“Bagus! Kalau dosen udah dateng dan gue belum sampai di kampus, tanda tanganin absen gue, paham?”

            “Sip, Bos...,” balas Kenzo semangat.

            Reynald menghembuskan napas berat dan memutuskan sambungan telepon. Ditaruhnya lagi BlackBerry miliknya ke saku celana jeans-nya. Ketika mobil-mobil di depannya sudah mulai berjalan, meskipun belum terlalu lancar, Reynald langsung mengenakan helm-nya dan menggas motornya gila-gilaan, setelah sebelumnya dia menoleh ke kanan dan mengedipkan satu matanya untuk dua orang perempuan yang berada didalam mobil sedan. Akibatnya, dua orang perempuan tersebut berseru kegirangan dan mendapat protes dari mobil yang berada di belakangnya dengan cara membunyikan klakson sekeras mungkin karena mobil mereka tak kunjung bergerak.

~~~

“Grace!”

            Grace Anindya, seorang gadis manis berambut panjang bergelombang dan menutup punggungnya. Memiliki kedua bola mata berwarna cokelat terang dan hidung yang mancung. Kulitnya yang putih serta bibir yang kemerahan membuatnya diidolakan oleh mahasiswa di Universitas Harapan Bangsa. Ketika mendengar namanya dipanggil, Grace menoleh dengan cepat dan tersenyum saat Azizah, sahabatnya sejak semester satu menghampirinya.

            “Hai,” sapa Grace ramah. Gadis itu menggamit lengan Azizah dan keduanya berjalan beriringan di sepanjang koridor kampus. Di sepanjang koridor, tak henti-hentinya Azizah memperhatikan para mahasiswa yang menatap ke arah Grace secara terang-terangan. Azizah sampai menggelengkan kepalanya dan berdecak kagum.

            “Kenapa, Zah?” tanya Grace santai. Gadis itu sendiri tidak ambil pusing dengan tatapan-tatapan memuja yang jelas-jelas ditunjukkan ke arahnya. Entah karena Grace tidak ambil pusing atau tidak tahu akan hal itu.

            “Lo nggak sadar?” tanya Azizah sambil menatap Grace. Yang ditanya hanya menggeleng polos hingga membuat Azizah tertawa pelan.

            “Apaan, sih, Zah?” tanya Grace bingung. Dia menoleh ke kanan dan ke kiri dan mendapati tatapan-tatapan yang diarahkan para mahasiswa ke arahnya dan Azizah. “Zah, jangan ketawa kayak gitu. Elo diliatin sama mereka semua, tau!”

            Langkah kaki Azizah seketika terhenti. Gadis itu tersenyum geli ke arah Grace. Ditepuk-tepuknya pundak Grace dengan pelan.

            “Grace... mereka tuh nggak ngeliatin gue. Mereka itu ngeliatin elo....”

            “Hah? Gue?” tanya Grace seraya menunjuk dirinya sendiri. “Emang gue kenapa, Zah? Ada yang salah ya sama muka gue? Ada kotoran ya di muka gue? Bersihin, dong, Zah!”

            “Mereka ngeliatin lo karena lo itu cantik, Grace! Masa, sih, lo nggak sadar? Lo tuh disukain sama banyak cowok di kampus ini, tau....”

            Sekarang, ganti Grace yang tertawa. Terkadang, Azizah merasa heran dengan sahabatnya ini. Grace adalah gadis yang cantik dan baik hati. Dia juga cerdas dan pandai berkomunikasi. Tapi, dia sama sekali tidak mempunyai niat untuk berpacaran. Pernah suatu hari, Azizah menanyakan kenapa Grace tidak ingin berpacaran dan Grace hanya berkata bahwa dia ingin fokus dengan pendidikannya terlebih dahulu. Padahal, kalau Grace membuka sayembara detik ini juga, Azizah yakin bahwa akan banyak laki-laki yang mendaftar. Meskipun diidolakan oleh banyak laki-laki di kampus, Grace tetap bersikap biasa saja. Tidak menjadi sombong seperti kebanyakan mahasiswi di kampus ini. Yang selalu membanggakan wajah cantik mereka dan harta kekayaan orangtua mereka.

            “Masa? Ah, perasaan lo aja mungkin, Zah,” balas Grace sambil kembali berjalan. Di sebelahnya, Azizah menyamakan langkah Grace. Tuh, kan, benar, kan? Batin Azizah pelan.

FRENEMYWhere stories live. Discover now