Part 19

25.4K 1.7K 190
                                    

"Jadi, lo mau minta maaf sama nyokap lo?"

Sejak melontarkan pertanyaan itu, Julian berusaha untuk tidak terkejut. Sementara orang yang berada di sampingnya tampak tersenyum lebar, membenarkan. Sebelumnya Hazel sudah pernah bercerita dan mengakui bahwa ia dan bundanya memang bertengkar di malam ia kecelakaan.

Itu bukan hal yang mengherankan. Julian sudah tahu bahwa hubungan ibu dan anak itu memang sering merenggang. Awalnya Hazel tidak mau jujur apa yang membuat mereka berselisih, tapi setelah dipaksa akhirnya ia mau menceritakan semuanya. Akar dari masalah itu sendiri adalah perselingkuhan sang ayah dan pelecehan terhadap Aneshka.

Semenjak saat itu Julian tahu, bahwa masa lalu Hazel memang masuk ke dalam kategori yang cukup rumit.

"Kok rasa-rasanya feeling gue nggak enak, ya?" celetuk Julian.

Hazel nyengir. "Nggak enak kasih kucing aja."

"... Trus?"

"Gue bukan orang yang gampang untuk ngungkapin gimana perasaan gue ke orang lain, Nay." Hazel memberikan alasan. "Gue sadar udah nyakitin Bunda terlalu banyak—padahal maksud gue nggak gitu."

Julian sama sekali tidak bisa memberikan ucapan simpati ataupun semacamnya, sampai Hazel tiba-tiba berhenti dan menatapnya.

"Tolong bantu gue, Nay. Ungkapin semua perasaan gue ke Bunda."

Di situ Julian mulai mengerti kalau Hazel sangat membutuhkannya.

Tak butuh waktu lama hingga mereka tiba di salah satu rumah di komplek tersebut. Pagar besi bercat putih dengan tembok warna kelabu yang terlihat agak pudar sudah ada di hadapan mereka. Itu rumah Hazel, akhirnya setelah sekian lama tidak mampir, Julian berkunjung ke rumah ini lagi. Namun, begitu ia ingin membuka gerbang dan masuk ke dalam, Hazel menahan.

"Kenapa?" tanya Julian.

Hazel tidak menjawab, pandangannya lurus pada dua pasang sepatu yang berjajar di luar rumah. Sepatu itu berbeda ukuran, yang satu ukurannya besar—milik seorang laki-laki dan yang satunya lagi mungil, berwarna merah dan bermotif bunga-bunga. Hazel tidak tahu itu milik siapa, tapi alarm kewaspadaannya menyala.

"Zel?"

"Ayo, pergi."

"Tapi—"

Suara Julian mengambang di udara tepat ketika pintu rumah terbuka dan Hazel menariknya untuk bersembunyi. Hazel merunduk, tidak ingin melihat siapa yang ada di sana. Di sisi lain, Julian cukup penasaran dan mengintip dari celah pagar yang untungnya bisa menutupi tubuh mereka karena di sana ada pagar tanaman yang besar.

Ada seorang anak kecil yang mungkin berusia lima tahunan, bersama laki-laki paruh baya. Julian tidak mengenal orang itu, mungkin salah satu kerabat Hazel. Ibunya Hazel juga ada di sana, mereka tampak mengobrol serius. Yang membuat Julian merasa aneh adalah ada kemiripan sekilas antara laki-laki itu.

Julian terkesiap ketika Hazel berdiri. Tatapannya mengarah pada ketiga orang di dalam pagar sana, ia tanpa sadar melihat tangan Hazel terkepal erat. Julian tidak tahu apa yang dipikirkannya sampai ia meremat tangan Hazel dalam genggamannya. Wajah Hazel yang mengeras tampak melunak dan terarah ke Julian.

RUN TO HIM [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang