One

33.2K 790 7
                                    

Anggep aja yang di mulmed itu Angel,yah. Imut kan? Gua pengen ngarungin *tampang pedo*



Bekerja, bekerja dan bekerja. Ini semua dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup ku sendiri. Tak jarang aku lelah karena pekerjaan yang terlalu padat. Tak jarang juga aku libur. Nasib seorang photographer yang merangkap bagian administrasi sebuah perusahaan. Pekerjaan inilah yang membuat ku bisa membeli seperangkat alat potret-memotret. Pekerjaan ini juga lah yang bisa membuat ku menyalurkan hobi ku.

"Noy, ntar makan siang bareng gue,yah," tanya seseorang lelaki yang tiba-tiba berdiri disamping gue. Gerald, seorang lelaki keturunan Jerman yang sudah tinggal di Indonesia sejak lama. Saking lama nya, ia sampai tidak bisa berbahasa Jerman, bahasa yang harusnya menjadi bahasa yang ia gunakan sehari-hari. Dan jangan heran kalau saja dia mandi di sungai ciliwung, hal seperti itu sudah mendarah daging padanya.

"Iya,tapi sekarang lo pergi aja dari hadapan gue,Rald," tuturku,berusaha memberitahu kalau aku sedang sibuk. Tapi sepertinya dia tidak paham. Otaknya bekerja sedikit lambat.

"Lah,kenapa?"

"Lo ngga liat gue lagi sibuk? Lo ngga kerja?"

"Gue bantu elo,tapi elo harus dengerin gue curhat. Dan... Kerjaan gue udah selesai daritadi."

"Please, Rald. Terimalah kenyataan,lo bukan anak SMA lagi,ngga usah deh pake curhat segala."

"Udeh,diem aja lo."

Walau aku melakukan penolakkan,tetap saja dia kekeuh ingin membantuku menyelesaikan pekerjaan. Teman yang baik.

•••••

"Gitu,noy. Sakit banget,men. Cewe bangs*t cem dia tuh rasanya pengen gue lempar aja ke laut," ucap Gerald berapi-api. Aku hanya mendengarkan sambil melahap makan siang ku yang ditraktir olehnya.

Dia masih bicara panjang lebar,menceritakan tentang kelakuan mantan kekasihnya yang sudah diluar batas. Itu benar-benar sudah sangat biasa. Saling kenal,berteman,bersahabat,jatuh cinta,berpacaran,konflik,lalu putus. Semua itu seperti perputaran kisah cinta dalam hidup. Terakhir aku menyentuh kisah cinta seperti itu adalah saat aku masih kelas 3 SMP. Ya, pertama kalinya aku jatuh cinta, pertama kalinya juga merasakan sakit yang luar biasa.

"Noy! Lo dengerin gue ngga,sih?" tanya Gerald,membuatku sadar dari lamunan.

"Engga," jawabku jujur.

"Kampret,lo! Gue nyerocos daritadi dan lo ngga dengerin itu lebih sakit,bro! Lebih sakit!" cecar Gerald berlebihan,atau bahasa gaulnya 'lebay'.

"Yeh,biasa ae,Rald. Gue kan lagi fokus makan,gue belum makan dari pagi gara-gara ngehindar dari pembahasan tentang 'kapan nikah'. Dan lagi, nih makanan daritadi memikat gue," jawab ku berusaha meyakinkan dia.

"Baydewey, bener juga. Lo kapan nikah?" tanya Gerald sambil melipat tangan nya dimeja,memajukan sedikit tubuhnya,menatap ku secara intens.

"Mokad ae lo,Rald. Mokad ae," kata ku sambil berdiri dan berjalan pergi,alih-alih menjawab pertanyaan nya.

"Eh,Zian!" teriaknya. Terdengar ia mengejarku. Saat sudah berjalan seiring dengan langkah kaki ku,dia kembali mengejarku dengan pertanyaan.

"Emang kenapa sih? Takut sakit hati lagi kayak dulu? Men,sakit hati saat jatuh cinta itu biasa," jelasnya,meyakinkan ku agar mau menjawab.

"Ini hidup gue,Gerald. Gue bisa bikin cerita cinta versi gue sendiri. Ngga perlu niru orang lain yang udah mainstream," tak mau kalah, aku juga ikut meyakinkannya bahwa menikah bukanlah hal yang wajib saat membahagiakan kedua orangtua masih menjadi sebuah tanggung jawab.

Istriku Anak ABGWhere stories live. Discover now