FRENEMY

41.5K 714 14
                                    

Motor ninja berwarna merah itu melaju kencang membelah jalan di kota Jakarta. Beberapa sumpah serapah dan makian keluar dari mulut pengendara jalan yang lainnya. Aksi ngebut si pengendara motor ninja tersebut bahkan hampir memakan korban. Seorang pelajar SMP yang hendak menyebrang jalan hampir saja tertabrak oleh motor ninja tersebut, setelah sebelumnya si pengendara mengerem motornya dengan cepat hingga menimbulkan bunyi berdecit yang keras. Kemudian, si pengendara motor membuka kaca helm-nya dan menatap pelajar SMP itu dengan tatapan kesal.

            “Nyebrang jalan liat-liat, dong!” serunya. Detik berikutnya, dia menutup lagi kaca helm-nya dan kembali menjalankan motor ninjanya dengan kencang. Si pelajar SMP tersebut hanya bisa melongo di tempat dan mengelus dada.

            Tidak mudah sebenarnya, mengendarai motor besar seperti motor ninja di tengah suasana jalan kota Jakarta yang sedang macet seperti saat ini. Hari ini hari Senin. Hari dimana semua pelajar, mahasiswa, karyawan kantor, pejabat, menteri, dan lain sebagainya memulai aktivitas mereka. Hari Senin adalah hari yang membuat semua orang menjadi kesal karena harus berangkat lebih awal agar tidak terjebak macet. Termasuk si pengendara motor ninja tersebut. Dia harus mengontrol emosinya karena tidak bisa bergerak kemanapun. Akses untuk keluar dari kemacetan ini tidak ada sama sekali. Nol persen! Dengan jengkel, si pengendara motor melepas helm-nya dan menaruhnya si stang motornya.

            “Sial!” umpatnya. Diraihnya ponsel yang berada di saku celana jeans-nya dan dicarinya nama seseorang di buku telepon ponselnya. Dia sama sekali tidak sadar bahwa dua orang perempuan yang berada didalam mobil sedan di sebelah kanan motornya dan seorang perempuan yang berada didalam mobil Jazz di sebelah kiri motornya sedang menatap ke arahnya tanpa berkedip.

            “Halo?”

            “Zo, dosen udah dateng?” tanya si pengendara motor ninja tersebut tanpa basa-basi. Orang di ujung telepon sana mengerutkan kening ketika mendengar pertanyaan tersebut.

            “Apa? Ini siapa?”

            “Ck! Elo... ini gue!”

            “Gue? Gue siapa?”

            “Reynald!”

            Terdengar tawa di ujung sana. Laki-laki yang bernama Reynald itu mengerutkan kening dan mendengus kesal. “Kenzo! Gue nggak lagi ngelawak! Gue nanya, dosen udah dateng atau belum?”

            “Maaf, Rey, maaf... soalnya nomor lo nggak terdaftar di ponsel gue. Lo ganti nomor, ya?”

            Reynald menggeram kesal dan memutar kedua bola matanya. Ketika dia tidak sengaja menoleh ke kanan, ke arah mobil sedan yang berada di sebelahnya, Reynald menaikkan satu alisnya. Kedua perempuan yang berada didalam mobil sedan tersebut menatap ke arahnya sambil tersenyum penuh makna.

            Reynald balas tersenyum aneh dan memutar kepalanya ke kiri. Ke arah mobil Jazz yang berada di sebelahnya juga. Pemandangan yang sama seperti yang berada di sebelah kanannya. Seorang perempuan dengan setelan kantor sedang menatap ke arahnya sambil mengedipkan sebelah matanya, membuat Reynald seketika bergidik ngeri.

            “Nggak penting gue ganti nomor atau nggak, Zo...,” balas Reynald menahan emosi. Dia berusaha untuk tidak melirik ke kanan maupun ke kiri. Tatapannya kini hanya terfokus ke depan. Ke arah jalanan yang masih saja padat karena kemacetan yang sangat parah dan tidak ada tanda-tanda kendaraan akan bergerak sama sekali. “Gue cuma butuh jawaban lo sekarang juga! Dosen udah dateng apa belum? Gue kejebak macet ini!”

            “Belum,” jawab Kenzo singkat sambil tersenyum geli di kelasnya. Terbayang di benaknya wajah kesal Reynald karena kemacetan yang dialaminya saat ini. Reynald sangat anti dengan kata macet. Dia akan terus cemberut dan marah-marah tidak jelas apabila dia terjebak dalam kemacetan.

FRENEMYWhere stories live. Discover now