Part 1

11.2K 874 130
                                    

Aku mengurut kening yang pusing memikirkannya. Sesuai isi kertas itu ia menungguku di gerbang pintu kantorku. Aku mengintipnya di balik dinding. Ia sedang mengobrol dengan satpam kantor. Dari jauh aku melihatnya itu kepala berkilau terkena sinar senja. Mataku sampai silau, nanti aku akan bawa kacamata kalau bertemu dengannya.

"Hey Eka! Mau ngapain ngintip-ngintip. Samperin itu orang kasian lho udah nungguin dari tadi. Lagian kece juga itu orang biar botak tapi badannya itu. Ugh, gemes Eka"

Amit-amit jabang bayi, kuelus perutku.

"Ya, buat kamu aja kalau gitu. Aku mah emoh" seraya menaikan bahuku geli.

"Kalau dia suka, aku hayuk aja" balasnya. hayuk kemana neraka juga ikut kali ya. Temanku itu berjalan pulang.

Pria itu tetap dalam posisi semula berdiri sambil menyenderkan tubuhnya yang kekar itu ke pintu gerbang. Aku harus cari cara melewati gerbang itu. Sebaiknya aku harus cari teman yang bawa motor. Mataku ini mengelilingi bagian luar. Aku menemukan Satria yang sedang menstarter motornya. Dengan langkah seribu aku sudah ada di belakangnya.

"Satria, mau pulang?" Tanyaku manis.

"Iya, kenapa?"

"Aku boleh ikut nggak?"

"Yah, aku mau bareng sama Novi Ka. Gebetan aku" bisiknya. Alamak, sepertinya aku harus menyerah. Kemarin aku sudah lolos dari Pria botak itu sekarang malah tidak ada bantuan lagi.

"Ya, udah pergi sana!" Ucapku sewot. Sepandai-pandainya aku menghindar akhirnya bertemu juga. Kantor sudah sepi, dengan berat hati, dengan kaki berat pula untuk melangkah dan berat mata ini untuk melihatnya lagi. Aku menarik napas sedalam-dalamnya sebelum melewati gerbang itu yang berpenghuni hantu botak. Ups.. maaf.

Aku berjalan menunduk saat melewatinya. Syukur-syukur nemu uang yang jatuh.

"Eka?" panggilnya.

"Ya" sahutku keceplosan. Dasar bodoh kenapa aku menjawab panggilannya, runtukku dalam hati. Kaki ku berhenti melangkah seperti ada yang memeganginya.

"Baru pulang kerja?" Tanyanya. Aku masih menundukan kepalaku.

"Iya" jawabku singkat. Ia berdehem pelan.

"Tadi takoyaki nya dimakan tidak?" Waduh kenapa menanyakan itu lagi, yang pasti sudah pindah ke perut cacing-cacingku. Bahasanya formal sekali.

"Oh, itu terimakasih" Aku mendongakkan kepalaku sekilas, tak kuat melihatnya aku mengalihkan pandanganku ke depan.

"Sama-sama, mau pulang?" Ya iyalah masa iya aku mau menginap di sini.

"Iya"

"Saya antar ya?" Weeeew, ia mau mengantarku dengan apa?. Setiap hari ia berdiri di depan gerbang dan aku tidak melihat ia membawa kendaraan.

"Nggak, makasih. Saya mau pulang dulu" Ku lanjutan perjalananku yang tertunda namun tanganku di cekalnya dengan cepat dan keras. Ia mengerahkan tenaganya untuk gadis kurus seperti aku?. Patut dijauhi tanganku sakit, aku meringis.

"Maaf, saya refleks" Ia melirik pergelangan tanganku yang memerah. "Maaf" ulangnya lagi. Lagian itu tenaga sama besarnya seperti badannya. Handphoneku berdering, aku merogoh dikantung jeans bagian depan kanan.

Ibu calling..

"Hallo, bu. Ada apa?" Jawabku to the point.

"Eka, kamu ada dimana?"

"Di depan kantor, bu. Kenapa?"

"Kamu langsung ke rumah sakit ya!" Ucap ibuku panik.

"Lha, kenapa ke rumah sakit. Aku mau pulang ke rumah" sahutku.

Love Is Simple (GOOGLE PLAY BOOK)Where stories live. Discover now