Ku rasa ia masih menatapku dari sana. Tapi kini aku mengalihkan pandangan pada ponselku. Menuruh kembali coklat panas pada tadah.
Tring...
Bel pintu masuk berbunyi, aku tak mengalihkan pandangan dari ponsel. 'Paling juga orang tadi.' batinku.
Aku menyedu coklat panasku seraya melirik pada ponselku. Walau sebenarnya aku merasa sedang ada yang tidak beres, merasakan bahwa ada yang sedang menghampiriku, ntah siapa. Tapi batinku mengatakan bahwa pria tadilah yang akan datang.
Tapi aku menepis jauh-jauh pikiranku.
"Hy nona, bolehkah saya bergabung denganmu?" aku tersontak terkejut, mendongkak melihat siapa pemilik suara.
Seperti yang ku duga, memang pria tadi.
Dia tampan, tinggi, kulitnya sedikit gelap, tampak dewasa, dan menawan. Satu hal yang aku rasa, dia lebih tua dariku, sekitar 2 tahunan.
Aku menyeritkan alis, menahan hasrat untuk tetap dingin. Lalu memandang sekitar, ada 2 atau 3 meja yang kosong, tapi biarlah.
Dan aku mengangguk kecil, lalu beralih pada ponselku, dan dia duduk di hadapanku.
Aku mengalihkan pandanganku kembali keluar, merasa bahwa aku sindiri di meja ini. Tapi sayangnya jantungku kini berdetak sangat cepat, tak terkontrol.
Oh my god.
Apa maksudnya ini?
Aku menghela nafas tak peduli dengan jantungku. Aku merasakan bahwa sosok yang ada di depanku sedang menatapku, tapi aku menepis pikiran bodoh itu. Aku enggan melihat apa yang sedang terjadi di cafe ini, terutama yang ada di hadapanku kini.
"Nona, apa kehadiranku menganggumu?"
*Iya, sangat mengganggu tuan.* batinku membalas.
Aku segera mengalihkan pandangan ke arahnya, dan menggeleng. "Tidak."
Pria itu tersenyum padaku, senyumannya manis.
Apa?
Oh god, apa-apan ini, hei Reina, kau baru saja mendapat goresan pada hatimu, dan kau mudah terlena hanya karena senyuman pria yang belum kau kenal? No!
Aku menggeleng kecil, pria yang dihadapa ku, menatapku aneh.
"Hei, kau kenapa nona?" aku menggeleng cepat, malu sekali aku.
"Hmm, perkenalkan saya Faruq Naufal. Saya pemilik cafe ini, dan saya sering melihatmu di cafe ini sendirian, dan kau pelanggan setiaku, bolehkah saya berkenalan denganmu nona?" ia mengulurkan tangannya.
Aku menyeritkan alis 'Sering melihat mu di cafe ini sendirian'? Ia sering melihatku? Tapi mengapa aku baru melihatnya? Sudahlah tak penting, tentu ia sang pemilik karena jelas mobilnya terparkir di tempat yang disediakan paling bagus, dan aku memang sering kemari sendiri.
Segera aku bangun dari pikiranku, hingga lupa bahwa ia sedang menunggu jawabanku. Aih, aku ke GeEran, siapa yang menunggumu Ghina? Bukankah kau yang selalu menunggu pria yang tak jelas pergi kemana?
Cukup, untuk menyambungnya Ghina!
Aku membalas uluran tangannya, saat aku sadar dari pikiranku yang kacau. "Saya Ghina Hareya." singkatku dengan diakhiri senyum, dan melepaskan tangan kami.
"Senang bertemu denganmu nona Reya." aku sontak tertawa kecil.
Ia menyeritkan alis bingung kepadaku. "Maaf tuan, tapi aku biasa di panggil Ghina." ujarku sopan.
Ia tersenyum "Tapi aku suka memanggilmu dengan sebutan itu, bolehkah nona?"
Aku mendengus dalam hati, apa-apan dia sekenaknya memanggilku dengan nama 'Reya' itu, aneh sekali rasanya di panggil Reya. Tapi apa yang harus ku jawab?
"Diam, tanda setuju." sudahlah, terserah. Ku rasa aku tak akan bertemi dengannya lagi.
Setelah itu, ponselku berdering. Aku menatap layar, telfon dari bunda. Aku menatap pria bernama Faruq itu, isyarat untuk meminta izin, ia hanya tersenyum mengangguk.
YOU ARE READING
Like Tree
Teen FictionAku merasakan ada yang mengganjal sejak awal pertemuan aku dengan pria itu. Seperti kisah cerita dramatis yang sering ku tonton, dan lain sebagainya, merasa aneh jika diri yang merasakannya. Padahal aku sudah membangun pertahanan, seperti kayu yang...
Part 1
Start from the beginning
