→ Prolog ←

12K 528 67
                                        

Kiera menatap pantulan dirinya di cermin, kepalanya ia gelengkan berkali-kali hingga membuat kuncir duanya bergerak-gerak lucu. Ia berjalan mengambil ransel bergambar Hello Kitty di meja belajar lalu berjalan menuruni tangga menuju meja makan.

Hari ini adalah hari pertamanya di kelas 3 SD. Itulah alasan mengapa gadis yang memiliki lesung pipi di sebelah kanan itu bersemangat sekali pagi ini. Dua yang minggu lalu, saat penerimaan rapor, gadis kecil itu mendapat rangking dua. Padahal sebelum-sebelumnya dia tidak pernah tergeser dari rangking paling atas di kelasnya. Posisinya tersebut telah diambil oleh sabatnya sendiri, Alvaro Pranata. Kiera sempat menangis saat itu, merengek pada mama dan papanya, meminta supaya ia rangking satu lagi. Alvaro yang merasa bersalah akhirnya menenangkan Kiera dan meminta maaf atas rangking yang ia dapatkan sambil membawa dua buah es krim kesukaan Kiera. Lucu memang.

Di meja makan ia hanya melihat kakak laki-lakinya yang sedang memakan nasi goreng buatan Bi Rumi. Di sebelah piring kakaknya, sudah tergeletak manis sebuah buku pelajaran yang terbuka.

Hanya ada kakaknya disini, Kiera yakin mamanya pasti ada di dapur. Gadis kecil itu berlari menuju dapur.

"Ma, Kiera berangkat sekolah sama siapa?"

Lily menghampiri anaknya yang baru saja genap berumur 8 tahun itu, lalu tersenyum. "Papa ada pasien tadi shubuh sayang. Kiera berangkat sama Varo ya?"

Kiera terdiam beberapa saat, matanya berkedip-kedip lucu. Lalu ia menggeleng keras.

"Gak mau, Ma. Kiera kan lagi berantem sama Varo."

Lily mengerutkan dahinya, lalu tersenyum dan mengelus puncak kepala Kiera. Dituntunnya anak perempuannya itu menuju meja makan, menghampiri Kevin–kakak Kiera yang umurnya terpaut tiga tahun di atas Kiera.

"Kiera berantem gara-gara apa sama Varo?" tanya Lily.

Lily menaruh sepiring nasi goreng beserta telur mata sapi di hadapan Kiera, lalu duduk di kursi kosong sebelahnya.

"Kemarin Varo narik-narik rambut Kiera pas kita lagi main monopoli."

Lily tersenyum menatap anaknya, "Varo iseng banget, deh. Berangkat sekolah sama Bang Kevin mau?"

Kevin menaruh sendok di atas piringnya yang sudah kosong, lalu meneguk segelas air putih. Di tutupnya buku pelajaran yang sedari tadi ia baca sambil makan.

"Gak bisa, Ma. Kevin mau berangkat sekarang, lagian Kiera pasti selesainya sejam lagi, nasi gorengnya aja belum di makan sama sekali. Kiera berangkat sama Varo aja ya," tolak Kevin.

Kiera menatap kakaknya sambil mengerucutkan bibir. "Abang jahat banget sama Kiera. Kiera kan kalo makan nggak selama itu!"

Kevin hanya mengangkat bahu.

"Ma, Kevin berangkat dulu ya?" Kevin mencium punggung tangan Lily lalu mencubit kedua pipi adiknya kuat-kuat.

"Ih, Bang Kevin jahat banget, sih!"

Lily menggelengkan kepalanya metatap kedua kakak beradik itu.

"Hati-hati di jalan, sayang," ucap Lily yang dibalas senyuman oleh Kevin.

***

"Mungkin Varo udah berangkat, ma. Gak dibuka-buka pin--"

Perkataan Kiera terintrupsi karena pintu di hadapannya terbuka. Menampakkan seorang wanita dengan celemek memasak. Melihat siapa yang berada di depan pintu, wanita itu tersenyum hangat.

"Eh, Kiera ... Mau berangkat sama Varo, ya? Masuk dulu sini, Varo nya masih ambil tas," kata Renita–mama Alvaro–pada gadis kecil di depannya.
.

"Ya udah. Mama pulang ya, Ra. Ren, nitip Kiera ke Alvaro ya? Papanya ada pasien tadi pagi-pagi banget."

Renita mengangguk lalu tersenyum.

Tidak lama setelah itu, Alvaro mengeluarkan sepedanya dari garasi rumahnya. Matanya sempat menangkap sosok gadis kecil yang tinggal di samping rumahnya tengah menatap dirinya dengan bibir mengerucut. Sebuah senyum kecil muncul di wajah anak laki-laki itu.

"Ayo, Ra. Kita berangkat," ajak Alvaro yang hanya dibalas anggukan tidak ikhlas oleh Kiera.

Mereka berdua berpamitan kepada Renita.

"Hati-hati di jalan ya, nak."

Alvaro dan Kiera mengangguk bersamaan.

Alvaro menuntun sepedanya sampai di pos masuk komplek tempat tinggal mereka. Kiera memegangi tali ranselnya dan berjalan menunduk. Enggan memulai pembicaraan dengan seseorang yang kemarin menarik rambutnya, padahal ia sama sekali tidak melakukan kesalahan. Intinya, sekarang ia malas sekali dengan sosok di sampingnya.

"Kiera masih marah ya? Lagian kemarin Kiera lucu banget rambutnya dikuncir kayak air mancur ke atas gitu, Varo kan jadi pingin narik-narik."

Kiera menatap sebal Alvaro. "Tapi kan sakit! Varo jahat pokoknya."

Alvaro terkekeh geli, ia gemas sendiri melihat sahabat sekaligus tetangganya sejak kecil itu.

Alvaro naik ke atas sepedanya, lalu melirik Kiera yang masih terlihat enggan menatapnya. "Naik, Ra. Nanti kita terlambat loh."

Kiera naik ke sepeda Alvaro. Ia berdiri di belakang lalu berpegangan pada pundak Alvaro. Alvaro mulai mengkayuh sepedanya dengan sedikit kesusahan karena beban di atas sepedanya bertambah. Kecil-kecil gitu, Kiera berat juga ternyata.

"Maafin Varo, Ra. Jangan marah terus."

"Janji dulu Varo gak bakal jahatin Kiera lagi!"

Alvaro tersenyum walau Kiera tidak bisa melihatnya.

"Oke-oke. Varo janji gak bakal jahatin Kiera lagi."

"Sama nanti pulang sekolah, Kiera mau es krim!"

Alvaro mengangguk angguk, "iya nanti beli es krim."

Mendengar itu Kiera tersenyum lebar, lalu mengulurkan jari kelingkingnya ke depan wajah Alvaro. Membuat pandangan Alvaro sedikit terganggu dan sepedanya oleng.

"Ra nanti dulu dong, Varo gak bisa liat jalan. Nanti kita jatuh!"

Kiera terkekeh, lalu menyingkirkan tangannya dari pandangan Alvaro. Kedua tangan gadis itu reflek memukul-mukul pundak Alvaro karena tertawa.

Tidak butuh hitungan menit, sepeda yang mereka naiki terguling ke samping. Bersamaan dengan teriakan Kiera.

"Aduh, Varo! Gimana sih bawa sepedanya, jatuh kan!"

"Ya Kiera ngapain pukul-pukul Varo?"

***

A/n :

Ini cerita pertamaku diwattpad yey. Sorry, kalau ini amatir, abal, gak jelas, dan yagitu. Tapi aku harap kalian suka ya!. Tolong vomments nya ya. Kritik dan saran juga akan sangat membantu (:

23 Januari 2016

UnderstandWhere stories live. Discover now