Huhhh... aku harus bekerja ekstra hati-hati jangan sampai ia terbangun. Setelah bermacam lapisan tadi tersingkap terlihat juga kontol segar Aris. Lebih kecil sedikit dibandingkan kontol ayahnya, tapi lebih panjang dan lebih muda tentunya. Kubelai batang kontol Aris yang mulus itu. Agak kupercepat dan kutekan belaianku. Berbeda dengan ayahnya yang diam saja, Aris kulihat mengerang kenikmatan. Hmmmh... mimpi basah barangkali.

Aku ingin membuatnya lebih keenakan. Langsung kumasukkan batang kontolnya ke mulutku. Tapi... sial! Aris menepis kepalaku. Ia segera mengubah posisi tidurnya. Aku berdebar-debar... Dia bangun... Tidak... ia masih terpejam dan sepertinya kembali melanjutkan mimpinya.

Aris sudah tertidur lagi. Nafsu setanku kembali bangkit. Kugerayangi lagi kontolnya. Dia masih ngaceng!...

Kalau kuisap pasti kepalaku akan menyentuh tubuh Paman Arjo. Jangan-jangan dia ikut terbangun nanti. Akhirnya kuputuskan tanganku saja yang bekerja. Kukocok perlahan kontol Aris. Dia diam saja. Sudah tertidur lagi rupanya...

Menit-menit berlalu. Aris diam saja tetapi aku tahu ia tidak benar-benar tertidur. Namun, karena dia tidak menolak perbuatanku kuputuskan untuk terus mengocok kontolnya. Dan tiba-tiba...

CROTT.. 

Dia muncrat pula akhirnya. Aku puas... tetapi...

"Sudah, ya! Saya capek mau istirahat...!" Aris menatapku tajam.

Ia merapikan celananya dan kembali tertidur dengan memunggungiku. Marahkah? Akh! Aku tak peduli... Yang penting pagi ini aku berhasil merasakan keperkasaan dua batang kontol milik ayah dan anak sekaligus...

Puass!!!

***

Selamat datang, Paman Arjo dan Aris! Mungkin itulah sambutan yang bisa kulakukan untuk kalian. Aku rela untuk senantiasa melakukannya untuk kalian. Mengisap ataupun sekadar mengocok kontol kalian sehingga kalian merasa nikmat luar biasa!

Ternyata kedatangan Paman Arjo ke Jakarta bertujuan mengantarkan Aris untuk tinggal bersama keluargaku. Ia ingin melanjutkan SMA-nya di Jakarta. Jarak rumahnya di kampung dengan sekolah sangat jauh sehingga justru memakan banyak biaya dan tenaga. Selain itu, Paman Arjo menginginkan agar Aris bisa belajar denganku. Semua orang tahu kalau aku lumayan pandai. Di SD selalu juara kelas. Di SMP paling jelek masuk tiga besar. Di SMA pun sampai saat ini paling buruk aku ada di peringkat lima.

Sebenarnya kondisi perekonomian keluargaku tidak begitu bagus. Bapakku hanya pensiunan pegawai kereta api. Sekarang mencari tambahan dengan membantu ibu berdagang di kantin di sebuah kantor yang tidak begitu jauh dari rumah. Untungnya kedua kakak perempuanku sudah tidak tinggal bersama kami lagi. Kakakku yang sulung, Eka Damayanti, mengikuti suaminya dan tinggal di Palembang. Paling sering setahun sekali bertemu bapak dan ibu. Yang kedua, Dwi Larasati, juga ikut suami, tetapi masih tinggal di sekitar Jakarta juga. Namun, suaminya belum memiliki pekerjaan tetap sehingga masih sering merepotkan kedua orang tuaku.

Paman Arjo sendiri merupakan adik kandung ibuku. Ibuku anak kedua sedangkan Paman Arjo anak kelima, yang paling kecil. Aris anak pertamanya dan mungkin akan menjadi anak satu-satunya karena sampai saat ini ia belum mempunyai adik. Aku belum begitu mengenal mereka. Kami sekeluarga baru bisa pulang kampung antara tiga sampai empat tahun sekali. Selama ini Paman Arjo cukup baik dan sepertinya kagum dengan kepandaianku. Dengan Aris aku tidak begitu dekat. Kalau aku datang ke kampung ia sibuk bermain dengan teman-temannya.

Selama di Jakarta Aris hanya menumpang tinggal dan makan di rumahku. Untuk biaya keperluan sekolahnya Paman Arjo berjanji akan secara rutin mengirimkannya ke Jakarta setiap selesai panen. Hal ini terpaksa dilakukan karena Paman Arjo tidak ingin terlalu membebani orang tuaku. Bapak ibuku pun berjanji untuk sebaik mungkin menampung Aris. Mereka ingin Aris menemaniku karena sejak kelas satu SMP aku selalu mengurung diri di rumah. Aku malas keluar untuk bermain. Aku bosan dijuluki banci atau bencong!

Selamat Datang, Paman Arjo dan ArisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang