Ending

15.9K 616 13
                                    

Karena Allah kita berjumpa, karena Allah kita bersama, karena Allah kita berjuang, karena Allah kita bersabar, karena Allah kita berpisah, dan karena Allah kelak kita akan disatukan kembali, dan mudah-mudahan di tempat yang terbaik.

( Ustadz Felix Siaw )

***

Zakira POV

Perutku semakin membesar di usia kehamilanku yang ketujuh bulan. Dan selama itu pula, Tiar setia menemaniku. Mulai dari morning sickness hingga keinginanku yang terkadang sulit untuk dikabulkan.

Tiar begitu sabar menghadapi emosiku yang seringkali tidak stabil. Selalu membacakan ayat suci Al-qur'an di perutku. Agar bayi di dalam kandunganku terbiasa dengan bacaan tersebut.

Banyak hal yang sudah Tiar lakukan untukku. Seakan-akan ia mengetahui segala yang aku butuhkan, hingga sesuatu yang aku inginkan. Tiar tidak pernah mengeluh kepadaku. Aku bangga memiliki suami siaga sepertinya.

"Hey melamun aja kamu, Ai. Pasti lagi mikirin aku ya." kekeh Tiar. Aku balas dengan mencubit lengannya.

"Ah sakit, Ai. Kenapa malah dicubit sih?" rintihnya.

"Mas Tiar itu kepedean banget sih. Aku nggak melamun, aku cuma lagi ingat-ingat sesuatu. Oh iya, kenapa jam segini udah pulang, Mas? Masih jam 1 lho ini."

"Mas tadi ada meeting di dekat sini. Dan kebetulan udah nggak ada kerjaan lagi di kantor. Jadilah mas pulang sekarang. Lagian mas juga kangen sama anakku yang ada disini nih." ucapnya sambil memegang perutku.

"Emm kangennya cuma sama anaknya nih, nggak kangen sama bundanya yaa..." rajukku.

"Kalau sama bundanya mah bukan kangen lagi, tapi kangen banget-banget." balasnya sambil memelukku.

Tidak ada yang berubah dari pelukannya. Selalu hangat dan menenangkan. Dan aku berharap akan tetap seperti ini.

"Melamun lagi kan... Apa yang kamu pikirin sih, Ai? Ada yang ganggu pikiran kamu?" Aku menggeleng.

"Aku cuma mikir, apa yang udah aku lakukan sampai-sampai aku dapat suami kayak mas Tiar? Pengertian, selalu siaga, sabar, nggak pernah ngeluh. Lengkap deh pokoknya "

"Aku cuma menjalankan peranku sebagai suami dan calon ayah yang baik, Ai. Kamu bahkan lebih sabar daripada aku. Nggak peduli gimana sakitnya kamu selama mengandung, kamu nggak pernah mengeluh. Aku bangga dengan istriku ini." Sekarang giliran Tiar yang mencubit hidungku. Lama-lama jadi mancung deh aku.

"Emm...mas, tadi pagi Kira dapat kabar kalau wisudanya minggu depan. Mas Tiar bisa ikut nggak? Kira udah bilang sama Ibu dan Mama. Mereka setuju setuju saja, tinggal mas Tiar aja. Tapi sebenarnya mas Tiar nggak dateng juga nggak apa-apa, undangannya juga untuk 2 orang."

"Kalau cuman buat 2 orang kenapa kamu ajak aku, Ai? Kan udah ada mama sama ibu. Minggu depan aku juga harus keluar kota, Farel nggak bisa gantiin aku. Boleh kan kalau aku nggak dateng di wisudamu?"

Aku tidak bisa menahan rasa kecewaku. Aku sangat berharap Tiar bisa mendampingiku saat aku memakai toga nantia, saat aku memberikan sambutan sebagai perwakilan mahasiswa, saat aku mendapat gelar sarjana.

Tapi aku juga tidak boleh egois. Tiar harus tanggung jawab dengan pekerjaannya. Selama kehamilanku ia tidak pernah keluar kota karena ingin menjagaku. Jika ia mengambil pekerjaan ini, berarti pekerjaan kali ini sangatlah penting.

Past & FutureHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin