Part 6

21.2K 1.1K 40
                                    

Karena kondisi belum mendukung sepenuhnya jadi uploadnya segini dulu yaaaa >_<

Maaf banget kalo cuma sedikit

semoga ga mengecewakan

*peluk dan cium dari indrii*

***

Dengan sabar aku menyuapi Felly dengan bubur. Untung saja pagi ini wajahnya sudah tidak sepucat tadi malam.

“Enak!!” Aku hanya tersenyum mendengar komentar Felly. “Tau kamu bakal perhatian kaya gini, mending aku sakit setiap hari aja.”

“Jangan bicara sembarangan,” celaku pada Felly, sementara dia hanya tersenyum-senyum tanpa dosa.

“Ngomong-ngomong, bajuku siapa yang gantiin? Jangan-jangan kamu yaaa? Huaaa... kitakan belom sah.” Seru Felly mulai histeris. Sekarang Felly memang menggunakan kemeja putihku yang terlihat terlalu besar untuk tubuhnya yang mungil.

“Ck, emang kamu ga inget, tadi malem Lala yang bantuin kamu ganti baju.” Tadi malam Lala memang menyarankan agar mengganti baju Felly, karena baju yang di kenakannya sudah basah karena keringat. “Jangan mikir yang aneh-aneh deh.”

“Ini yang terakhir,” aku menyuapkan bubur terakhir pada Felly “ini jangan lupa kamu minum obatnya, yang putih ini obat penurun panas.” Ku letakkan telapak tanganku di kening Felly, untuk memastikan suhu tubuhnya “tapi karena panas kamu udah turun, jadi ga perlu di minum lagi deh.” Dengan cepat aku menyingkirkan obat penurun panas itu “yang kuning ini vitamin, kalo yang merah ini obat penambah darah, sementara yang hijau ini... hmmm kayanya vitamin juga, yang kecil ini apa ya? Kok kecil banget”

Ting tonggg...

Ting tonggg...

Aku mengerutkan keningku, masih jam setengah tujuh pagi. Siapa lagi orang kurang kerjaan selain Felly, yang datang bertamu pagi-pagi begini?

“Kamu ga bikin ulah yang aneh-anehkan?” aku meneatap Felly dengan pandangan curiga, siapa tahu ini salah satu dari beribu-ribu caranya untuk mengganggung ketentraman hidupku.

                “Bukan aku.” Jawab Felly sambil menggeleng-gelengkan kepalanya dramatis.

                Aku menatap Felly dengan tajam, mencoba mencari kebohongan disana “Serius deh! Bukan aku!”

“Yaudah kamu minum dulu aja obatnya, aku mau liat siapa yang datang.” Aku bangkit dan meninggalkan Felly sendirian di kamar.

Ting tongggg..... ting tongggg..... ting tonggggg..... ting tonggggg.....

“Sebentar!!” huh! siapa sih orang yang bertamu pagi-pagi begini.

Sepertinya Indonesia harus menambahkan pelajaran adab bertamu yang baik dan benar, demi menjaga ketentraman hidup tuan rumah.

Klik!! Baru saja aku akan membuka pintu, seseorang telah mendorong pintu terbuka dari arah luar.

“Lama banget buka pintunya mas!”

“Iya nih kaya yang apartemennya segede apa aja.”

Aku hanya terdiam, menatap bingung pada dua orang yang baru saja memasuki apartemenku tanpa permisi.

“Ngapain kalian ke sini?” tanyaku pada kesua adikku yang dengan santainya sudah duduk di sofa sambil menonton TV.

Mmas Jovan pengen nengokkin Mas lucas katanya.” Jawab Kean cuek, dia adalah adikku yang paling kecil, baru saja masuk kuliah tahun ini.

“Enak aja! Bukannya tadi kamu yang punya ide datang ke sini.” Jawab jovan yang sedang sibuk memilah-milah isi kulkasku, entah apa yang dia cari. Jovan ini adalah adikku yang paling tua, atau bisa di bilang dia adalah anak tengah, karena kami di lahirkan hanya tiga bersaudara. “Tumben banget kulkas mas penuh kaya gini? Mas yang ngisi sendiri nih? Tapi kayanya ga mungkin deh! Atau jangan-jangan kata-kata mami kemaren bener lagi, kalo mas Lucas punya pacar baru dan mau ngelanjutin ke tahap yang lebih serius?” Aku dapat merasakan nada mencibir dari suaranya tadi.

“kayanya ga mungkin deh.” Jawab Kean tanpa diminta.

“Iya juga sih, Mas juga lebih percaya kalo mami bilang bulan bakal nabrak bumi, di bandingkan mami bilang Mas Lucas mau serius sama satu perempuan.” Ck, aku hanya berdecak kesal melihat tingkah kedua adikku ini, mereka membicarakan aku seolah-olah aku tidak ada di hadapan mereka.

“Yan tangkap.” Jovan melemparkan sebuah apel merag pada Kean. Mungkin karena terlalu asik melihat-lihat TV, Kean jadi tidak terlalu memerhatikan kata-kata Jovan, sehingga apel yang tadi di lepar, dengan mulus mendarat mengenai kepala Kean.

“Aduhh!!” Kean mengelus-elus kepalanya yang mejadi tempar apel mendarat.

“Hahahaa... makannya jangan terlalu asik nonton TV.” Ejek Jovan.

BRUK!!

Sebuah bantal melayang begitu saja mengenai wajah jovan. “makannya jangan rese.” Dan akhirnya terjadilah lempar-lempar barang antara mereka berdua. Sementara aku hanya terpaku melihat tingkah kedua adikku yang seperti anak kecil.

“Ada apa sih? Kok rame banget?” tiba-tiba saja pintu kamarku terbuka. Tepat di depan pintu berdiri Felly dengan rambut kusut dan kemejaku yang terlihat kebesaran membalut tubuhnya. Aku bisa merasakan tubuh kedua adikku yang membeku seketika melihat Felly. Sedangkan Felly hanya melihat kedua orang yang tidak di kenalnya itu dengan pandangan polos.

***

I LOVE YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang