22.

27.3K 3.6K 164
                                    

Part ini pemanasan dulu yah. Siapin hatinya buat part selanjutnya.  

Tinggal tidur dulu, besok harus bangun pagi soalnya :).

Enjoy....

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

"Kenapa kamu menangis?" tanya Nore.

Aku mengerjapkan mataku, mencoba menahan tetesan airmata yang lagi-lagi tak bisa kutahan. Sekarang saat duduk berhadapan dengannya, aku tahu hatiku tak bisa lagi mengelak, aku telah jatuh cinta padanya.

"Ini hanya luka kecil. Lecetnya nggak seberapa. Dipasangi hansaplast juga sembuh." Lanjutnya, berpikir alasanku menangis adalah karena lukanya.

Ya Allah, apa yang harus aku lakukan. Belum ada tiga bulan dari permohonan yang Nore minta, tapi hatiku sudah luluh. Nore bahkan tidak perlu berusaha keras, untuk bisa membuatku jatuh cinta padanya. Pikiranku menolak semua ini, tapi hatiku punya maunya sendiri. Keduanya tidak bisa bekerja sama dengan baik.

"Kalau luka sekecil ini kamu tangisi, gimana luka Nara. Aku membuatnya babak belur. Lihat darah di jariku ini," dia menunjukkan jarinya padaku. "Ini darah Nara bukan darahku."

Aku tertawa kecil. Ingat bagaimana babak belurnya wajah Nara tadi dan juga merasa lucu karena Nore masih beranggapan bahwa aku menangis karena lukanya. Padahal bukan. Aku menangis karena tidak lagi bisa menyangkal perasaan yang aku miliki padanya.

"Kenapa sekarang kamu ketawa?"

"Sejak dulu, aku ingin ada seseorang yang memukul Nara." Jawabku. "Kamu tahu, tadi aku sangat marah padanya. Semua yang dia lakukan selama ini membuatku muak. Yang menghentikanku untuk menonjok langsung mukanya adalah keberadaan Mada, aku nggak mungkin mukul suaminya begitu saja, iya kan?"

Dia mengangguk.

Matanya menatap kedalaman mataku, terlihat seperti sedang menimbang-nimbang sesuatu. "Aku penasaran," ucapnya lambat "Nara yang nggak melakukan kesalahan langsung padamu saja pengin kamu pukul, apalagi aku. Aku penasaran hal-hal apa saja yang ingin kamu lakukan padaku selama ini."

"Aku membencimu." Balasku cepat.

"Aku tahu," dia mengangguk sedih "kamu sudah mengatakannya berkali-kali."

"Teramat sangat." Balasanku membuatnya mengalihkan wajah. "Apa yang kamu lakukan, selamanya tidak akan pernah bisa aku maafkan. Kamu melakukan kesalahan yang akan terukir abadi dalam ingatanku. Dan kalau kamu ingin tahu, apa yang ingin aku lakukan padamu aku sudah melakukannya dalam mimpi-mimpiku. Di sana aku melakukan banyak hal yang mungkin tidak pernah kamu bayangkan dapat aku lakukan."

Dia kembali menolehkan wajahnya padaku, bertanya tanpa suara akan hal-hal apa saja yang telah aku lakukan padanya.

"Aku pernah membunuhmu," matanya melebar, terkejut akan pengakuanku "dengan cara yang paling sadis."

Dia tertawa. "Aku memang pantas mendapatkannya."

"Aku harus terpenjara dalam mimpi buruk yang terus mengikutiku. Semuanya baru berhenti saat akhirnya aku mendapatkan kesempatan untuk menyakitimu," keningnya berkerut "Di dalam mimpiku, aku bisa membuatmu merasakan rasa sakit melebihi apa yang aku rasakan."

Setelah apa yang Nore lakukan padaku, aku mulai mengalami mimpi buruk yang membuatku tersiksa. Selama beberapa bulan, aku harus menahan ketakutanku pada trauma akibat ulahnya. Setiap malam jeritan penuh rasa takut dan putus asa selalu menemani tidurku. Semuanya memburuk karena aku juga harus kehilangan Adam.

Second ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang