Kemana Pengharapan Ini Harus Berpulang?

121 5 0
                                    

Hari hari tetap berjalan seperti biasanya. Dava masih tetap memperlakukan ku spesial. Oh sepertinya hanya aku yang menganggap spesial namun dia tidak. Sakit yang dibuat oleh Dava cukup membuat ku teringat akan Fero kembali. Entahlah siapa yang salah. Dava lah yang sudah terlalu jahat ? Atau bahkan aku yang terlalu bodoh dan mudah untuk berharap padanya.

Dava , jika aku memanggil Fero sebagai pelangi. Lalu bolehkah aku memanggilmu sebagai abu abu.
Ya abu abu yang tak pernah jelas antara hitam atau putih. Kadang terlihat hitam namun nyatanya putih. Kadang terlihat putih namun nyatanya hitam.

Malam ini aku sengaja pergi kerumah Devi dan menceritakan tentang semua yang ku alami
"Devi" ucapku
"Kenapa ?" Jawabnya
"Dava dev, Dava bilang kalau selama ini perlakuan dia itu ga ada maksud apa apa. Di cuman ingin buat aku move on dari Fero. Dava dev, dia anggep semua bercanda". Sahutku
"Tuh kan kamu udah ada rasa ke dia" katanya
"Rasa ? Enggaklah" jawabku dengan nada yang lumayan tinggi.
"Kenapa sih harus ngelak ?"katanya
"Dwv. Dava itu bukan orang yang tepat untuk dicintai. Dia terlalu mudah untuk menyatakan cinta keperempuan manapun. Masak iya aku ada rasa sama orang kayak gitu ?" Jelasku
"Ok lah kali ini kamu emang bisa mgelak, tapi nanti juga ga bakal bisa"katanya dengan singkat.

Namun seketika aku kembali mengingat rasa sakit yang dibuat Dava

Ketika yang selalu ada tak pernah benar benar ada, lalu harus kemana pengharapan ini berpulang ?. Lalu pergi kemana pengharapan ini, jika semua memang tak pernah benar benar nyata ?. Senyum ini apa masih pantas untuk terukir , sedangkan goresan masih sangat dalam untuk dihapus. Kepercayaan yang mana lagi yang harus di beri, jika kebohongan selalu merebutnya. Sikap, tindakan, ucapan, apa boleh ditarik oleh keadaan. Sekejap kenyamanan itu mampu menguasai semuanya. Padahal satu enggok kekecewaan hadir. Berpura pura menjadi malaikat yang seakan melindungi dengan sayapnya, namun kenyataan terdapat pedang dibalik punggunggnya. Berpura pura memberi sebuah cahaya yang pada akhirnya akan kalah dengan kegelapan. Berjalan beriringan seakan masih ada untuk bersandar, namun pada akhirnya dilepas juga. Jika semua memang seperti ini adanya, kemana sisi putih yang kini tertutup abu abu ?. Apa semua memang terlalu abu abu hingga tak bisa dikembalikan ke putih ?. Bongkahan lelucon yang dulu selalu hadir meski tak pernah nyata, kini seakan berlari kencang begitu saja. Bongkahan perhatian yang awalnya ku kira nyata, namun kebodohan yang membohongi semua. Tergiur dengan kenyamann yang ia tawarkan, namun semua terlalu pahit untuk ditawarkan. Penjelasan tentang keadaan saat ini seakan sulit untuk ditemukan jalan keluar, meski angin selalu menarik. Peri peri dalam hati yang dulu selalu berputar seakan sudah saat nya untuk satu persatu mati. Karena apa? Karena racun yang kau teteskan melalui penglihatan dan pendengaran. Bisa tidak sekali saja berhenti memulangkan pengharapan ini kepadaku. Biar kan pengharapan ini berlari sendiri , sepuasnya, sebahagianya. Daripada harus berpulang kepadaku. Terpenjara dalam sangkar pengharapan. Itu yang akan aku rasakan jika pengharapan itu harus kembali pulang. Tidak kah dia sebaiknya menjadi tuan dari semua pengharapan yang aku lukis perlahan ?. Tak hanya itu , kebingungan yang selalu ingin aku congkakkan kepadamu. Semuanya patut untuk ku dongkrak kejelasannya. Aku tak seputih malaikat sepertimu yang datang seperti dulu. Tapi seenggaknya aku tidak se abu abu kamu, yang sangat sulit untuk ku artikan....

Meski Tak TerbalasWhere stories live. Discover now