7. Enggardian Suta

Start from the beginning
                                    

Percakapan dimeja makan kembali dilanjutkan dengan topik lain. Pernikahan untuk sementara ini terlupakan, namun sayangnya pernikahan Enggar tetap terbayang dipikiran Lana.

***

"Sepertinya kamu berbakat jadi EO." Timpal Tirtan setelah melihat segala rancangan acara malam hari itu.

Lana sedikit berbangga hati, ia mengartikan kalimat Tirtan sebagai pujian. "Biasa aja."

Mereka kini berada dalam gedung tempat resepsi Enggar dan istrinya-Nita- diadakan. Konsep pestanya hampir secara keseluruhan dirancang oleh Lana dan mama Enggar, karena ini hanyalah resepsi kedua setelah resepsi pertama di pulau Dewata dimana semua rangkaian pernikahan disana sepenuhnya dirancang oleh Enggar dan Nita.

"Ayo, kita salami pengantinnya." Ajak Tirtan akhirnya. Moment inilah yang paling ingin dihindari oleh Lana.

Lana mengangguk kaku. Walaupun ia yang sibuk kesana kemari mengatur resepsi ini, tapi ini pertama kalinya ia akan bertatap muka dengan Enggar. Enggar dan Nita baru tiba tadi sore dari Bali, jadi inilah tatap muka perdananya dengan pasangan pengantin itu.

"Selamat yah?" Lana menjabat tangan Nita erat. Nita tersenyum memandangnya. Ia telah mengenal Lana lewat cerita-cerita Tirtan.

"Makasih. Acaranya indah banget." Suara Nita halus terdengar di telinga Lana. Ia meringis, bahkan suarapun tak dapat ditandinginya.

"Anggaplah ini kadoku untuk kalian berdua." Lana berusaha tersenyum tulus pada Nita.

Enggar tertawa mendengar ucapan Lana. "Terima kasih kadonya. Benar-benar kado yang tak terlupakan." Ia menepuk lembut pundak Lana.

Lana meringis dan kemudian menghambur memeluk Enggar. "Selamat, Gar. Kamu akhirnya mendapatkan kebahagiaanmu." Enggar hanya tersenyum dan memeluk Lana balik. Dirinya maklum Lana memang selalu manja padanya.

"Jadi ini Tirtan? Tunanganmu?" Ucapan Enggar membangkitkannya kembali ke kenyataan. Lana segera melepas pelukannya dan menatap meminta maaf pada Nita yang hanya dibalas oleh senyuman oleh wanita itu.

Lana berbalik dan menatap kembali orang yang tadi sejenak telupakan olehnya. "Tirtan, ini Enggar. Dia abang aku." Tirtan kemudian menyalami singkat tangan Enggar dan dibalas hangat oleh Enggar.

"Bro, jaga adek gue baik-baik. Dia manjanya luar biasa." Enggar tertawa kembali dan diikuti oleh Tirtan.

"Tenang saja. Gue sudah tahan banting beberapa bulan belakangan ini." Tirtan membuat wajah lelah, becanda mengejek Lana yang kini memelototinya.

"Kasihan. Gue turut berduka cita, bro." Enggar menanggapi candaaan itu. Tawa mereka berdua sekaligus meledak bersamaan membuat Lana sejenak terlupa akan lubang dihatinya, terganti perasaan kesal untuk kedua orang yang kini menertawakan dirinya.

***

Setelah beberapa saat yang diam akhirnya Tirtan tidak sabar. "Kamu menangis?"

Lana sedikit tersentak. "Tidak."

"Masa?" Tirtan tak percaya.

"Ini kemasukan debu." Lana mengucapkan alasan paling klise.

Tirtan mendengus tak suka. "Mungkin itu debu patah hati."

"Maksudmu?"

"Debunya beterbangan kemana-mana. Membuat tak nyaman saja." Suara Tirtan tajam.

Lana terdiam, berusaha mengartikan kalimat ambigu dari Tirtan.

Tirtan meningkatkan laju kecepatan mobilnya. Dicengkeramnya stir mobil dengan erat. "Kamu pikir aku buta? Dimatamu terlihat jelas bahwa kamu mencintai dia."

It's a Life Disaster!Where stories live. Discover now