Aku menutup rapat-rapat mulutku dan makin merapatkan diri pada ahjumma saat posisiku sudah benar-benar terjepit, dikelilingi oleh segerombolan anak-anak kecil. Kusebut anak kecil padahal usiaku juga tidak jauh berbeda.

"Hei, hei, jangan ganggu dia dulu, nanti akan noonim kenalkan. Sekarang bisakah kalian semua panggilkan Soo Ra atau Jeong Ah ?"

"Baik !"

Seolah diiming-imingi hadiah besar, anak-anak kecil itu langsung berlomba-lomba berlari masuk dan meneriakkan nama Soo Ra dan Jeong Ah. Suara mereka menggema dan saling bersahut-sahutan, bahkan aku sendiri tidak begitu mengerti apa yang sedang mereka teriakkan.

"Kau baik-baik saja ?" tanya ahjumma tiba-tiba.

Aku mendongakkan kepalaku dan buru-buru melepaskan genggaman tanganku dari baerae yang dipakai ahjumma. Aku bisa melihat cengirannya dan itu membuatku makin kesal. Belum sempat aku beranjak lari, tangan ahjumma dengan cepat menarik kerah bajuku. Lagi-lagi begini.

"Hye Soon noonim ? Anda memanggilku ?"

Seorang noona dengan rambut diikat ekor kuda tinggi dan sebilah pedang tersemat di pinggangnya berlari mendekati ahjumma dengan terburu-buru. Noona itu tampak seperti gadis usia 15 tahun, sepertinya dialah yang paling tua di tempat ini mengingat yang mengelilingiku tadi hanya segerombolan anak kecil.

Aku reflek bersembunyi di belakang ahjumma lagi tapi kali ini ahjumma menyeret kerah bajuku membuatku mau tidak mau berhadapan langsung dengan noona yang baru saja datang itu.

"Jeong Ah, bisakah kau carikan baju yang pas untuk anak ini ? dan tolong katakan pada Soo Ra untuk membuatkan sarapan lagi untuk anak ini"

Jeong Ah noona menatapku dari ujung kepala sampai ujung kaki. Aku makin merapatkan kain yang melilit kepalaku yang menutupi nyaris seluruh kepalaku kecuali sedikit celah yang kubuka untukku bisa melihat sekelilingku.

"Apa dia terluka ?" tanya Jeong Ah noona cemas.

"Tidak, dia baik-baik saja" jawab ahjumma, masih terus menarik-narik kerah bajuku selagi aku memberontak ingin melepaskan diri.

"...Baiklah" jawab Jeong Ah noona, masih menatapku curiga sebelum akhirnya berlari masuk ke dalam sekaligus membubarkan segerombolan anak kecil yang masih menatapku penasaran dari kejauhan.

"Nah, pertanyaanku sekarang..." tanya ahjumma tiba-tiba. Aku mendongak kesal ke arah ahjumma yang sedang memainkan pedangku di tangan kirinya. 

"Kapan terakhir kali kau mandi ?"

...

"Pirang !"

"Dia cantik !"

"Dia bersih !"

Entah sudah berapa banyak celotehan yang kudengarkan tapi tidak ada satupun yang kuperhatikan. Aku menatap tajam kepada siapapun yang mendekatiku, jadilah anak-anak kecil yang mengerubutiku membuat jarak 1 meter dariku.

Ahjumma itu berhasil mengurungku dan mengguyur badanku dengan air berkali-kali. Berkali-kali pula ahjumma itu menggosok-gosok badanku dan menyiramiku dengan wewangian. Tidak terhitung berapa kali aku meronta ingin kabur tapi sama seperti sebelum-sebelumnya, aku  berakhir kalah dari ahjumma. Aku menyerah dan patuh-patuh saja setelah 1 jam usahaku untuk kabur gagal total.

Jadilah aku berdiri di sini dengan baju baru yang masih bersih dan rambut panjang milikku diikat dengan pita biru. Ahjumma itu berhasil membuang kain yang biasa kugunakan untuk menutupi wajahku dan memaksaku keluar tanpa penutup kepala dan wajah.

Aku membencinya. Benci dengan fakta aku berbeda dari anak yang lainnya. Fakta kalau aku memiliki rambut pirang keemasan dan mata biru. Fakta yang selama ini berusaha mati-matian kututup-tutupi kini terbongkar begitu saja.

"Namanya Sang Ryung. Mulai hari ini, dia adalah keluarga baru kita. Baik-baiklah dengannya, ya ?" suara ahjumma itu terdengar tidak jauh dari tempatku berdiri. Dirinya tampak seperti pusat dari segalanya, semuanya mengangguk patuh tanpa ada protes. Hanya aku yang menatapnya kesal.

"Sang Ryung hyung !" panggil seorang anak laki tiba-tiba.

Aku menoleh ke arahnya agak gusar tapi anak itu tetap mendekatiku tanpa peduli suasana hatiku sedang buruk.

"Namaku Jeong Il ! Moon Jeong Il ! Salam kenal !"

"Aku tidak pernah bilang ingin berkenalan denganmu" balasku ketus.

Jeong Il tertawa lebar. "Noonim ! noonim ! Bolehkah aku yang jadi pengurus Sang Ryung hyung ?" tanya Jeong Il tiba-tiba.

"Tentu" jawab ahjumma tanpa pikir panjang.

Aku langsung menatapnya dengan tatapan protes. Bagaimana mungkin aku diurus oleh anak yang lebih muda dariku ?!.

"Sang Ryung hyung !" panggil Jeong Il lagi.

Aku menatapnya kesal. Aku sudah terlalu malas untuk bersuara lagi.

"Selamat datang di rumah !"

1. Ahjumma : bibi

Nabi "Butterfly"Where stories live. Discover now