DOP - 15

3K 318 51
                                    

Prilly sudah tiba di stasiun Madiun, kali ini tujuannya bukan lagi ke Malang tapi pindah ke Yogyakarta. Dia mendapat panggilan kerja di salah satu perusahaan yang ada di sana. Papa dan Mama Prilly sempat menawarkan diri untuk mengantarnya sampai Yogya, tapi Prilly menolak begitu saja.

Alhasil di sini lah Prilly menanti kereta ekskutif datang, sepanjang menanti mukanya tak berhenti cemberut. Pasalnya dia baru saja kehabisan tiket ekonominya, mau tak mau dia pasrah dan membeli yang ekskutif.

Tanpa sadar ada yang memerhatikan Prilly dari kejauhan, dia tersenyum saat melihat Prilly yang wajahnya di lipat dua belas itu.

Orang itu tak berkedip melihat Prilly yang asik mengutak atik ponselnya, entah apa yang di lakukannya dengan benda kecil yang sangat berharga itu.

Kereta datang, Prilly mengangkat barang-barangnya sendiri masuk ke dalam gerbong kereta. Kereta ini memang lebih nyaman dari pada kereta ekonomi, tapi bagi Prilly yang sudah biasa dengan ekonomi justru ini akan terasa aneh.

"Mana sih tempat duduk aku." Prilly menengok ke kanan dan ke kiri melihat nomer bangku yang tertulis di tiketnya.

Prilly terus melangkah maju sampai dia menemukan tempatnya. Ternyata di sana sudah ada pria yang dari tadi sempat memperhatikan Prilly dari ke jauhan.

"Ini tempat ku ya," ucap Prilly tanpa bilang permisi terlebih dahulu.

"Hhmm, boleh saya lihat tiketnya mbak?" Pria itu melihat tiket yang di berikan Prilly.

"Ah iya ini tempat mbak, silakan." Pria itu memberi ruang agar Prilly bisa masuk ke dalam.

Masih dengan ekspresi kesalnya Prilly menggerutu di tempatnya.

"Keretanya mahal banget sih, sepi lagi gak ada pedagang asongan yang lewat, kalau aku mau jajan gimana, gak asik ah, enak naik ekonomi. Kalau gak terpaksa ogah juga aku naik ini."

Pria yang di samping Prilly hanya tersenyum dalam diam mendengarkan keluh kesah yang di rasakan Prilly.

"Halo, bisa gak nanti jemput aku?"

"....."

"Ya udah kalau begitu."

"....."

Prilly baru saja menghubungi Digo, dia minta Digo menjemputnya tapi sayang dia tak bisa. Semakin bertembah lah wajah kusut Prilly hari itu.

"Maaf mbak, memangnya mbak mau kemana?" Pria yang belum di ketahui namanya itu mencoba mengajaknya bicara.

"Saya mau ke Yogya mas."

"Ngapain ya mbak ke sana kalau boleh tahu?"

"Saya ada interview kerjaan di sana."

"Ah ya dari tadi ngobrol belum tahu nama mbak, mbak namanya siapa?" Pria itu mengulurkan tangannya.

"Saya Prilly, masnya siapa?"

"Saya Abri mbak."

"Mas nya tentara ya, namanya kok Abri."

"Hehehe, itu cuma nama panggilam saya aja, nama saya Abrizam biasa di panggil Abri."

"Oh gitu, kirain masnya tentara."

Obrolan ringan terjadi antara Prilly dan Abri, wajah Prilly sudah berkurang kusutnya. Dia merasa punya teman bicara sepanjang jalan.

"Oh ya mas, mas tahu alamat ini?" Prilly menunjukan alamat yang di pegangnya.

"Wah mbak saya gak tahu, saya juga baru ke Yogya nya."

"Oh gitu ya sudah, terima kasih."

"Iya mbak, mbak maaf boleh minta pulsanya saya mau minta jemput teman saya di stasiun nanti."

DIARY OF PAST "First Love is Never Die"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang