BAB 1

1.6K 129 82
                                    

Rinai hujan basahi aku

Temani sepi yang mengendap

Kala waktu berganti

Aku tetap takkan berubah

Aku selalu bahagia saat hujan turun

karena aku dapat mengenangmu untukku sendiri

Aku selalu tersenyum sepanjang hari

Karena hujan pernah menahanmu disini untukku...

-Utopia, Hujan

Hari masih pagi, namun hujan sudah turun begitu derasnya semenjak subuh. Suasana masih tetap sepi walau hari sudah menunjukkan pukul setengah delapan. Mungkin orang-orang memilih untuk diam bergelut didalam selimut, andai hari ini bukan hari Senin.

Seorang perempuan baru saja keluar dari ruang kepala sekolah dengan ditemani Bu Beta yang ternyata mengajar Matematika, berjalan menuju ruang kelas XI IPA 1. Headset yang sedari tadi masih sempat menempel di telinganya dilepas dan dimasukkan ke dalam saku rok biru kotak-kotaknya. Ia tampak berjalan santai menuju kelas barunya.

"Baiklah anak-anak, hari ini kita kedatangan murid baru," kata Bu Beta setelah mengucapkan salam, menyapa murid-muridnya, dan meletakkan buku yang ia bawa di atas meja guru.

Semua orang yang ada didalam kelas hanya melirik gurunya sekilas kemudian kembali menelusuri buku mereka masing-masing seolah berita tentang kedatangan murid baru hanya mitos belaka. Perempuan itu hanya bisa melihat mereka dengan gemas dari luar kelas. Pasalnya selama setahun kedepan ia akan sekelas dengan mereka yang sepertinya orang-orang sok jenius yang terobsesi nilai saja.

Entah sudah berapa lama ia berdiri diam di luar sampai ia melangkah ke dalam kelas setelah Bu Beta memanggil dan menyuruhnya masuk, lalu memperkenalkan diri di depan kelas. Perempuan itu, dengan rambut dikucir kuda 1 dan kacamata besar yang menghiasi wajahnya yang agak kecil membuat beberapa orang yang duduk di barisan depan menahan tawa mereka melihat penampilan culunnya yang begitu lucu. Selebihnya tak ada yang peduli, bahkan sama sekali tidak meliriknya.

"Nama saya Alinda Natasha. Saya pindahan dari Batam."

Ia rasa tak perlu menjelaskan panjang lebar tentangnya karena bisa dihitung berapa orang yang hanya melihatnya. Bahkan, tak seorang pun yang mau bertanya tentangnya.

Perempuan yang bernama Alin pun akhirnya dipersilahkan setelah beliau yakin tidak ada hal penting yang disampaikan lagi. Ia duduk di bangku pojok paling belakang dekat jendela. Ia bersyukur bisa duduk disana sendirian karena di sana banyak bangku kosong dan nyaris tidak ada orang dideretan sana daripada duduk di sebelah mereka yang lebih mencintai buku dibanding makhluk indah seperti dirinya. Oke, mungkin ia terlalu percaya diri, tapi tak ada salahnya memuji diri sendiri.

Sementara mereka semua masih sibuk dengan buku dan deretan angka-angka yang terpampang di depan papan tulis, ia memilih duduk diam sambil memandangi hujan di luar jendela yang turun semakin lebat.

***

Bel pulang baru saja berbunyi tepat saat Pak Alfa, guru Fisika yang entah mengapa tampang dan sifatnya benar-benar killer. Alin langsung keluar kelas dengan cepat menuju toilet. Bukan karena pelajaran Fisika, walau sebenarnya emang bikin mual, tapi sedari tadi dia memang merasa tidak enak badan. Entah berapa lama ia berada di dalam toilet, berusaha mengeluarkan isi perutnya yang baru saja diisi dengan makan siang tadi.

"Akhh..." rintihnya pelan sambil memegang perutnya. Entah mengapa kepalanya juga terasa sedikit pusing. Setelah ia merasa agak mendingan, ia pun keluar dari toilet.

Remember Rain(bow)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang