Bab 10: Berbagi Kesakitan

24.9K 1.5K 31
                                    

Arianna terbangun merasakan sinar matahari menerpa tubuhnya, dia mengernyitkan alisnya dan membuka matanya pelan-pelan. Sedikit heran mendapati dirinya berbaring dikasurnya. Seingatnya semalam setelah Raffi memaksanya mengakui tentang status Sisi, ia menangis meraung-raung didalam pelukan lelaki itu. Kemudian ia tak ingat lagi apa yang terjadi padanya.

Mungkinkah Raffi yang...

Arianna menggelengkan kepala mengenyahkan pikiran tentang lelaki itu. Ia beranjak dari tidurnya, melihat jam diatas nakas disamping tempat tidurnya. Masih pagi pikirnya.

Ia kemudian berjalan kearah kamar mandi. Mematut pantulan dirinya didepan cermin, matanya bengkak dan wajahnya sedikit pucat. Pasti efek kelelahan menangis.

Arianna mulai menggosok giginya, mencuci mukanya agar terlihat lebih segar. Ia menyisir rambut coklat panjangnya dan mengikatnya asal. Meninggalkan sulur-sulur rambutnya yang menambah kesan seksi pada tubuhnya.

Arianna lalu bergegas menuju dapur, berniat membuat sarapan. Ia membuka isi kulkasnya dan mendesah jengkel karena persediaan makanannya habis. Hanya ada telur dan sosis, biarlah hari ini makan nasi goreng lagi.

Kemudian wanita itu sudah terlihat sibuk dengan dapurnya, membuat nasi goreng untuk tuan putri dan adik angkatnya.

"aku tau kejadian diruang tau tadi malam.." Firdha berujar dibelakang Arianna, menyentak Arianna dari kegiatan memasaknya.

"maksud kamu apa..?" tanyanya berpura-pura. Bodoh jika dia tak tau maksud dari Firdha.

"kebenaran apa lagi sih yang mau mbak Ann tutup-tutupi dariku. Aku bukan gadis kecil lagi yang bisa saja dibohongi. Aku sidah 22 tahun mbak.."

Arianna bergeming, berpura-pura fokus pada nasi gorengnya. Walau sejujurnya fikirannya melayang entah kemana.

"Kalau mbak Ann lupa sama kejadian semalem.. aku ingetin lagi. Aku Tau Kalo Mas Raffi adalah Ayah Kandung Sisi.." Firdha berujar penuh penekan. Dia benar-benar tak habis pikir dengan jalan fikiran kakak angkatnya itu. Bagaimana ia bisa menyembunyikan fakta sebesar ini.

Arianna mematikan kompornya, memandang Firdha sendu. Ia mendongakkan kepala menahan buliran airmata yang berdesakan ingin keluar dari tempatnya.

"Mbak punya alasan sendiri kenapa mbak menyembunyikan semua ini. Ada sesuatu yang tidak mungkin diumbar pada semua orang.." Ia tersenyum kearah Firdha, senyum yang tak sampai kematanya. Menandakan kesedihan teramat pada sang empunya senyum.

Firdha merasa tak tega melihat kesedihan Arianna, ia kemudian berhambur memeluk kakak angkatnya. Membenamkan wajahnya dicerukan leher Arianna. Ia menangis tersedu-sedu disana.

Buta jika ia tak tahu penderitaan wanita itu selama lima tahun ini. Dia adalah satu-satunya saksi betapa tegar dan kuatnya wanita itu membesarkan Sisi seorang diri. Cemoohan dan cacian maki ia dapatkan setiap hari.

Tapi wanita itu bergeming, menjadikan cemoohan itu sebagai mantra untuk menyambut asa yang menantinya didepan mata.

"maafin Firdha mbak.." ujarnya teredam suara tangisnya sendiri.

Arianna hanya mengangguk sebagai jawaban, suaranya menghilang karena nyeri yang menjalar diseluruh hatinya. Ia merenggangkan pelukan Firdha, menatap gadis ayu itu sendu.

"Mbak nggak apa-apa.." ucapnya bagai mantra untuk dirinya sendiri. Ia sudah pernah melewati kesakitan lebih dari ini. Ia harus kuat, demi dirinya sendiri dan juga buah hatinya.

Firdha menggeleng tak terima."aku tau mbak Ann bohong.." ia menghela nafas sebentar, menormalkan suaranya, ia menangkup wajah Arianna dengan tangan lentiknya "mulai sekarang, mbak Ann jangan memendam semuanya sendirian. Ada aku dan Sisi yang selalu ada disamping mbak Ann. Aku selalu siap mendengar cerita mbak Ann kapan aja.." Ia menangis semakin terisak.

My DaughterWhere stories live. Discover now