Part 4

21.5K 1.8K 143
                                    

-Karin Pov-

Tiga hari berlalu setelah aku menampar Kenzie. Jujur aku tidak tahu apa yang telah merasuki diriku hingga aku menamparnya dengan penuh emosi. Entah kenapa juga, saat Kenzie menciumku hatiku merasa teriris, seolah-olah akan ada hati yang terluka saat aku berciuman dengan orang lain. Sebenarnya apa yang diinginkan oleh hatiku? Hatiku selalu menolak untuk sentuh orang lain padahal—seharusnya tidak masalah bukan?

Aku duduk meringkuk sambil memeluk lutut di jendela kamar. Menikmati hembusan angin senja yang meliuk lembut. Beberapa bintang mulai bermunculan di langit biru yang berlawanan arah dengan langit sore. Sesekali kulirik Ren yang sedang menjilati bulu-bulu lembutnya di sudut ranjang dengan manja.

Tak lama ponselku berdering. Entah sudah berapa kali berdering, tapi tak sedikitpun kusentuh setelah aku melihat nama yang tertera di layar ponselku. Kenzie, dari pagi hingga sekarang ia masih saja menghubungiku baik itu telepon maupun mengirim pesan singkat permohonan maaf atas kejadian kemarin.

Aku tidak tahu apa yang sedang mempengaruhiku akhir-akhir ini. Rasanya aku tidak ingin diganggu siapapun. Yap, tepatnya aku ingin menyendiri. Jujur saja, sampai sekarang aku sedang merindukan seseorang. Mungkin pacarku entah yang mana.

Dalam sekejap aku ingat, aku pernah bermimpi bertemu dengan seorang pemuda dan—pemuda itu sama dengan pemuda yang pernah masuk ke dalam mimpiku sebelumnya, pemuda yang memelukku dan hilang tanpa jejak setelah ada kilatan cahaya yang menghantam tubuhnya. Dalam mimpiku, pemuda itu berteriak memanggil namaku. Aku melihat wajahnya dengan jelas, tatapan matanya menyiratkan bahwa ia benar-benar tersiksa.

Aku menyambar buku diary kecil yang berada tak jauh dariku sehingga tanganku bisa meraihnya tanpa aku harus beranjak dari jendela. Aku mulai menulis dengan tenang.

Kau datang dan pergi dalam mimpi-mimpiku.

Mengikuti irama yang mengalun dengan lembut.

Apa yang kau kejar dariku?

Kau tersenyum dengan lukamu.

Kau tertawa dengan penderitaanmu.

Kau datang dan pergi dalam mimpi-mimpiku.

Mengikuti desiran angin yang berhembus.

Apa yang ingin kau raih dariku?

Kau datang membawa lukamu.

Kau pergi membawa penderitaan bersamamu.

Kau datang dan pergi dalam mimpi-mimpiku.

Mengikuti waktu yang tiada henti.

Apa yang kau harapkan dariku?

Kau selalu datang bersama angin malam

Dan kau pergi bersama embun pagi yang menguap.

Aku menutup kembali bukuku. Kulihat matahari sudah tenggelam dalam tidurnya dan meninggalkan mega merahnya di cakrawala. Aku mulai beranjak dari jendela sebelum menutup jendela kamarku.

"Karin!" Sebuah suara yang pernah kukenal memanggil namaku. Itu suara milik Tomy. Ia melompati pagar dan berlari kecil mendekatiku dengan membawa sebuah bingkisan di tangannya.

"Ada apa Tom?" jawabku menghentikan pergerakan tanganku untuk menutup jendela.

"Nenekmu menitipkan ini untukmu." Ia berkata dengan napas sedikit terengah-engah sambil menyodorkan bingkisan dari Nenek.

Tak lama, bingkisan itu sudah berpindah tangan. "Apa ini?" tanyaku sambil membukanya.

Ternyata bingkisan itu berisi sebuah toples. Aku membuka tutup toples dan aroma teh dengan paduan aroma Melati mulai menguar dan merasuki hidungku. Oh aku hampir lupa, Teh Melati pemberian nenek sudah hampir habis, pantas saja Nenek mengirimkannya lagi untukku. Kucium lagi aroma bubuk Teh Melati yang sepertinya—mengingatkanku pada sesuatu.

Loizh II : AreyWhere stories live. Discover now