part 2-he's lonely

16K 590 14
                                    

Grace berlari sekuat yang dia bisa. Gadis itu kemudian berhenti tepat di depan ruang bursa efek dan membungkukkan tubuhnya untuk mengatur napasnya yang tersengal. Grace kemudian membasuh wajahnya dengan sebelah tangan, menarik napas panjang lalu kembali menegakkan tubuhnya. Kepalanya sedikit menoleh ke belakang untuk mencari tahu apakah Reynald mengerjarnya atau tidak. Ketika dia mendapati koridor kampus lengang, Grace mendesah lega.

            “Ngapain juga tadi gue pake liatin dia main gitar, sih?” keluhnya pada diri sendiri. Wajahnya sedikit memerah karena kehabisan napas akibat berlari.

            Grace menghembuskan napas keras dan kembali melanjutkan langkahnya menuju ruang kelasnya. Suara nyanyian Reynald beberapa saat yang lalu masih terdengar di telinganya. Suara laki-laki itu cukup bagus untuk ukuran suara laki-laki yang bisa bernyanyi.

            Namun... ada satu hal yang mengganggu pikiran Grace saat ini. Saat Reynald bernyanyi tadi, wajah laki-laki itu begitu datar, tanpa ekspresi dan tatapan matanya terlihat sangat sendu. Seolah-olah ada sebuah masalah yang sedang dipikirkannya hingga beban dari masalah tersebut terlukis jelas di wajahnya.

            “Kenapa bengong begitu?”

            Grace terlonjak saat mendengar satu suara bergema di belakangnya. Refleks, gadis itu menoleh dan mendapati Azizah sedang tersenyum geli ke arahnya. Grace mengerucutkan bibirnya dan mengelus dadanya pelan.

            “Elo ngagetin gue aja, Zah!” seru Grace seraya memukul lengan Azizah pelan. Azizah hanya tertawa dan menyusupkan lengannya ke lengan Grace kemudian melangkah bersama disepanjang koridor kampus.

            “Abis dari mana?” tanya Grace pelan. Dia memang mengajak Azizah berbicara, tetapi perhatiannya tercurah ke hal yang lain.

            “Toilet,” balas Azizah santai. “Lo sendiri?”

            “Hmm?”

            “Elo abis dari mana?”

            “Abis ngeliatin orang main gitar.”

            Azizah berhenti melangkah dan hal tersebut membuat Grace mau tak mau juga ikut menghentikan langkahnya. “Liatin orang main gitar? Siapa?”

            “Rey....”

            Ketika melihat Grace tidak melanjutkan kalimatnya, kening Azizah kontan berkerut. Senyum tipis mulai muncul di bibirnya. Alisnya terangkat satu. Senyum Azizah makin melebar ketika dia melihat Grace salah tingkah dan wajah gadis itu mulai merona merah.

            “Kok berhenti ngomongnya?” tanya Azizah geli. “Maksud lo tadi... lo lagi ngeliatin Reynald main gitar?” godanya.

            Grace pura-pura memasang tampang jengkel dan menggeleng kuat-kuat. “Gue kan nggak nyebut nama Reynald. Gue cuma nyebut nama Rey.”

            “Iya... Rey itu nama panggilannya Reynald,” balas Azizah santai. Grace semakin salah tingkah. Dia tidak ingin sahabatnya ini berpikir yang macam-macam. Dia sama sekali tidak ingin muncul gosip apapun.

            “Zah, apapun yang lagi lo pikirin tentang gue saat ini, itu semua salah. Satu hal yang perlu lo tau... gue nggak suka sama Reynald si adik tingkat yang ngeselin itu!”

            “Emangnya siapa sih yang bilang kalau lo suka sama Reynald? Gue nggak bilang apa-apa, kan?” tanya Azizah sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

FRENEMYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang