"Dongeng Sebelum Tidur"

Start from the beginning
                                    

Mi Ae tidak terlalu merperhatikan percakapan para 'kakak'nya dan sibuk menghabiskan roti di tangannya yang tinggal sedikit

"Ada informasi lain ? Seperti siapa para bandit hitam itu" tanya Sang Ryung. Tidak ada kemajuan untuk roti yang dimakan Sang Ryung. Bahkan di panti pun, makan Sang Ryung paling lambat dibandingkan anak laki-laki yang lain.

Jeong Il menggelengkan kepalanya. "Tapi kudengar akhir-akhir ini hubungan keluarga Kim dan Lee sedang memburuk jadi aku menyimpulkan mereka utusan dari Keluarga Lee"

"Bukankan Hye Soon noonim sudah memutus hubungannya dengan keluarga Kim ?" tanya Sang Ryung dengan berat. Tampak sekali Sang Ryung berusaha menahan amarah.

"Tapi Hye Soon noonim masih murni keturunan keluarga Kim" jawab Jeong Il. Jeong Il lebih bisa menguasai dirinya ketimbang Sang Ryung.

Sang Ryung meremas-remas sisa potongan roti di tangannya. Kenapa pertikaian para aristokrat itu harus melibatkan anggota keluarganya yang tidak ada hubungannya itu. Seul Bi pun tidak melanjutkan melahap rotinya. Entah kemana perginya nafsu makannya.

"Oppa ! Oppa ! Apa kita akan naik kapal ?" tanya Mi Ae tiba-tiba.

Ketiga 'kakak' itu menatap kaget ke arah Mi Ae. Gadis kecil itu masih sangat polos dan tatapannya lurus tanpa dosa. Jeong Il langsung mendekati Mi Ae dan mengangkatnya tinggi-tinggi dalam gendongannya.

"Yup. Kita akan ke Hanseong" jawab Jeong Il

"Sungguh ?!" Senyum Mi Ae menghiasi wajahnya. Kedua pipi tembam-nya sangat menggemaskan.

Seul Bi tersenyum kecil. Pikirannya berubah lebih positif. Mereka akan baik-baik saja. Pasti.

Sang Ryung melanjutkan memakan rotinya diikuti Seul Bi. Hanya mereka berdua yang belum menghabiskan sarapannya.

"Hyung, Noona. Ayo cepat ! Kapalnya berangkat sebentar lagi !" panggil Jeong Il dari kejauhan.

Seul Bi memperbaiki Jeonmo yang dipakainya dan bergegas mendekati Jeong Il dan Mi Ae yang sudah berdiri di bibir jembatan hendak menaiki kapal. Sang Ryung mengekor tepat dibelakang Seul Bi, masih menundukkan kepalanya dalam-dalam.

Keempatnya berhasil naik ke atas kapal tanpa kendala dan duduk di kabin bersama dengan penumpang yang lain. Mi Ae yang baru pertama kali menaiki kapal tampak sangat antusias dan seringkali berlarian kalau tidak diawasi oleh Jeong Il. Seingat Seul Bi, ini adalah pertama kalinya ia menaiki kapal tapi entah kenapa rasanya tidak asing. Di sisi lain Sang Ryung langsung mengambil posisi tidur sambil duduk dan menggenggam erat sarung pedangnya.

Seul Bi mengusap-usap wajahnya. Dirinya pun masih merasa mengantuk tapi berusaha untuk tetap terjaga, setidaknya sampai kapal mulai berlabuh.

"Kau ingin dibacakan buku ?" tanya Sang Ryung tiba-tiba.

Seul Bi menoleh kaget ke arah Sang Ryung yang sudah memejamkan matanya. Apa Sang Ryung mengigau ?. Tidak lama kemudian Sang Ryung membuka kedua matanya karena tidak kunjung mendapat jawaban dari Seul Bi.

"Kita bukan anak kecil lagi" jawab Seul Bi pelan sambil tersenyum geli.

"Aku hanya ingin menanyakannya" balas Sang Ryung lalu memejamkan matanya lagi.

Seul Bi jadi teringat saat-saat dirinya masih berstatus anak baru di tempat Hye Soon noonim. Saat itu Hye Soon noonim menunjuk seorang anak untuk mengurusnya dan anak itu tidak lain adalah Sang Ryung.

Seul Bi ingat saat itu masih musim bersalju. Seul Bi terbangun di tempat Hye Soon noonim tanpa mengingat apa-apa. Saat itu Seul Bi masih anak-anak. Anak-anak yang belum mengerti apa artinya perang, apa artinya wilayah geografi, apa artinya hukuman, apa artinya waktu. Anak-anak yang tentunya tidak mengerti apa itu 'Amnesia'.

Seul Bi terbangun dengan perasaan aneh tapi tidak bisa mendeskripsikannya melalui kata-kata. Seul Bi hanya tidak cukup banyak mengenal kata-kata untuk bisa ia gunakan sebagai bahan deskripsi. Yang bisa dilakukannya hanya terdiam dengan perasaan aneh.

Seingatnya Sang Ryung adalah anak yang aneh. Sang Ryung adalah pengurus Seul Bi tapi yang dilakukannya hanya makan bersama dan menemani tidur dengan membacakan buku.

"Hei ! Kamu !"

Seul Bi yang sejak tadi hanya melamun menoleh ke arah Sang Ryung

"Sarapannya sudah siap ! Ayo cepat ! atau bagianmu kuambil !"

Seul Bi terhenyak. Bergegas ia turun dari daecheong dan berjalan dengan tertatih-tatih sambil berpegangan pada pinggiran daecheong. Kakinya masih sakit sejak pertama kali ia tersadar di tempat Hye Soon noonim. Entah apa yang terjadi padanya sebelum ia tersadar, yang jelas ia tersadar dengan rasa sakit di sekujur tubuhnya.

Sang Ryung berjalan di depannya tanpa bicara lagi. Seul Bi harus mati-matian berjalan mengejar Sang Ryung yang terus berjalan lurus tanpa menoleh. Setiap kali Sang Ryung sudah berbelok, Seul Bi akan mempercepat langkahnya mengejar Sang Ryung dan saat dirinya berbelok, ia akan melihat sosok Sang Ryung yang berdiri di dekat persimpangan menungguinya lalu melanjutkan langkahnya, berjalan di depan Seul Bi seperti sebelumnya. Selalu seperti itu.

Sang Ryung hanya menatap Seul Bi datar. Entah Sang Ryung berusaha peduli atau cuek. Seul Bi tidak mengerti.

"Sang Ryung ! Sudah kubilang kaki Seul Bi masih luka ! Kenapa tidak kau bantu Seul Bi berjalan kemari ?!" protes Jeong Ah eonni .sesampainya di ruang makan.

"Biarkan dia berlatih jalan sendiri" jawab Sang Ryung.

Tuh kan, Seul Bi tidak mengerti Sang Ryung itu peduli atau cuek.

Malam harinya Sang Ryung akan tiba di kamar Seul Bi lebih dulu ketimbang Seul Bi, lengkap dengan buku di tangannya. Saat itu Seul Bi masih dalam proses penyembuhan dan penyesuaian jadi kamar Seul Bi masih terpisah dari anak yang lain.

"Cepat berbaring ! Akan kubacakan buku" perintah Sang Ryung.

Itu peraturan yang dibuat oleh Sang Ryung. Setiap kali Sang Ryung membacakan buku, Seul Bi harus sudah berbaring di kasur-nya

"Ne" Seul Bi mengangguk patuh. Seul Bi berjalan tertatih-tatih menuju kasur-nya dan berbaring. Kalau sudah begitu Sang Ryung akan duduk bersila di samping Seul Bi dan membuka buku di tangannya.

"Hari ini akan kubacakan cerita tentang 'Seorang Petani'"

'Aku tahu cerita itu' batin Seul Bi. Ia tau begitu saja, entah kenapa.

Sang Ryung akan mulai membacakan bukunya. Sang Ryung saat itu masih belum terlalu fasih membaca. Cara membacanya masih terputus-putus. Masih banyak kosakata yang belum dimengertinya. Kalau sudah seperti itu Sang Ryung akan terdiam agak lama dan menerka-nerka maksud dari cerita yang dibacakannya lalu melanjutkan membaca.

Seul Bi tidak mengerti sosok Sang Ryung. Di pikirannya saat itu, Sang Ryung hanyalah anak aneh. Sosoknya yang mirip peri berambut emas membuatnya tampak unik dari yang lain. Seul Bi hanya tidak bisa menerka sifat Sang Ryung yang sebenarnya.

"Komawo..." bisik Seul Bi sebelum terlelap.

1. Ahjussi : Paman

Nabi "Butterfly"Where stories live. Discover now