Zeus adalah Kakekku

293 8 0
                                    

Ruangan ini terlihat tua dengan dinding-dinding bewarna coklat yang sudah pudar dan lantai dengan warna yang serupa. Ruangan ini hanya dilengkapi dua kursi dan satu meja yang berseberangan serta sebuah meja diantaranya. Kursi yang aku dan Leo duduki bewarna coklat muda, begitu juga dengan mejanya. Tapi hanya satu perlengkapan yang tidak bewarna serupa, yaitu kursi ungu yang diduduki oleh Bapak separuh baya berbadan besar dan pendek. Beliau adalah Dionysus, Dewa Anggur, aku masih ingat dengan dongeng-dongeng mitologi yang sering diceritakan Ayahku saat aku dan Leo masih kecil. Dia nyata. Cerita-cerita mitologi Yunani yang selama ini aku dengar, yang selama ini diceritakan oleh Ayahku adalah nyata. Tapi aku tidak menyangka kalau Dewa yang berkedudukan Olympus seperti Dionysus bisa berperilaku seperti Bapak Tua yang Pemabuk. Aku masih ragu kalau dia adalah Dionysus yang asli, bahkan aku masih ragu kalau Dionysus beserta Dewa-Dewi Yunani itu nyata.
Dionysus masih tidak berbicara pada kami, dia bahkan tidak menatap kami sedikit pun. Kakinya diangkat diatas meja dan tangannya memegang segelas anggur, sesekali menyesapnya. Aku melirik Leo dan aku bisa melihat raut bingungnya. Dia juga bingung? Ini kejutan. Aku kira dia tahu segalanya tentang ini.
"Pak, apa Anda akan menahan kami selamanya disini?" aku akhirnya bertanya mewakili Leo.
Aku bisa melihat dari sudut mataku kalau Leo sedang melotot padaku setelah aku mengatakan hal itu. Seolah-olah perilaku ku salah saja, siapa suruh membuat aku bertanya-tanya sejak tadi? Selama ini aku dibohongi olehnya, bahkan oleh Ayahku juga. Mereka menutupi segalanya, seolah-olah Ibuku sudah tidak ada. Selama ini aku mengira kalau hidupku membosankan, aku tidak pernah bisa keluar bersama teman karena memiliki kakak yang protektif, Ayahku tak kembali karena pekerjaannya seperti tidak punya waktu libur sama sekali, dan aku selama ini bertanya-tanya bagaimana bisa jarak Leo dan aku saat lahir hanya terpaut 7 detik. Masih banyak hal yang tidak terjawab dan harus segera aku tanyakan pada Leo. Dia tidak bisa terus-terusan melotot padaku seperti aku melakukan kesalahan.
"Kalian bisa keluar sekarang." jawab Dionysus tanpa memandang kami.
Aku menatap Leo dan Dionysus bergantian.
"Pak maafkan kembaran saya karena sudah lancang bertanya." ujar Leo.
"Aku tidak pernah menyuruh kalian untuk datang kesini. Chiron yang seharusnya menangani kalian. Dari awal aku tidak peduli dengan anak kecil seperti kalian. Sudah kukatakan kalau Chiron bisa mengurus perkemahan ini lebih baik dariku tapi Zeus selalu marah setiap kali aku memohon padanya. Katanya ini tugas. Persetan dengan tugas." kali ini Dionysus mengatakannya sambil menatap kami.
Tepat setelah mengatakan hal itu, suara petir menggelegar diatas kami.
Aku terkesiap. Apa yang barusan adalah petir Zeus? Atau mungkin hanya kebetulan? Zeus adalah Dewa Petir dan Dewa Langit. Ia juga termasuk Dewa-Dewi Olimpia dan 3 Dewa bersaudara yang paling tinggi tingkatannya bersama Poseidon sang Dewa Laut dan Hades sang Dewa Alam Bawah. Begitulah yang aku tahu dari dongeng masa kecil Ayahku. Kalau benar Ibuku adalah Athena, berarti secara teknis, Zeus adalah kakekku. Tapi apalah arti dari pohon keluarga. Dewa-Dewi Yunani bisa menikahi siapa saja, saudara, ibu, ayah, anak, kakek, nenek, bahkan cucu karena mereka tidak memiliki DNA. Memikirkan ini membuatku gila dan takut.
"Terima kasih Pak, permisi." ujar Leo sebelum mengajakku keluar.
Saat Leo sudah membuka pintu setengah, aku akhirnya bertanya.
"Pak, apa tadi itu Dewa Zeus?" pertanyaan ini tidak salah kan? Aku tidak tahu apa-apa.
"Apa kau meragukan petir di siang yang cerah?" pertanyaannya retoris, lalu dia berkata dengan ekspresi khawatir yang dibuat-buat. "Oh siapkan payungmu mungkin saja sebentar lagi hujan!" Ia memutar bola matanya.
Sedetik setelah Dionysus berbicara, petir kembali terdengar tanpa ada tanda-tanda akan turun hujan bahkan mendung saja tidak. Aku dan Leo melangkah keluar ruangan.
Kali ini aku tahu dua hal. Yang pertama, tadi itu benar-benar petir Zeus. Dan yang kedua, Dionysus berbicara dengan bahasa sarkasme.

Anak-Anak Athena: si Kembar HalbartWhere stories live. Discover now