[5] : The Reason Why I Must Give Him a Chance

1.3K 89 0
                                    


"Jadi kamu dekat dengan Zico sekarang?"tanya Arka dengan satu alis terangkat. Kedua tangannya bersedekap didepan dada.

Adis sudah menceritakan semuanya kepada Arka. Kakak sepupunya itu memang multifungsi. Jadi temen main. Iya. Jadi pasangan buat ke pesta. Iya. Jadi pengawal pribadi. Iya. Jadi temen curhat. Iya. Ibarat kalau makanan, sepupunya itu paket lengkap lah.

"Siapa juga yang dekat?Enggaklah.."sungut Adis tidak terima.

Berkirim pesan beberapa kali dengan Zico tidak lantas bisa disebut ia memiliki hubungan dekat dengan musisi itu. Pria itu sekarang bertindak lebih nekat dari sebelumnya. Pria itu akan membombardir smartphone-nya dengan rentetan pesan sampai Adis membalasnya. Sungguh kekanakan sekali.

"Zico orangnya baik lo, Dis"

Kening Adis mengkerut. Ini pertama kalinya Arka memuji seorang laki-laki yang memiliki niat untuk mendekati Adis. Biasanya Arka akan selalu berkomentar buruk setiap ada laki-laki yang mendekatinya. Yah, walaupun tak ada satupun dari mereka yang ditanggapi Adis. "Terus?"

"Mas rasa nggak ada salahnya memberikan Zico kesempatan untuk mendekatimu"

Adis menatap Arka dengan pandangan tidak suka. Kakak yang selama ini selalu berada di pihaknya malah ikut-ikut mendukung Zico. Adis tidak mengerti pengaruh apa yang diberikan Zico pada orang-orang terdekatnya.

"It's probably wrong. His world, i don't like it. It's too different for me. After all, you know i really hate to involve with those world. If he wasn't a celebrity, i think i can consider him"

"Kamu terlalu idealis, Dis. Santai sedikitlah. Kamu ini udah kayak Rene Descartes aja." Arka tertawa cukup keras sehingga menarik perhatian pengunjung restoran disekitarnya. Adis melotot ke Arka. Meminta pria itu mengontrol tawanya.

"Zico adalah pria yang baik. Mas tahu persis itu"

Adis mencibir dalam hati. Belum tahu aja sifat aslinya kayak apa. Orang itu nggak sebaik yang dia pikir.

"Mas setuju kalau kamu sama dia. Kasih aja Zico kesempatan, Dis daripada kamu jadi perawan tua. Mau kamu?"

Adis menggeleng cepat. Seluruh wanita didunia ini juga tidak akan mau mendapat julukan perawan tua. Siapa yang mau menghabiskan masa tuanya dalam kesendirian. Ogah! Adis selalu percaya semua orang diciptakan berpasang-pasangan. Seperti Adam yang berpasangan dengan Hawa. Nabi Muhammad yang berpasangan dengan Khadijah. Walaupun kaum pria didunia ini jumlah populasinya lebih banyak dibandingkan kaum wanita. Adis percaya Tuhan sudah mengatur segalanya dan ia hanya perlu menjalani hidupnya dengan penuh rasa syukur tanpa harus membebani pikirannya dengan kapan ia punya pacar, siapa yang akan jadi pacarnya nanti. Menjalin hubungan spesial dengan seseorang tentu bukan prioritasnya sekarang. Ia akan memikirkan itu nanti seiring berjalannya waktu.

"Daripada Mas nasehatin aku, kenapa nggak mas aja yang cari jodoh aja sana. Udah tua juga.."

Arka tertawa ringan. "Mas sih gampang. Mau nikah umur berapa aja nggak masalah. Pria itu nyantai, Dis. Beda sama cewek"

Pria dimanapun pasti mikirnya begitu. Tidak pernah mempermasalahkan pada umur berapa mereka akan melepaskan predikat lajangnya. Selama mereka memiliki karir yang mengagumkan dan kehidupan yang mapan, tidak akan ada wanita yang menolak. Kalaupun masalah, itu pasti keluarganya yang ribut ingin menimang cucu. Beda dengan wanita. Belum nikah diumur 30 tahun aja, terkadang dapat cibiran "Kasihan ya belum nikah, padahal udah 30 tahun. Belum laku-laku juga" dan otomatis gelas perawan tua langsung melekat pada si wanita.

"Kamu nggak bisa gini terus, Dis. Buka hati kamu buat orang lain. Pintu hati kamu itu...sudah tertutup terlalu lama. You must begin to trust the other people. Nggak semua orang kayak temen-temen kamu dulu"

Hide and Seek LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang