33

2.8K 127 5
                                    

Aku termenung menatap langit dari jendela ruang rawatku. Aku meringis saat merubah posisiku untuk lebih tegak. Luka diperutku masih belum sembuh total. Aku menoleh saat mendengar suara pintu yang terbuka. Aku melihat Aiden yang nampak menatapku dengan tatapan bersalah. Aku hanya diam menatapnya yang mulai memasuki ruangan. Aku diam menunggunya untuk mengatakan alasannya berhianat kepadaku. Aku tahu alasannya untuk mendapatkanku, namun aku masih belum bisa menerima alasan itu. Aku tidak bisa mengabaikan orang - orang yang ada disekelilingku.

"Odhet.. maafkan aku.. aku penyebab ini semua. Bila aku tidak egois dengan menyuruh Emanuel membakar lahan maka kau tidak akan.."

"Kau mengecewakanku," ucapku lirih.

Aku melihat Aiden nampak terpukul dengan kata - kataku. Aku masih menunggu reaksinya selanjutnya.

"Kau harus tahu mengapa aku melakukan ini.." ucapnya lirih.

"Aku tidak memperdulikan alasanmu. Kau tetap mengorbankan banyak orang demi ambisimu dan itu salah," ucapku dingin.

"Aku hanya mencintaimu dan ingin membuatmu tetap ada disisiku," ucapnya marah.

"Nyatanya kau tidak akan pernah bisa mendapatkanku. Aiden kau tahu aku sangat tidak bisa mengabaikan orang - orang yang ada disekelilingku. Aku tidak akan menerima perbuatanmu yang hampir menyakiti pekerjaku," ucapku sedih.

"Mengapa kau tetap tidak bisa menerimaku? Apapun yang aku lakukan mengapa tidak bisa membuatmu melihatku? MENGAPA KAU MEMILIH MELIHAT KE ARAH ORANG YANG MENYAKITIMU!" Ucap marah Aiden.

Aku masih diam menatapnya yang nampak frustasi dengan sikapku.

"Selama ini dia menyakitiku karna dia tidak mengetahui siapa sebenarnya wanita itu. Dia berbeda denganmu. Dia tidak akan mengorbankan siapapun demi mendapatkanku. Berbeda denganmu yang bisa melakukan hal keji untuk mendapatkanku. Itulah perbedaan kalian berdua," ucapku tenang.

Aiden nampak tidak bisa menerima jawabanku. Aku menghela nafas lemah saat melihatnya yang nampak kecewa dengan jawabanku. Aku tahu ini akan sangat menyakitinya, namun aku tidak bisa membiarkan perbuatannya.

"Aku tahu kau memiliki hati yang tulus dan aku juga sempat terbuai dengan perasaanmu, namun mengertilah kalau aku tidak bisa memberimu lebih dari apa yang bisa aku berikan kepadamu. Aku hanya bisa memberikanmu sebatas hubungan saudara. Kau sangat berarti bagiku dan aku tidak ingin kehilanganmu," ucapku sedih.

Aiden hanya diam menatapku yang sedih menatapnya. Perlahan aku bangkit dari tempatku untuk menghampirinya. Aku mencoba mendekatinya dengan tertatih. Aiden reflek mendekatiku untuk membantuku saat aku hampir terjatuh. Aku tersenyum melihat kepeduliannya kepadaku. Aku meraihnya ke dalam pelukkanku. Aku memeluknya dengan erat seperti dulu saat aku membutuhkan dirinya untuk menopang diriku. Aku sangat tahu ini menghancurkannya, namun perasaanku tidak bisa di paksa untuk beralih kepadanya.

"Kau akan selalu menjadi kakakku yang terbaik," ucapku tulus.

Aku bisa merasakan tubuhnya bergetar. Aku tahu dia menangis menyesali apa yang dia perbuat kepadaku. Aku membelai lembut punggungnya seperti dia melakukan hal yang sama saat dulu aku dalam masa rapuhku.

*/*

Akhirnya dokter memperbolehkanku untuk pulang. Aku tidak pernah berhenti merengek meminta untuk cepat pulang walau aku tahu lukaku masih belum sembuh. Aku merasa tidak tahan berada di rumah sakit. Ini mengingatkanku dengan peristiwa buruk di masa laluku. Aku memperhatikan tante Mica dan Melinda yang sibuk membereskan barang - barangku. Aku juga melihat om Artur dan Abraham nampak sibuk berdiskusi dengan dokter tentang pengobatan yang akan aku jalani. Aku menghembuskan nafas bosan melihat mereka semua. Aku menoleh saat melihat Aiden yang muncul. Aku tersenyum dan mengulurkan tangan kepadanya. Semua nampak tidak setuju dengan sikapku yang menerima Aiden dengan senang. Abraham mendekatiku untuk menjagaku.

Lost soulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang