XXI

3.1K 306 5
                                    

Aku meyampirkan messenger bag ke lenganku sebelum keluar dari kamar. Suara-suara mengobrol dan tawa sudah terdengar dari arah ruang makan, ruang tujuanku sekarang.

Orang pertama yang kulihat adalah Arandelle, sedang meletakkan mangkok saji di meja makan.

"Morning, Arandelle,"

"Morning, princess," ia membalas sapaanku sambil memeluk dan mengecup pipi kiriku

"Back off, Arandelle! Dia milikku," ujar sebuah suara yang begitu ku kenal

Tanpa menoleh pun aku tau, itu suara milik Tama. Orang itu!! Selalu bisa membuatku merona kapan saja dan dimana saja.

Suara tawa yang begitu keras dan geli terdengar memenuhi ruangan. Sudah dipastikan, teman-teman kerjaku menyukai tontonan pagi ini. Menggantikan tontonan Dita-Gilang yang biasanya mereka konsumi di kantor Jakarta.

Aku berusaha bersikap sekalem mungkin dan duduk di sebelah Tama.

"Makanannya sudah lengkap, dan kalian juga sudah lengkap disini. Ayo, sekarang kalian mulai makan,"

"Bibi Ara, banyak sekali jenis makanannya," ucap Maya, sekretarisku, "Terimakasih,"

"Menu Irish Breakfast biasanya lebih banyak lagi. Ini hanya sebagian, karena Josh bilang kalau kalian enggak biasa sarapan dengan porsi besar,"

Menunya memang banyak sekali. Di meja ada 5 piring saji, yaitu sosis sapi, telor goreng, roti bakar, hash browns, dan baked beans.

"Arandelle, ikutlah makan dengan kami," ajak Tama

"Aku akan makan bersama anak dan suamiku di cottage. Selamat makan," jawabnya sambil berjalan keluar ruang makan

Dengan semangat, cowok-cowok mengambil makanan dengan semangat.

"Aku ambilin, ya," ucapku kepada Tama

Dapat kurasakan kalau Tama menatapku terus-menerus selama kami makan. Beberapa kali aku mencoba menatapnya, tapi ia masih tidak memalingkan pandangannya itu. Aku berusaha makan tanpa tersedak, walaupun jantungku berdetak sangat cepat.

"Duh, lama-lama dia meleleh deh kalau dilihatin terus," celetuk suara menyebalkan milik Arsen

Aku menoleh ke arah Arsen, dan melihat wajah menahan tawa mereka semua. Ternyata semua yang ada di meja sudah memperhatikanku dan Tama sejak tadi.

Tama hanya tertawa dan mengacak pelan rambutnya. Kebiasaannya kalau canggung.

Masakan Arandelle yang sangat enak, ditambah udara dingin musim gugur, membuat kami makan dengan lahap.

"Enaknya!!" seru Arsen dan dibalas gumaman setuju dari kami semua

Riri berdiri dari bangkunya dan mulai menumpuk piring-piring kotor. Setelah itu Feri membawa piring-piring kotor ke mesin cuci piring. Dibantu dengan Rian, anak desain sejak perusahaan baru berdiri.

"Yuk, siap-siap. Kita jalan 10 menit lagi ya," ucapku

Mereka semua menjawab dan bergegas ke kamar masing-masing. Aku juga pergi ke kamarku, untuk mengambil slayer yang tertinggal.

Setelah memastikan kalau enggak ada lagi barang tertinggal, aku pergi ke ruang keluarga. Baru ada Tama, Arsen, Feri, dan Rian. Mereka berempat kelihatan seru mengobrol, walaupun sesekali Arsen memijat kedua lengannya.

"Kenapa, Sen?"

"Pegel, Mbak. Gue kalah semalam, jadi tidur di lantai,"

Tama memandangnya heran, "Kalian tidur bertiga?"

Mereka bertiga mengangguk. Rian bergumam, "Sengsara gue, harus sekamar sama bocah kayak lo berdua,"

"Sebentar ya, gue bingung," ucap Tama perlahan, "Kalian berdelapan, kan? Ada 3 cowok, dan 5 cewek. Di rumah ini ada 6 kamar, tapi kenapa bisa enggak cukup?"

"Kamar tamunya ada 4, Mas. Selebihnya bukan kamar tamu kata Mr Parker,"

"Kasurku cukup untuk 3 cewek. Gimana kalau nanti Riri dan Maya tidur denganku aja. Jadi salah satu dari kalian bertiga bisa pakai kamar Riri dan Maya,"

Arsen dan Rian berseru mantap, "Setuju!"

"Walaupun kasur ibu king size, tapi kasihan kalau harus tidur bertiga," ucap Feri

"Kasihan neng Riri ya, Fer," celetuk Arsen

Feri hanya membalas dengan cebikan kesal.

"Gini aja deh, Akila tidur di kamar gue aja. Riri dan Maya tidur di kamar Akila, dan salah satu dari kalian bisa pakai kamar mereka,"

"Kenapa namaku disebut-sebut? Ada apa?" tanya Maya yang baru datang

Arsen menjelaskan lagi dari awal. Lalu di akhir Rian berseru mantap, "Gue aja ya yang pindah. Kalian berdua kan udah klop banget tuh tidur sekasur,"

"Omongan lo itu loh, Mas. Bisa bikin salah paham orang yang dengar. Nanti gue dikira ada apa-apa sama Feri," celetuk Arsen dengan wajah geli

"Emang gue mau, dikira ada apa-apa sama lo,"

Kami semua tertawa melihat tingkah mereka berdua. Selama mereka berdua ada di tempat yang sama, pasti ada saja kehebohan yang terjadi.

"Inget ya, walapun ini enggak di Jakarta, sistem kerjanya sama aja. Absen di kantor dulu, baru boleh menyebar untuk urusan masing-masing. Jangan lupa berhubungan dengan tim di Jakarta,"

Mereka sema mengangguk mantap sebagai tanda menyetujui ucapanku.

Kami semua bergegas ke beranda depan. Hampir bersamaan dengan kami, datang seorang perempuan cantik dan anggun. Gerakannya begitu halus dan lembut, dan ia mendekati Tama.

Aku mengharapkan Tama untuk memasang wajah jutek dan sebal ke arah cewek ini, tapi malah senyum lebar yang ku lihat. Rangkulannya di pundakku pun dia lepas untuk mendekati perempuan itu.

Perempuan itu begitu cantik, dengan bentuk tubuhnya yang bagai model. Tinggi, dan berlekuk sempurna di beberapa titik. Pakaiannya tidak terbuka, tapi menonjolkan bentuk tubuhnya yang bagai contrabass itu.

Rambutnya panjang bergelombang dan berwarna coklat kemerahan. Menambah cantik dan tegas mata biru jernih dan wajah tirus miliknya.

Aku pura-pura sibuk dengan isi tas dan sepatuku. Enggak siap untuk melihat kedekatan mereka berdua.

"Siapa itu, Mbak?" tanya Arsen yang berdiri di sampingku. Suaranya begitu pelan, hingga hanya kami berdua yang dapat mendengarnya.

Andai saja kalau gue tau, Sen. Sayangnya, gue juga enggak tau..

***

WANTED! Cat Biru Kesayangan AkilaWhere stories live. Discover now