1/4

647 28 6
                                    

Bel berbunyi, itu berarti siswa-siswi SMAN 2 Bandar Lampung masuk kelas setelah istirahat. Pelajaran dimulai kembali. Aku Chintya. Aku seorang siswi SMAN 2 Bandar Lampung. Ini adalah hari pertamaku menjadi senior tertinggi di kelas paling ujung, tepatnya kelas 12 IPA 1. Pelajaran pertama adalah Kimia. Selanjutnya pelajaran Matematika menunggu kami. Dan terakhir pelajaran Fisika. Bayangkan saja dihari pertamaku langsung dijejali oleh tiga mata pelajaran eksak! Bukannya membenci pelajaran tersebut, hanya saja sedikit pusing karena yang dilihat hanya angka. Yeah it's my Mon(ster)day!

Setelah tiga pelajaran itu aku dan teman-teman kelasku lalui dengan sedikit tidak mulus karena ketiga guru yang mengajar baru memberikan kontrak belajar yang sangat tidak berkeperimanusiaan, aku langsung menuju kantin untuk sedikit mendinginkan otakku. Selain itu aku mau menemui sahabatku yang sejak pagi sudah mewanti-wanti bahwa aku harus menemuinya sepulang sekolah.

Aku langsung menghampiri sahabatku, Radit. Radit adalah sahabatku sejak kecil. Oke, sekarang bukan hanya kepalaku yang pusing tapi sepertinya maag-ku juga kambuh. Karena pagi tadi aku telat jadi lupa makan. Biasanya sepulang sekolah masih banyak siswa yang belum pulang. Oh ya, saking dekatnya aku dan Radit, adik kelas banyak yang mengira kami berpacaran.

"Hallo, Dit!" seruku.

"You scaring me!" balasnya dengan wajah datar seraya mengacak rambutku.

"Radiiit! Stop!" teriakku.

"Gua udah pesenin nasi goreng." ucap Radit, "Dan lo harus makan, tadi pagi gua telepon bi Mar katanya lo belum makan."

Radithya Alfarizi Putra. Cowok yang terkenal ketegasannya sebagai kapten basket sekolah, kemisteriusannya karena sangat jarang berbicara dengan orang yang tidak dekat dengannya (kalau denganku dia sangat cerewet!) terutama dengan cewek, dan kepintarannya karena sering ditunjuk guru untuk mewakili sekolah dalam ajang olimpiade Ekonomi. Jangan kalian kira karena kami sangat dekat berarti kami juga sekelas. Sejak SD aku dan Radit memang satu sekolah tapi nggak pernah sekelas. Rumah kami juga bukan di komplek yang sama. Kami dekat karena orang tua kami bersahabat. So here we are.

"You know me so well ya." jawabku datar.

Kadang aku nggak habis pikir dengan perhatiannya yang menurutku berlebihan. Hey, kami nggak saling suka lho! Nggak ada kata 'friendzone' dalam kamusku dan Radit.

Pesanan datang. Ada sekelompok adik kelasku yang sedang mengobrol dan makan di meja belakang kami. Banyak diantara mereka yang menyukai Radit. Wajar saja, Radit memang disukai banyak cewek baik seangkatan maupun adik kelas, dia terkenal sebagai salah satu The Most Wanted Guy di sekolah. Sedangkan aku? Mungkin hanya butiran debunya. Beberapa adik kelasku itu memperhatikan kami dengan sembunyi-sembunyi.

"Kan gua udah bilang jangan lupa sarapan, lo itu punya maag, Bee." dia selalu bicara seperti ini jika sudah melihatku pucat.

Bee adalah nama panggilan untukku dari Radit. Katanya aku seperti lebah, penghasil momen-momen manis. Dan itu pertama kalinya Radit bisa menggombal. Jadi sampai sekarang dia memanggilku Bee.

"Tadi telat jadi nggak sempat makan. Mana hari ini pelajaran MAFIA (Matematika-Fisika-Kimia) tambah berasap otak gua." laporku.

"Semangat dong katanya mau jadi dokter." katanya.

"Aamiin aja deh."

"Wajah lo tambah pucet, mau ke UKS atau pulang aja?"

Aku membenamkan wajahku dengan tangan dan tiba-tiba air mataku keluar. Bukan lebay tapi maag-ku makin sakit. Radit pindah ke sebelahku dan merangkulku khawatir.

"Kenapa? Udah dong jangan nangis ya." bujuknya.

"Nggak tau, sakit banget perutnya. Maaf ya lebay."

Are We a Couple?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang