part 1

22.9K 1.1K 102
                                    

Kegelisahan mu, ketakutan bagi ku.

Bila kau ingin membuat orang lain terkesan, bicarakanlah tentang kesuksesan mu. Namun jika kau ingin memberikan dampak bagi orang lain, berbagilah tentang kegagalan mu.


Sepasang sepatu hitam berjalan menuju sebuah mobil fortuner putih yang sejak kemarin masih terus terpakir ditempatnya. Di belakang mobil tersebut, berdiri sebuah papan nama yang bertuliskan Dokter Fatah Al Kahfi.

"Malam Pak" sapa Fatah yang tersenyum kepada security yang menyambutnya di area parkir.

"Malam dok, sudah malam mau pulang juga nih."

Fatah tersenyum sambil melirik arlogi di tangan kirinya. Memang keadaan yang memaksanya pulang larut hari ini. Niat hati kemarin ia tidak ingin menginap dirumah sakit, tapi sumpah seorang dokter yang sudah dia ucapkan mengharuskannya untuk melakukan yang terbaik bagi semua pasiennya.

"Iya pak. Kasihan Syafiq dua hari tidak ketemu saya."

"Wah, Syafiq bangga banget punya ayah seperti anda dokter." Kekeh sang security. Dia membantu membuka pintu mobil Fatah.

Fatah mengangguk hormat kepada security itu, walau dimata semua orang dialah yang patut dihormati namun dalam dirinya bukannya sesama manusia harus saling menghormati. Mau orang itu lebih muda atau lebih tua sekalipun. Karena dimata Tuhan semuanya sama. Untuk apa menyombongkan diri didunia yang tak seberapa lama ini.

"Saya pamit dulu ya pak, Assalamu'alaikum"

"Wa'alaikumsalam pak dokter"

Fatah mengemudikan mobilnya dengan perlahan. Karena sedari tadi kedua matanya sudah begitu perih akibat dari kurang tidur 2 hari ini.

2 hari menggantikan tugas dokter Iwan di rumah sakit, mau tidak mau membuat kondisi tubuhnya begitu drop. Yang dia inginkan ketika dirumah disambut oleh sang istri yang akan tersenyum kepadanya.

Mobil Fatah terparkir sempurna dihalaman rumahnya, lebih tepat rumah sang mama. Selama 3 tahun menikah bukannya dia tidak ingin memiliki rumah sendiri, tapi lagi-lagi sang mama melarangnya dan meminta dirinya selalu berada disekitar mereka.

Begitu pun dengan adik perempuannya, Umi.

Jadilah mereka berkumpul semua didalam sebuah rumah yang penuh dengan kehangatan keluarga. Banyak dari tetangga sekitar yang melihat keluarga mereka merasa begitu iri.

Walau dulu ada sedikit masalah dalam kehidupan anak perempuannya papa Hadi Al Kahfi, namun seiring berjalanannya waktu semua kembali seperti semula.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam. Walah mas Fatah, tak pikir siapa." Pak Kardi membantu Fatah untuk membuka pintu masuk rumah. Supir yang selama ini sudah mengabdi untuk keluarganya begitu menghormati sosok Fatah. Laki-laki dengan seribu kesempurnaan yang dilihat oleh semua orang.
"Sudah pada tidur ya pak?"

"Sudah mas," jawab Pak Kardi. Tangannya mencari saklar lampu untuk dihidupkan. Namun Fatah menghalanginya. "Jangan dihidupkan lagi pak, saya juga mau langsung istirahat" Pak Kardi mengangguk dan meninggalkan Fatah untuk menutup pintu pagar kembali.

Fatah mendudukan dirinya disebuah kursi sembari membuka sepatunya. Punggungnya terlalu lelah, bahkan matanya terasa begitu perih.

Sebelah tangannya memijat pelipisnya yang terasa sakit. Mungkin meminta Sabrin untuk memijat punggungnya sebentar tak masalah.

Ia bangkit dan berjalan kelantai atas untuk masuk kedalam kamarnya bersama Sabrin. Saat pintu terbuka, terlihatlah tubuh Sabrin yang tertidur pulas diatas ranjang bersama Syafiq dalam pelukkannya.

Complete MeWhere stories live. Discover now