Bagian 13

17.3K 576 2
                                    

Waktu jam istirahat Lucy tidak lagi menanyakan tentang masalahku. Ketika dia mengajakku pergi ke kantin, aku hanya menggeleng. Karena dia tau aku ingin sendiri, jadi dia tidak memaksaku untuk ikut dengannya.

Sekarang aku memikirkan Pak Arya lagi. Apa yang dia lakukan sekarang? Apa dia masih mengingat ku? Huh... aku harus bilang pada Pak Arya kalau obat penawarnya tidak bekerja sama sekali. Hanya memikirkan Pak Arya saja membuat dadaku berdebar-debar lebih kencang dari sebelumnya.

Setelah pulang sekolah aku berencana untuk menemui Pak Arya. Jadilah sekarang aku menelusuri koridor menuju ruang lab kimia. Aku sudah tidak tahan lagi karena sangat sangat sangat merindukannya. Aku harus mengatakannya pada Pak Arya kalau rasa sukaku padanya tidak berubah sama sekali malahan bertambah.

Ketika aku sampai di depan pintu lab kimia aku mendengar ada orang yang memanggilku. Aku melihat ke asal suara. Ternyata...

"Hai Re. Sudah lama ya. Apa kamu mau pulang bersamaku." Radit menyapaku sambil tersenyum. Kalau dulu ketika melihat dia tersenyum seperti itu, aku akan merasa melayang dan membuat jantungku bertabuh kuat seperti genderang perang. Tapi, itu dulu. Sekarang aku biasa saja melihat senyumnya itu. Aku hanya diam dan menatap Radit dengan datar. Sepertinya melihatku hanya diam, Radit sedikit gelisah.

"Aku sudah putus dengan Dira. Ternyata aku tidak bisa pacaran dengan cewek yang hanya cantik saja. Tapi kelakuannya buru. Aku sudah putus kemaren dengannya." Radit menjelaskan panjang lebar, entah untuk apa dia mengatakan itu. Aku masih diam tidak menanggapinya. Terserah dia mau bilang apa, aku tidak peduli lagi yang sekarang aku pikirkan Pak Arya. Oh ya Pak Arya, aku harus segera menemuinya.

"Ternyata hanya kamu Re yang paling aku suka." Aku terkejut tiba-tiba Radit memelukku dan mengatakan kalau aku yang paling dia suka. Apa dia sudah gila, kalau memang aku yang paling dia suka. Lalu, kenapa dulu meninggalkanku.

"Payah sekali kamu, Dit." Aku mendorongnya agar melepaskan pelukannya dariku. Sepertinya dia terkejut dengan sikapku yang menolaknya. "Jantungku sudah tidak berdebar-debar lagi terhadapmu, Dit. Maaf ya." Setelah berkata begitu aku berencana untuk pergi meninggalkan Radit. Tapi dia memegang lenganku.

"Apa... Apa maksudnya itu. Jangan bodoh berkata begitu padaku." Sepertinya Radit tidak terima dengan keputusanku. Tiba-tiba pintu lab kimia terbuka dengan kasar dari dalam. Aku dan Radit terkejut, di sana muncul sosok seseorang yang seminggu ini sangat aku rindukan.

"Yang bodoh itu kamu tau. Lepaskan tanganmu darinya." Pak Arya menatap Radit dengan tajam seperti seorang pembunuh.

"Siapa kamu?" Radit bertanya pada Pak Arya, jelas saja Radit tidak akan mengenalnya. Karena Pak Arya yang sekarang adalah sosok yang sangat tampan bukan Pak Arya yang cupu dan aneh.

"Aku tidak akan mengatakanya untuk yang kedua kali." Tanpa menjawab pertanyaan Radit, Pak Arya menegaskannya kembali pada Radit sambil mengacungkan pisau bedah. Hahh... Pak Arya mengancam Radit dengan pisau bedah. PISAU BEDAH. Oh ya ampun, apa sebenarnya yang dia pikirkan.

Melihat itu Radit melepaskan lenganku dan berlari meninggalkan kami. Sepertinya dia takut pada ancaman Pak Arya. Pak Arya menarikku masuk ke lab kimia dan menutup pintu di belakangku.

"Pak Arya kena.." Aku belum menyelesaikan perkataanku, tapi aku merasakan ada sesuatu yang lembut menyentuh bibirku. Aku terkejut karena sekarang Pak Arya menciumku. Pisau bedah yang dia pegang tadi telah dia lempar entah kemana.

Sekarang satu tangannya memegang kepalaku agar dia bisa menciumku dengan mudah. Sebelahnya lagi di pinggangku untuk merapatkan tubuhku dengan tubuhnya. Dia menciumku seakan tidak ada hari esok, segala emosi dia salurkan dalam ciumannya kepadaku. Awalnya aku tidak membalasnya karena masih terkejut.

Setelah keterkejutanku, aku membalas ciumannya dengan sedikit ragu-ragu. Dalam ciuman ku itu aku berusaha menyampaikan bahwa aku tersiksa karena sangat merindukannya.

Teacher's ToyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang