DOP - 3

5.7K 580 19
                                    

Sejak kejadian Prilly yang menemukan Digo dengan saudaranya tak membuat hubungan mereka merenggang, malahan mereka melupakan apapun kejadian yang bisa merusak hubungan mereka.

"Prilly, saat kamu tahu aku sedang dengan wanita lain di mana pun dan kapan pun itu, kamu harus ingat satu hal, pada akhirnya nanti aku akan kembali bersama mu. Begitupun kamu, dengan siapa pun kamu pada akhirnya nanti kamu akan kembali bersama ku."

Prilly merona saat Digo mengatakan itu. Kata-kata itu bagai mantra ajaib yang mampu menguatkannya. Keyakinan Prilly bahwa Digo akan kembali ke sisinya walaupun dia mendua di sana.

Selama tiga tahun menjalin hubungan dengan Digo, selama itu juga air mata Prilly terus mengalir saat dia melihat kekasihnya dengan wanita lain. Melalui mantra ajaib itu wajah Prilly kembali tersenyum. Itu lah cara Prilly untuk tetap bisa bertahan untuk terus berada di sisi Digo.

"Dia akan tetap kembali kepadaku, dia hanya sedang mencari hiburan di luar sana, dan aku harus bisa mengerti. Aku sayang dia, aku cinta dia, dan dia juga begitu kan," ucap Prilly di hati saat melihat Digo kembali berjalan bersama Meta.

"Sabar Prilly, hubungan mu lebih penting dari ego mu. Pertahankan itu." Air mata luluh juga, Prilly memilih pergi dari pada membuat hatinya semakin sakit.

Menguatkan diri sendiri dan berharap semua akan baik-baik saja, begitu pun hubungan Prilly dan juga Digo.

Malam harinya Digo datang ke rumah Prilly, untuk sekedar ngobrol dan berbincang santai bersama. Satu bungkus martabak manis menjadi buah tangan dari Digo untuk keluarga Prilly.

"Digo, gak usah repot-repot bawa kaya gini segala. kalau mau main mah main aja gak apa-apa."

"Gak apa-apa bu cuma bawa ini aja kok."

"Terima kasih ya Digo."

"Sama-sama bu."

"Kamu repot-repot segala bawa kaya gitu, makasih ya," ucap Prilly saat mama sudah masuk ke dalam.

" Gak apa-apa cuma itu aja."

Canda tawa terjadi di antara mereka, rona bahagia terpancar dari keduanya, seakan beban masalah tak pernah ada di antara mereka.

"Kita jalan-jalan sekitar sini aja yuk," ajak Digo.

"Ayo, tapi aku pamit dulu ya sama mama."

"Aku ikut, aku juga mau pamitan."

Setelah berpamitan mereka pergi jalan-jalan di sekitar perumahan Prilly. Walaupun hanya berjalan kaki, tapi mereka menikmati kebersamaan yang terjadi. Bergandeng tangan bercerita, bahkan menggosipkan orang yang lewat di hadapan mereka untuk sekedar lelucon.

"Kebahagiaan ku saat ini adalah dia, tak ada salahnya jika aku memperjuangkannya. Bersamanya aku merasa nyaman, tak peduli orang lain mau berkata apa tentang dia, semua ini aku yang rasakan. Walaupun air mata menjadi saksi setiap langkah ku, aku tetap mencintainya." Batin Prilly saat melihat Digo tertawa lepas bersamanya.

Bahagianya cukup sederhana, bersama orang yang di cintai semua akan terasa indah.

***

Upacara kelulusan di sekolah Prilly baru saja berakhir, murid-murid kelas tiga menyambut bahagia karena usaha mereka terbayar sudah selama tiga tahun ini dengan selembar ijazah di tangan mereka. Prilly ingin melanjutkan lagi sekolahnya ke jenjang yang lebih tinggi, ada salah satu Universitas yang sangat di inginkan Prilly dari dulu dan itu ada di luar kota. Universitas Brawijaya di kota Malang

Prilly sempat mengutarakan keinginannya itu pada orang tuanya, awalnya mereka tak mengizinkannya, tapi Prilly berhasil meyakinkan walaupun dengan syarat Prilly harus sering memberi kabar setiap harinya pada mereka dan Prilly menerima persyaratan itu.

Sore ini Prilly sedang merayakan kelulusannya bersama Digo di salah satu kedai es krim yang terkenal di tempatnya. Es krim vanilla menjadi pilihan Prilly dan coklan untuk Digo.

"Digo, nanti kamu mau lanjutin sekolah dimana?" tanya Prilly di sela-sela makan es krimnya.

"Aku gak kuliah Prill."

"Terus kamu mau ngapain kalau gak kuliah, langsung mau kerja?"

"Enggak, aku mau daftar jadi TNI aja."

"Kenapa gak kuliah aja, jadi kita bisa sama-sama."

"Aku punya cita-cita ingin jadi tentara Prill, jadi aku lebih milih jadi TNI aja."

"Oh gitu, ya sudah aku doakan semoga kamu berhasil meraih cita-cita kamu itu ya."

"Terima kasih ya Prill."

"Iya sama-sama."

Karena cita-cita dan keinginan mereka yang berbeda itu membuat mereka harus terpisah untuk sementara waktu. Mereka harus sama-sama menyampingkan ego masing-masing untuk tetap bisa bersama demi cita-cita mereka berdua.

Waktu mereka berpisah semakin dekat, Prilly akan lebih dulu pergi ke kota Malang, sedangkan Digo masih akan tetap berada di Madiun untuk beberapa hari ke depan. Digo akan mengantar Prilly ke stasiun, karena Prilly akan naik kereta menuju kota Malang. Prilly akan menempuh perjalanan selama empat jam.

Digo dengan setia menemani Prilly menunggu keretanya datang. Salama itu juga Digo tak melepaskan genggaman tangan Prilly, dan Prilly merasa sangat di lindungi.

Rasa tak ingin berpisah kembali menjalar di hati. Tapi kenyataan dan tuntutan hidup tetap harus mereka jalani.

"Baik-baik ya kamu di sana. Jangan yang aneh-aneh, jangan sampai telat makan, jaga diri kamu tinggal di kota orang. Jangan lupa kabarin aku juga ya," pesan Digo.

"Pesan mu banyak sekali Digo."

"Hei, itu belum selesai, masih ada lanjutannya lagi."

"Apa?"

"Jaga hati aku yang aku titipkan ke kamu, jangan rusak dia apa lagi buat dia hancur. Tunggu aku datang ke sana ya."

"Kamu juga jaga hati aku, hati aku sudah banyak perban karena ulah mu Digo, jangan sampai aku transpalasi hati aku yang rusak dengan yang baru."

"Kamu ada-ada aja." Digo mengacak-acak rambut Prilly.

"Digooo, rambut aku berantakan ini, kamu mah yang romantis kek, orang mau aku tinggal pergi juga."

"Ih bawelnya pacar aku ini, ini juga romantis kali." Digo mencubit pipi Prilly gemas.

"Aaawwww, mamaaa aku di aniaya menantu mu ini." Adu Prilly pada mamanya.

"Cie yang bilang menantu sama mamanya. Mau banget ya cepet-cepet di lamar."

"Apa sih kamu." Wajah Prilly bersemu merah menahan malu.

"Itu mukanya merah, malu ya keceplosan. Hahaha."

"Terus aja terus ketawain aku, terus aja sampai kamu sukses."

Bukannya berhenti Digo malah semakin gencar menggoda Prilly.

Kereta yang akan di naiki Prilly tiba, Digo membantu Prilly membawa barang-barangnya sampai ke dalam gerbong. Ini saatnya mereka untuk benar-benar berpisah.

"Jaga diri kamu baik-baik ya, ingat semua pesan aku ya." Digo mengusap rambut Prilly.

"Kamu juga baik-baik ya di sini, jangan sering main sama perempuan lain. Ingat ada aku yang sayang sama kamu."

Digo mengangguk, Digo keluar dari dalam gerbong. Kereta sebentar lagi berangkat, Prilly melambaikan tangan dari jendela, raut wajah Prilly tak rela berpisah dengan Digo. Demi mimpi, mereka harus bisa.

***

Jakarta, 22 Januari 2016

DIARY OF PAST "First Love is Never Die"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang