilingi oleh gedung-gedung perkantoran dan tak begitu jauh dari sekolahan membuat Rumah Makan yang terkenal dengan menu rendangnya di penuhi oleh pembeli.

"Sabrina..." langkah Sabrin terhenti dan berbalik melihat sosok yang memanggilnya tadi.

Kedua matanya menyipit berusaha mengenali sosok yang ia rasa sangat familiar.

"Apa kabar?"

Satu pertanyaan itu membuat Sabrin kembali membuka semua kenangan lama yang sudah sangat ia kubur. Kenangan yang sejatinya tidak ingin ia buka kembali. Tapi sosok didepannya ini membuat ia ingat bagaimana kisahnya dulu memuja laki-laki ini.

Tapi sayang, setelah adegan penolakan itu dan takdirnya dengan perjodohan yang sampai sekarang ia masih jalani, Sabrin sudah berusaha melupakan laki-laki ini.

Dan menganggapnya adalah sebuah kenangan dan pelajaran dalam hidup. Mungkin bila dulu laki-laki ini tidak mengingatkan akan kisah laki-laki dan perempuan dilarang untuk berdekatan tanpa ikatan yang halal, pastinya Sabrin akan mengikutinya.

"Baik kak Darwan"

Terjadi kekosongan waktu diantara mereka berdua. Karena baik Darwan maupun Sabrin sama-sama terus menundukkan kepala. Memikirkan hal-hal yang terus saja berkecamuk dalam otak mereka.

"Bu, ayo.." suara rengekan Syafiq mengintrupsi keheningan diantara mereka.

Tanpa sadar mereka berdua tertawa secara bersamaan. "Maaf ya kak, aku kesana dulu." Pamit Sabrin.

"Iya."

Baru saja ingin memutar badannya, Kak Darwan kembali memanggil namanya. "Aku lupa memberitahu mu, ada reuni dikampus kita. Kebetulan pengisi acaranya mentri yang sekarang menjabat. Pastilah yang akan dibicarakan akan sangat bermanfaat."

Karena topik yang dibicarakan menarik perhatiannya, Sabrin kembali menatap Kak Darwan dengan antusias. "Kapan itu kak? Wah, udah lama rasanya gak kekampus" kekehnya lucu membayangkan wajah-wajah teman sejawatnya dan para senior yang dulu cukup dekat dengannya.

Complete MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang