Bagian 11

19.8K 542 1
                                    

Keesokan harinya pada saat jam istirahat. "Pengumuman Rere Arista 2IPA 2 diharapkan datang ke ruang laboratorium kimia."

"Put, loe diminta untuk ke ruang lab kimia tuh. Ada apa?" Aku mengangkat bahuku karena tidak tahu.

"Aku tidak tahu, Cy. Ya sudah aku ke sana dulu ya. Kamu duluan aja ke kantin nanti aku akan menyusulmu."

"Baiklah. Gue tunggu di kantin ya. Jangan lama-lama."

Aku mengangguk dan berlalu ke ruang lab kimia. Ada apa ya? Padahal belum jam pulang sekolah. Sesampai aku di depan pintu, aku mengetuk pintu dan membukanya. Aku melihat Pak Arya membuka kaca mata tebalnya.

"Sudah datang ya. Masuklah." Aku masuk ke lab kimia.

"Itu kemarin..." belum selesai aku bicara, lagi-lagi Pak Arya memotong perkataanku.

"Bergembiralah obatnya sudah jadi."

"Eh..." Pak Arya menyerahkan sebuah botol kecil padaku. Dalam botol aku melihat ada cairan berwarna biru.

"Obat penawar! Aku pikir kamu ingin segera meminumnyakan."

"Haaa... Untunglah." Aku memandang cairan yang ada dalam botol itu. Walau aku bilang bersyukur, tapi hatiku tidak rela bila harus menghapus perasaan ini.

"Dengan begini kamu tidak perlu lagi ke sinikan." Ya Pak Arya benar, dengan minum obat penawarnya aku tidak akan ke sini lagi. Dan itu membuat hatiku sakit. Sakit karena tidak bisa lagi berada di sisinya.

"Kamu tidak minum. Atau kamu lebih menyukai dengan cara begini." Pak Arya mengambil botol obat dari tanganku, membuka tutupnya. Dan meminumnya. Sebelah tangannya memegang kepalaku, sebelahnya lagi memegang pinggangku.

Dia menempelkan bibirnya padaku, dan memindahkan cairan obat yang dia minum ke mulutku. Setelah obat itu semua pindah dan tertelan oleh ku, dia melepaskanku dan mengambil jarak dariku. Semuanya berlangsung secepat kilat, aku masih terdiam tidak bisa mengeluarkan sepatah katapun. Aku masih bisa merasakan bibir Pak Arya di bibirku, terasa manis dan lembut.

Aku tidak mengira Pak Arya akan menciumku. Menciumku,,, ya menciumku. Walau dia melakukannya hanya untuk aku segera meminum obat penawar itu. Tapi tetap saja, kalau bibir saling menyatu itu disebut ciuman, kan. Ciuman pertamaku adalah Pak Arya. Seharusnya aku marah, karena dia telah mengambil ciuman pertamaku. Tapi, yang kurasa sekarang bukan marah. Tetapi terkejut, juga ada rasa senang.

"Tidak perlu mengulur waktu. Dengan begini kamu sudah bebas dariku. Sudah sana jangan mengganggu percobaanku lagi."

Aku belum pulih dari keterkejutanku, Pak Arya langsung mengusirku dan mendorongku keluar dari lab kimia. Dia menutup pintu tepat di depanku. Aku memandang pintu yang tertutup dengan perasaan sedih dan kecewa.

Rasanya sekarang aku patah hati lagi. Tapi, ini lebih parah dari patah hatiku dengan Radit. Aku pergi dari lab kimia ke kelasku, tidak jadi ke kantin. Karena patah hati ini membuat selera makanku membubung tinggi. Hah... tidak sampai satu tahun aku patah hati dua kali. Kasihan sekali kisah cintaku. Kasihan sekali diriku.

Sesampai di kelas aku melihat Lucy sudah ada di kursinya. Aku duduk di kursiku tepat disebelahnya.

"Kenapa muka loe, Put? Kusut gitu." Lucy langsung menodongku dengan pertanyaanya.

"Aku tidak apa-apa." Aku menjawab dengan lemah.

"Loe udah makan?" Lucy kembali bertanya dan aku hanya menganggukkan kepalaku.

"Oh ya, kenapa tadi loe diminta ke lab kimia? Apa ada masalah?" Pertanyaan Lucy mengingatkanku kembali dengan Pak Arya. Aku menghela nafas panjang sebelum menjawab.

"Pak Arya mau memberikan obat penawarnya padaku."

"Oh ya, jadi sekarang loe udah bebas dong dari guru aneh itu. Selamat ya." Lucy memberiku ucapan selamat dengan semangat. Aku hanya membalasnya dengan senyum yang ku paksakan.

"Kenapa loe, seharusnya loe sekarang senangkan. Karena udah bebas dari guru aneh itu. Bukannya ini yang loe inginkan sejak dulu." Lucy benar seharusnya sekarang aku senang karena sekarang aku sudah terbebas dari Pak Arya. Inilah yang Aku inginkan sejak dulu, tapi rasanya sekarang bukan ini yang aku inginkan.

Bel tanda waktu istirahat berakhir berbunyi, guru yang akan mengajar di kelaskupun audah masuk. Lucy tidak lagi bertanya padaku. Dia memfokuskan diri pada pelajaran kami sekarang. Sedangkan aku mencoba untuk fokus, tapi tidak bisa.

Teacher's ToyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang