Prolog

333 65 33
                                        

A/N bagian yang di italic adalah flashback.

•*•*•*•*•*•*•*•*•*•*•*•*•*•*•*•*•*•*•*•

Tangannya bergerak lincah mengusap kaca windowsill yang berembun akibat butiran-butiran kristal yang jatuh dari awan di langit.

Jika sedang seperti ini, pikirannya pasti tertuju pada kejadian enam tahun silam. Dimana semuanya bermula, perasaan yang berawal dari anggapan adik-kakak seiring waktu berjalan berubah menjadi perasaan yang akan disesali kemudian hari.

Kejadian itu membuatnya melawan hal yang paling ia benci, menunggu.

Hingga kini, perasaan tak suka itu tetap muncul bahkan melebihi dari berawalnya perasaan itu. Karena, menunggu yang membosankan akan menjadi menunggu yang menyakitkan jika sesuatu yang ditunggu tak pasti adanya.

Mengalihkan pandangannya ke foto seorang cowok di genggaman tangan.
Mungkin foto itu diambil secara diam-diam karena ketara dari badannya yang menyamping hanya kepalanya saja yang menoleh mengarah ke kamera.

Kedua sudut bibirnya terangkat keatas melukis seulas senyum indah yang mempercantik wajah polosnya.

Namanya Cantika Putri Ninditta, perempuan yang masih menanti little-hero-nya setelah enam tahun berlalu.

perempuan beruntung yang tidak menyadari keberuntungannya.

6 tahun yang lalu

Ditempat yang sama. Duduk di windowsill yang sama. Di cuaca yang sama. Hanya terpisah oleh waktu enam tahun lamanya.

Juga dengan perasaan yang sama. Hanya saja dulu dia masih belia untuk menerima kalau hatinya meminta hubungan mereka lebih dari sekadar kakak dan adik. Bukan karena naif, karena usia dan tingkat kepekaan yang berbeda.

Saat itu dia masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Sepulang sekolah yang melelahkan ia meminum juice alpukat ditemani hujan lebat di luar sana.

Begitu mendengar suara pintu terbuka Cantika kecil menoleh saat mendapati Arka, sahabat karibnya sejak taman kanak-kanak, ia tampak tak perduli dan malah kembali menatap kaca yang mulai berembun.

Usia mereka setara, hanya berbeda bulan. Arka kecil berjalan menghampiri dengan amplop cokelat muda digenggamannya.

Anak kecil berambut cokelat acak-acakan itu menyodorkan amplop ke Teman sebayanya,"dari sahabatmu."

Cantika kecil menerima dengan senyum sumringah menyadari warna amplop. Mengingat warna itu adalah warna kesukaan dia.

Di dalam amplop terdapat selembar surat dan sebuah gelang kulit sewarna dengan amplop tertulis jelas kata 'Don't forget me' dengan jenis tulisan yang menarik.

Cantika kecil mulai membaca surat berisi tulisan ceker ayam khas anak SD.

Hai Cantika, mungkin abis hari ini aku dan kamu gak bisa ketemu lagi. Karena aku mau pindah sekolah ke tempat yang jauuuh banget. Kata mama sih aku balik ke sini kalo udah sma. kita ketemu di tempat abang kamu sekolah ya. Pokoknya kamu harus sma di tunas mulia satu, biar kita bareng lagi.

Jam lima sore aku berangkat. Aku tunggu kamu di supermarket depan komplek, jam setengah satu. Jangan telat ya!!!!

Cantika kecil berlari keluar rumah tanpa membawa payung dia menerobos hujan yang mulai menetes di puncak kepalanya.

"Cantik, di luar hujan!!!" Teriak Arka yang suaranya masih dapat terdengar ditengah derasnya hujan.

Cantika kecil menghiraukan, memilih lari sekencang yang ia bisa agar cepat sampai di supermarket ujung komplek.

Anak kecil itu hanya ingin melihat wajah pahlawannya untuk yang terakhir kali. Walau dirinya yakin, teman lelaki yang selalu mengisi hari-harinya itu pasti akan kembali nanti. Setidaknya Cantika kecil hanya ingin melihat wajah itu, sebelum Tuhan merubahnya menjadi lebih dewasa.

Tanpa melihat kanan-kiri Cantika kecil menyebrang. Suara klakson yang memekakan telinga menghentikan langkahnya. Ia menoleh, lalu menutup kedua matanya ketika sebuah motor hendak menabraknya.

Mama Cantika berlari memeluk tubuh mungil putrinya. Setelah melepaskan pelukan itu ia menggenggam erat lengan Cantika yang bergetar hebat menuntun agar berbalik arah dengan panik Cantika kecil mengikuti.

Jika Cantika kecil sedang tidak panik, mungkin dia akan memberontak dalam genggaman mamanya.

Tiba-tiba sebuah mobil melaju dengan cepat di lebatnya hujan tanpa menghiraukan kehadiran ibu dan anak itu. Sepasang tangan hangat yang menggenggam Cantika dengan tanggap mendorong kuat tubuh mungil itu menjauh hingga terjungkal jauh dibelakang. Kepalanya membentur kerasnya aspal jalanan yang becek oleh air hujan. Sangat sakit, pasti.

Tanpa ampun mobil itu menabrak tubuh mamanya hingga menggelinding ditanah. Berasa belum cukup baginya, mobil itu tetap melaju, melindas kaki wanita paruh baya yang telah tak sadarkan diri.

Cantika kecil masih dapat melihat kejadian itu walaupun pandangannya memburam. Setetes air mata jatuh dari pelupuk mata menyatu dengan tetesan-tetesan air hujan. Melihat mamanya tertabrak karena dirinya sangat melukai hatinya. Apa lagi mengingat mamanya sedang mengandung calon adiknya.

Orang-orang mulai berdatangan.

Anak laki-laki sebaya Cantika itu ingin berlari menghampiri, Cantika kecil melihatnya, dia yang ingin Cantika temui.

Teriakan laki-laki itu tak sampai ke telinga Cantika. Seketika ibunya dan killa datang, menariknya menjauh. Dia memberontak.

Meski pandangannya kabur, Cantika kecil masih bisa melihat killa walau tak percaya namun itu kenyataannya.

Anak laki-laki yang membuat Cantika yakin bahwa Tuhan itu adil. Anak laki-laki yang setahun lebih tua darinya itu, selalu menghias senyum di wajah Cantika kala ia menangis. Kakak kelas Cantika kecil yang selalu menemaninya ketika Cantika merasa seluruh orang di dunia menjauhinya.

Anak laki-laki itu, kakak kelas Cantika kecil, teman laki-lakinya melambaikan tangan ragu.

Setelah itu mata Cantika berat hingga tertutup paksa. Pandangannya menghitam. Cantika kecil tak sadarkan diri.

Kejadian menyakitkan itu meninggalkan luka dalam pada Cantika. Ia tak ingat namanya. Bukan hanya namanya, tapi beberapa peristiwa menyakitkan lainnnya. Ketika mengingat, kepalanya akan terasa sakit seperti awal penyakit itu bermula-terbentur ke aspal.

Kejadian itu berdampak buruk pada kehidupan Cantika. Dia kehilangan calon adiknya, kehilangan kehangatan seorang ibu, kehilangan penguat juga penyemangatnya, kehilangan sebagian ingatannya.

Sejak saat itu Cantika mengidap selective amnesia dan Agyrophobia.

YouWhere stories live. Discover now