Part 1

48.8K 539 21
                                    

Pagi masih gelap saat kudengar ibu membangunkan aku yang terlelap. Seperti biasa aku hanya mengubah posisi berbaringku menjadi meringkuk.

"Toro! Bangun. Paman Arjo datang dari kampung, tuh!" suara ibu agak berbisik. Mungkin ia malu kalau sampai terdengar tamunya.

"Sudah, Mbak! Biarkan saja, masih gelap." terdengar suara berat seorang pria dalam bahasa Jawa.

Paman Arjo?

"Kamu geseran saja deh! Paman Arjo dan Aris biar bisa istirahat. Kasihan mereka seharian di perjalanan." ibu menggeser paksa tubuhku.

Di rumah ini memang hanya ada dua kamar tidur. Satu untuk bapak dan ibuku, satu lagi kamarku sendiri.

"Rebahan dulu Dik Arjo! Aris ajak sekalian!" ujar ibu sambil keluar kamarku. Aku sudah bergeser ke bagian paling tepi ranjangku dan mencoba lagi melanjutkan mimpiku. Tak lama kudengar suara orang masuk ke kamarku. Pintu ditutup.

"Itu siapa, Pak?" terdengar suara lelaki belasan tahun juga dalam bahasa Jawa.

"Itu Toro, anak Pakde Muji. Dia juga sudah kelas dua SMA tapi umurnya satu tahun di bawah kamu." terdengar suara Paman Arjo berbisik.

"Sekarang tidur dulu. Masih gelap. Biar Bude dan Pakde istirahat lagi." Tiba-tiba terdengar suara orang membuka pakaian. Hmmmh... Terdengar lagi suara tubuh yang dibaringkan di sebelahku.

Hening...

Aku tidak bisa tidur. Otak homoku mulai bekerja. Ada dua lelaki berbaring di sebelahku, tetapi aku diamkan saja? Bodoh! Perlahan aku buka mataku dan kulihat lelaki remaja sebayaku terbaring telentang. Ia sudah pulas. Perjalanan jauh membuatnya harus segera terkapar. Wajahnya cukup tampan. Bersih tidak berjerawat, tidak seperti aku.

Segera kuberalih ke selangkangannya. Ouch! Dadaku langsung berdebar. Menonjol sekali. Apakah dia ngaceng? Kulihat pria empat puluhan tahun di sebelahnya. Garis wajahnya mirip, hanya lebih gelap. Kumisnya pun lumayan tebal. Dan... wowww tonjolannya luar biasa. Kalau yang ini aku yakin pasti sedang ngaceng.

Tak tahan aku turun dari tempat tidurku menuju tepi lain ranjangku. Mereka benar-benar kelelahan sehingga pulas sekali mereka tertidur. Ku sentuh perlahan tonjolan di selangkangan Paman Arjo. Dia tidak terbangun. Kutambah tekanan sentuhan tanganku. Tetap tak terbangun. Pulas sekali. Dengan leluasa kuusap-usap kemaluan pamanku itu. Kontolnya yang sudah tegang kurasakan bertambah ngaceng. Oh, my God! Panasnya sangat terasa. Kuremas sedikit untuk memastikan ia tidak terbangun. Benar-benar pulas!

Aku tak bisa berlama-lama lagi. Perlahan kubuka pengait celananya. Untung ia tidak menggunakan ikat pinggang dan celana dalam sehingga memudahkan aku menjalankan aksiku. Begitu risleting celananya tersingkap kontol pamanku langsung mengacung kekar. Luar biasa! Aku benar-benar berhadapan dengan kontol yang besar, panjang, kekar, dan hangat. Masih agak takut-takut aku pegang batang kontol tersebut. Pamanku tetap tak terbangun... Kuelus lagi perlahan... Mulai mengurut... Paman Arjo tetap tertidur. Tak sabar lagi aku segera memasukkan batang segar itu ke mulutku. Glek... benar-benar besar. Hangat pula! Tidak sampai sepuluh menit kurasakan denyut kontol Paman Arjo mulai tak beraturan. Dia mau muncrat...

CROTTT...

Kurasakan semburan hangat di tenggorokanku. Hmh... sedap betul! Thanks Paman Arjo.

Aku segera merapikan lagi celana Paman Arjo. Selesai? Belum dong. Sayang kalau yang muda disia-siakan, pikirku. Aku naik lagi ke ranjangku. Kudekati Aris dengan perlahan. Kusentuh lagi kemaluannya. Mulai ngaceng. Tidak sebesar ayahnya memang, tetapi sayang kalau dianggurin, batinku. Agak kesulitan aku membuka celana Aris. Selain menggunakan ikat pinggang ia juga menggunakan celana berlapis, yaitu celana boxer dan celana dalam biasa.

Selamat Datang, Paman Arjo dan ArisWhere stories live. Discover now