Satu

21.6K 822 70
                                    

#Warning garis keras!!
Cerita ini ditulis saat ane belum ketemu apalagi kenalan sama seluruh pasukan tanda baca,EYD, EBI. Harap lambaikan tangan jika menemui typo yang berserakan bak ranting kering saat kemah PERSAMI di hutan.
_______________________

Pelataran kampus pagi itu terlihat lebih ramai dari hari biasanya. Bukan karena kegiatan perkuliahan dengan wara-wiri mahasiswa yang sibuk mencari kelas atau bergerombol membahas tugas.

Pagi ini Iko diantar Sila, kakak perempuan satu-satunya bersama suami. Mereka tiba lebih dulu, kemudian diikuti beberapa teman seangakatan yang datang sambil membawa tas ransel serta keperluan masing-masing. Iko dibantu Tania, sesama KDR memeriksa kelengkapan anggota, karena sudah tugasnya sebagai Ketua Dewan Racana (KDR) memastikan semua sudah siap.

Dua jam lagi mereka akan berangkat menuju Jambi, guna mengikuti kegiatan Perkemahan Wirakarya Nasional yang diikuti oleh tingkatan Penegak dan Pandega seluruh Indonesia. Dari kampus Iko mengirimkan dua regu, putra dan putri. Setiap regu terdiri dari sepuluh anggota, dua orang KDR dan dua orang Pemangku Adat. Total ada dua puluh empat orang yang berangkat.

Bus yang mereka gunakan untuk perjalanan ke Jambi tiba juga. Selain semua anggota, beberapa teman lain ikut membantu memasukkan barang bawaan mereka. Selesai dengan barang dan mengecek, semua anggota berkumpul sejenak untuk berdoa kemudian berpamitan pada teman atau keluarga yang kebetulan mengantar.

"Aku berangkat, Mbak," pamit Iko pada Sila sambil mencium punggung tangan kanan kakaknya.

"Hati-hati di sana. Jangan lupa mandi," pesan Sila yang membuatnya berdecak kesal.

"Kabari kami kalau sudah sampai sana." Iko menangguk.

"Salam buat si kembar." Giliran Sila yang mengangguk. Si kembar adalah keponakan Iko yang sudah berusia dua tahun setengah. Sengaja Sila tinggalkan bersama neneknya karena tengah terlelap.

Bus berjalan meninggalkan pelataran kampus. Salam perpisahan dengan lambaian tangan mengantar kedua puluh empat anggota yang akan mengemban tugas perwakilan kampus dalam kegiatan nasional.

***

"Tifa, ini peta perkemahan kita." Linda, salah satu anggota dan juga teman sekelas Tifa menyerahkan lembaran kertas denah posisi tenda setiap regu / perguruan tinggi lengkap dengan pembagian kelurahan, letak kabupaten dan di mana seluruh peserta akan berkumpul.

Tifa sebagai KDR putri melihat dengan saksama mencari letak tenda regunya yang ditandai dengan papan nama perguruan tinggi masing-masing. Setelah menemukan letak tendanya akan berdiri, ia lantas melihat letak tenda regu putra yang memang dipisah.

Ternyata letak tenda Tifa dan regunya berada pada jejeran belakang, berbatasan dengan rimbunan hutan. Kedua regu pun segera berjalan menuju lokasi yang ditentukan. Hari semakin gelap karena memang mereka sampai di lokasi perkemahan sudah sore.

Tampak beberapa tenda sudah berdiri. Sebagian besar memang daerah terdekat seperti Padang, Solok, Kerinci dan lainnya. Bersama seluruh regu, Tifa mendirikan tenda dibantu oleh teman-teman putra. Hari semakin gelap dan mereka butuh istirahat untuk melepas lelah dari perjalanan panjang Samarinda - Jambi.

"Sepertinya akan turun hujan, sebaiknya kita pasang terpal di atas tenda dan bagain bawah tenda kita alasi ranting-ranting. Lainnya buat parit!" perintah Tifa. Beberapa anggota segera bertindak mencari ranting yang masih berdaun dari pohon-pohon sekitar tenda. Posisi tenda mereka yang paling belakang dan keadaan tanah yang sedikit miring memungkinkan air akan langsung menembus alas terpal jika terjadi hujan, karena tenda mereka akan lebih dulu mendapat serangan longsoran air. Berdiri, Romi, KDR putra berpamitan pergi untuk mendirikan tenda mereka sendiri.

"Karena jadwal kurve belum bisa ditentukan, kita masak bersama. Aku akan bertugas di dapur dan sebagian lain membersihkan tenda." Setelah membagi tugas, Tifa segera mengambil timba untuk mencari air. Semua memiliki tugas yang sama, meski tidak harus diberitahu secara terperinci. Setidaknya usia mereka yang sudah kepala dua tentu lebih memahami tanpa harus berdebat terlebih dahulu.

Jalanan menuju kamar mandi lumayan jauh dan menurun. Beberapa kran air sengaja dipasang untuk kegiatan ini, pun dengan kamar mandi berbentuk persegi panjang tanpa sekat dan atap juga sengaja dibangun untuk menampung tiga puluhan orang lebih. Tentu saja untuk mandi bersama mengitari bak. Bayangkan saja mandi dengan saling berdampingan dan berhadapan tanpa ada alas yang menutupi kegiatan mereka.

Antrian panjang orang yang mengambil air dari kran sudah mulai berkurang. Tifa berdiri dengan timba di sebelahnya. "Maaf, Kak. Timbanya ketuker." Suara seseorang dari arah belakang memanggil Tifa diikuti sebuah tepukan di pundak.

Tifa memutar kepala ke belakang. Seorang laki-laki masih mengenakan seragam coklat polisi yang sedikit basah---mungkin karena ia berkeringat seperti dirinya---memasang senyum ramah. Iko mengisyaratkan dengan gerakan mata ke arah bawah samping kakinya.

Timba.

Ya, timba mereka tertukar. Karena posisi tenda mereka berdampingan, dan barang-barang masih berserakan. Mungkin Tifa tidak sengaja membawa timba tetangganya. Bentuk dan warna memang sama-sama hitam, hanya saja tidak ada tanda cat putih pada pegangannya.

"Tadi saya cari-cari ternyata kebawa sama Kakak. Soalnya saya mau jemur celana dalam yang ada di timba saya." Tifa memelototkan mata pada laki-laki di belakangnya. Seketika ia mengalihkan pandangan ke arah timba di samping.

O ... ow....

Timba yang sedari tadi ikut mengantri air ternyata berisi kain hitam yang basah. Sudah jelas itu adalah segitiga pengaman milik laki-laki yang kini meraih timba dan segera berpamitan pergi. Meninggalkan Tifa yang berdiri mematung menahan pipinya yang tiba-tiba panas.

-----------------------------

Scout In Love (SELESAI)Where stories live. Discover now