Chapter Two

310K 10.3K 201
                                    

Alex berdiri di sampingku sambil menatap Andrew dengan tatapan datar. Dan aku tidak tahu harus melakukan apa.

Andrew Chapman mengangguk ke arah kita berdua lalu tersenyum sambil berjalan mundur. "Well, I guess I'll see you later, Miss Hill."

Alex tersenyum kepadaku lalu mengecup punggung tanganku lagi. Sial! Lelaki ini orang tidak dikenal! Namun mengapa aku membiarkannya melakukan ini? Aku pun menarik tanganku dari genggamannya, dia pun membukakan pintu mobil untukku.

"Jual mahal, ya, Miss Hill?" Tanyanya saat aku masuk ke mobil, dia pun menutup pintu mobil. Dia berlari mengelilingi mobil lalu masuk ke kursi pengemudi. "Kau sudah makan, Miss Hill?" Tanyanya sambil memakai sabuk pengaman.

Aku menelan ludah lalu mengangguk. Aku berbohong, aku belum makan. Dia menatapku sejenak lalu mencondongkan tubuhnya ke arahku. Sial. Hidungnya berada di daguku.

"Aku tidak suka wanita yang suka bohong, Miss Hill." Ucapnya.

Aku ingin melawannya, namun bibirku kering dan kaku, seakan akan tersihir tidak boleh bicara. Aku pun menatapnya lalu menggeleng.

Dia duduk lalu menyalakan mesin. "Aku tahu itu, Miss Hill. Let's go get something to eat."

Dia menatapku lalu menatap ke jalan. Suaranya berat dan seksi, membuatku melayang ke imajinasi nakalku. Astaga, Melinda Hill. Apa apaan kau ini?

Alex mengemudikan mobil dalam diam. Dia menelusuri gedung gedung tinggi di Manhattan lalu berdiri didepan sebuah gedung yang terlihat klasik dan mahal. Dia keluar dari mobil lalu berjalan menuju pintuku dan membukanya.

"Kemana kita?" Tanyaku.

Dia tersenyum lalu mengedipkan matanya. "Apartmentku."

Shit.

Aku pun mengikutinya berjalan karena dia menggenggam tanganku dengan erat. Kita menaiki lift. Aku bisa merasakan tatapan intens Alex kepadaku, aku melirik ke arahnya dan bibinya sedang membentuk senyuman tipis, matanya gelap dan lapar.

Pintu lift terbuka, Alex dengan lembut menarikku ke luar lift menuju apartmentnya. Aku menatapnya ragu namun mengikutinya. Dia menarikku berjalan menuju dapur, dia menyuruhku duduk di meja makan.

"Kau mau makan apa?" Tanya Alex.

Dia membuka jas biru tua nya lalu menaruhnya di atas sebuah kursi. Dia membuka pintu kulkas lalu mengeluarkan beberapa bahan makanan.

"Kau yang masak?" Tanyaku.

Dia berhenti lalu menatapku. Dia mengangguk sambil tersenyum. "Ya, Miss Hill, aku seorang koki yang handal. Dengan itulah aku mencari uang, Miss Hill."

"Kau seorang koki?" Tanyaku.

Dia tersenyum dan mengangguk. Suasana pun menjadi rileks. "Dulu. Sekarang aku memiliki restoran bercabang di seluruh dunia."

Aku menelan ludah lalu mengangguk. "Baiklah."

Seorang lelaki tampan dengan jas masuk ke dalam dapur. "Hey, big brother." Ucapnya kepada Alex. Oh, adiknya lagi?

Aku tersenyum kepadanya. "Hey." Ucapku.

Dia menatapku dengan tak percaya lalu tersenyum. "Oh! Alex tidak pernah membawa wanita ke rumah. Setidaknya tidak jam segini. Biasanya dia datang dengan seorang wanita sangat malam dan membawa mereka pulang sangat pa—"

"Are you hungry, mate? " Tanya Alex, memotong kalimat lelaki itu.

Lelaki itu tersentak lalu tersenyum menggoda Alex. Dia menoleh ke arahku lalu menjulurkan tangannya, aku pun menjabat tangannya. "Wyatt, Wyatt Hodge." Ucapnya.

"Melinda Hill."

Dia menatapku sejenak lalu ke arah abangnya. Dia tersenyum lalu menganggukkan kepala kepadaku. "See you later, Ms. Hill."

Aku mengangguk. Makanan pun jadi, kita memakan makanannya dalam keheningan. Aku terus menontoni lelaki tampan di depanku itu makan. Setelah kita selesai, aku pun merasa canggung.

Alex berdiri lalu mengambil tanganku. Dia mengecupi buku buku jariku lalu menatapku. "Kau sangat indah, Ms. Hill.”

Perkataannya seakan membuat seluruh kelelahanku menghilang dan pipiku sangat merona mendengarnya. Aku tersenyum, “Mr. Hodge.”

Dia berjalan ke belakangku lalu memelukku dari belakang. Aku tersentak namun hanya terdiam dalam pelukannya. Dia pun menunduk untuk mencium pundakku, sial. Napasnya pun memberat di leherku.

"Oh, Melinda." Bisiknya.

Aku menegang dan melemas secara bersamaan saat dia melakukan itu. Sial. Dia membalik tubuhku lalu—Akhirnya dia menciumku lalu dia menciumku dengan seribu hasrat. Dia menarik satu kakiku ke lengannya. Aku pun semakin terbuai.

“Alex.” Ucapku.

Alex tertawa kecil. “Kau sangat tegang seakan-akan kau belum pernah melakukan semua ini.”

“I-Itu benar.” Ucapku terbata-bata.

"Kau—" Dia menatapku, seakan akan mencoba membaca ekspresiku. "Perawan."

Aku menelan ludahku lalu mengangguk. "Ya."

Dia menatapku iba lalu menggeleng. "Kau spesial." Dia berhenti sejenak. "Aku tidak mungkin mengotorimu."

Aku menatapnya, keintiman di udara telah menghilang. "Kau tidak apa apa?" Tanyaku. Dia menatapku lalu mengangguk. "Aku menginginkannya, Alex." Ucapku.

Dia melirik ke arahku lalu menggeleng. "Tapi, aku lelaki maksiat dan kamu masih suci."

Aku terdiam lalu menatapnya. "Lelaki maksiat?" Tanyaku.

Dia menatapku lalu menggeleng, dia maju dan mengecup bibirku. "Mari aku antar kau pulang, Ms. Hill." Ucapnya.

Aku terdiam lalu mengangguk: aku berdiri dari kasur dan mulai merapikan pakaianku seperti semula. Kami berdua menuju lift dan tempat parkiran. Lalu dia mengantarku dalam keheningan.

Saat kami sudah sampai di depan apartmentku, aku terdiam di dalam mobilnya menatapnya. Menunggu sesuatu keluar dari mulutnya.

Dia menoleh kepadaku tanpa tersenyum lalu memberikan handphonenya kepadaku. Aku tahu apa maksudnya, aku pun mengetik nomor teleponku. Dia mengambilnya lalu mengambil tanganku—Dia mengecupnya.

"Tidur yang nyenyak, Ms. Hill." Ucapnya, sialan dia menggodaku.

Aku tersenyum, menunggunya untuk mengecup bibirku. Namun dia tidak melakukannya, aku pun turun lalu berlari kecil masuk ke gedung apartmentku.

A Hodge Of Mine (Book 1) PRE-ORDER!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang