[5] : The Reason Why I Must Give Him a Chance

Începe de la început
                                    

"Halo..."

Tidak ada jawaban dari seberang telepon.

"Pak Satria.."panggil Adis. Masih tak ada jawaban. Satria kenapa lagi. Adis memutar bola matanya kesal. Baru saja Adis hendak memeriksa apakah panggilannya masih tersambung atau tidak, terdengar suara yang cukup asing ditelinga Adis. Itu bukan suara Satria.

"Lihat kesamping kirimu..."

Bagaikan kerbau di cocok hidungnya, Adis mengikuti arahan dari suara yang ada diseberang telepon. Matanya langsung membulat sempurna saat melihat Zico yang juga sedang makan siang dengan beberapa rekannya. Jarak antara keduanya cukup jauh. Namun dari postur tubuhnya Adis yakin sekali itu Zico. Ia bisa melihat senyum lebar yang tercetak di bibir Zico. Adis mengakhiri panggilannya dan langsung memalingkan wajahnya.

"Kenapa kamu?Kok cemberut gitu mukanya?"

Adis diam. Ia mengaduk-aduk jusnya dengan sedotan. Membuat dahi Arka berlipat-lipat. Keheranan.

"Mas Arka.."

Mendengar namanya dipanggil, tentu saja Arka langsung menoleh ke sumber suara. Ia menemukan sosok Zico yang tengah berdiri didekatnya. "Hei, Co. Makan disini juga?Sendirian?"

"Sama pihak label, Mas"Mata Zico melirik ke arah Adis. "Boleh ikutan gabung?"

"Tentu saja. Iyakan, Dis?"tanya Arka meminta persetujuan Adis.

"Hmm.."gumam Adis tanpa sedikitpun menoleh ke arah Zico yang mengambil tempat duduk disampingnya.

"Kamu datangkan ke acara anniversary mama Arzeti dan papa Reza lusa?"

Adis langsung menatap ke Arka dengan penuh tanda tanya. Ia menuntut penjelasan. Seingatnya nama Zico tidak tercantum dalam daftar tamu acara. Arka hanya membalas tatapan Adis dengan senyum polos.

"Tentu saja, Mas. Aku merasa terhormat diminta mengisi acara di pesta tante Arzeti dan om Reza"

"Kau berlebihan, Co. Mama malah terharu waktu tahu kau bersedia menjadi pengisi acara di pesta Mama. Bahkan kau membuatkan lagu khusus untuk mereka." Arka ingat sekali bagaimana mamanya menangis saat Arsen memberitahukan Zico bersedia tampil diacara mereka. Mamanya itu memang terkadang bersikap berlebihan. Sebelas dua belas sama papanya.

"Tidak masalah, Mas. Arsen yang memintaku membuatnya. Sebagai sahabat tentu saja aku akan melakukannya"

Arka dan Zico tertawa bersama. Sementara Adis sama seperti sebelum-sebelumnya ia hanya jadi pendengar setia. Sesekali ia menyuapkan makanan di piringnya kedalam mulutnya. Ia sebenarnya sudah tak berselera lagi dengan makanannya namun Adis memaksakan dirinya untuk menyuapkan makanan itu kedalam mulutnya. Setidaknya dia ada pekerjaan lain selain bengong memperhatikan mereka.

"Kau tahu, Co. Aku dan Adis baru saja membicarakan tentangmu"

Hampir saja Adis menumpahkan makanan dari mulutnya kalau saja ia tidak buru-buru meraih minumannya. Adis mengusap mulutnya yang sedikit belepotan. Ia melototkan matanya ke arah Arka.

"Maassss..."rengek Adis. Ia bisa merasakan wajahnya memanas dan ia yakin ada rona merah yang menghiasi pipinya. Ia tentu saja malu habis ketahuan membicarakan orang yang baginya menyebalkan itu. Pria itu pasti akan merasa besar kepala dan berpikir Adis adalah orang munafik. Didepan ogah-ogahan tapi dibelakang....stop! Tidak perlu dijelaskan lagi.

"Aku yakin Adis pasti membicarakan yang buruk-buruk tentangku"tebak Zico.

"You're right!hahaha..."Arka tertawa lebar.

"Wanita ini sangat menggemaskan. Hanya dengan sekali melihat matanya saja. Aku bisa tahu dikepalanya banyak sekali pikiran-pikiran buruk tentangku"Zico mengelus kepala Adis penuh cinta.

Hide and Seek LoveUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum