P4

16.6K 1K 18
                                    


Hari keberangkatan Raka ke Jakarta pun tiba. Indria bahkan telah bangun jam dua dini hari untuk menyiapkan keperluan-keperluan yang dibutuhkan oleh suaminya.

Berbeda dengan Indria yang tampak sibuk, Raka masih lelap dalam tidurnya. Padahal jam enam nanti dia harus sudah berada di bandara, dan sekarang jarum jam menunjukkan pukul empat pagi.

"Raka ayo cepat bangun! Kenapa kamu malas sekali sih," gerutu Indria mengguncang tubuh Raka pelan.

"Aku masih mengantuk Indria," ucap Raka pelan dengan mata terpejam.

"Ayolah cepat bangun! Nanti kamu terlambat tiba di bandara." Indria menarik tangan Raka memaksanya untuk bangun. Namun tak membuahkan hasil.

"Iya-iya aku akan bangun," ujar pria itu sembari turun dari tempat tidur. Dia memamerkan senyuman ketika melihat wajah Indria.

Cup!

Sebuah kecupan singkat dari Raka mendarat di pucuk kepala istrinya.

"Pagi, Sayang," sapa Raka dengan nada menggoda.

"Cepatlah mandi, Raka! Berhenti menggodaku." Suruh Indria menatap kesal ke arah pria yang lebih tinggi darinya itu.

"Aku memperoleh semangat karena menggodamu, lalu bagaimana bisa aku berhenti menggodamu, Sayang?" Raka malah semakin menunjukkan godaannya.

"Hah sudahlah! Terserahmu saja!" rungut Indria sedikit kesal. Dia memilih untuk keluar dari kamar.

Raka tak dapat menahan diri untuk tertawa terbahak-bahak. Menggoda Indria sungguh hal yang menyenangkan baginya. Dia melirik jam dinding sebentar, dia tidak memiliki banyak waktu lagi untuk bersiap-siap. Segera saja dirinya masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri.

Kurang dari 20 menit, Raka telah selesai membersihkan diri serta berganti pakaian. Setelah itu dia menemui Indria yang sedang berada di dapur, menyiapkan sarapan kesukaannya yakni nasi goreng dan telur mata sapi.

"Duduklah di sana. Jangan mendekatiku!" perintah Indria menunjuk ke arah meja makan. Kemudian, wanita itu membawa dua piring berisi nasi goreng ke meja makan.

"Cepat dimakan, jangan membuang-buang waktumu!" perintah Indria lagi. Dia termasuk wanita yang cerewet, walau tak sering dia tunjukkan.

"Kenapa kamu jadi bawel begini, Sayang? Hahaha." Raka merasa terhibur dengan sikap wanita yang telah resmi menjadi istrinya sejak beberapa bulan yang lalu itu.

"Biasa saja," tanggap Indria cuek. Sedangkan dia masih asyik dengan tawaannya. Untuk beberapa saat, keheningan tercipta di antara mereka. Walau demikian, pandangan Raka tak lepas dari istrinya barang sedetik pun.

"Kamu makan seperti siput. Lama sekali," ejeknya. Indria tak peduli, dia melanjutkan suapan nasi goreng yang tinggal beberapa sendok.

....................

Tepat pukul lima pagi, Raka sudah bersiap-siap untuk berangkat ke bandara. Ia menumpang taksi.

"Kenapa sekarang wajahmu kelihatan kusut, Indria? Apa kamu sakit?" tanya Raka ketika Indria mengantarnya sampai di depan pintu.

"Tidak. Aku hanya kurang istirahat," jawab wanita itu meyakinkan.

"Tolong jaga kondisimu. Aku tidak akan tenang di sana jika terjadi sesuatu yang buruk padamu di sini," pesan Raka serius.

"Aku akan baik-baik saja di sini, Raka. Jangan cemas." Indria tersenyum sementara matanya sudah berkaca-kaca.

Raka menarik Indria ke dalam pelukannya. Tangis wanita itu pun pecah. "Terima kasih, Raka. Kamu begitu baik padaku selama ini. Maaf aku kerap kali menyusahkanmu." Isaknya.

Your Baby, Not His SonWhere stories live. Discover now