9: A Relationship

5.3K 441 28
                                    

NARENDRA UTAMA

HUBUNGANKU dengan Armada sudah menapaki sebuah fase yang baru. Aku sudah berjanji akan mengubur dalam-dalam masa laluku dan menjalani kehidupan baru dengan lelaki itu. Aku sadar, hatiku juga berhak menerima cinta yang lain. Dan aku mengerti, bahwa Ben juga tak ingin aku terus-menerus mengalami kesepian yang menyiksa.

"Jadi, menurut kamu bagusan yang mana?" Aku menolehkan pandangan ke arah Mada yang kini sibuk menjinjing dua buah kemeja pendek berwarna putih dan abu-abu. Ia yang sedaritadi sibuk mengobrak-abrik almarinya masih saja kebingungan menentukan pakaian seperti apa yang akan dikenakan pada konsernya nanti malam. Ya, malam ini, Mada dan kawan-kawannya mendapat undangan manggung di acara grand opening sebuah kafe di pusat Jakarta. Dan dia mendaulatku untuk menjadi penata busana dadakannya.

"Yang putih aja, yang abu-abu nggak cocok dipake sama kamu," jawabku seraya asyik membalas pesan Arman yang masuk di Blackberry Messenger-ku. "Lagian ngapain sih kamu pusing-pusing banget milih baju? Kayak nggak biasanya aja."

Mendengar perkataan terakhirku, Mada tak segera menjawab. Mata cokelatnya membeliak bersamaan dengan senyum tipis yang tersungging pada bibir merah mudanya. "Karena malam ini, orang yang paling aku sayangi di dunia ini bakal nonton penampilanku."

Usai mengucapkannya, Mada meraih tanganku dan membawaku menujunya. Membuat tubuhku kini menempel dengan tubuhnya yang hanya dibalut boxer hitam sebatas pangkal paha. Dengan lembut, dibawanya kedua tanganku hingga terkalung di leher jenjangnya sebelum kemudian menyentuhkan telunjuknya pada tombol power DVD player yang terletak di atas meja. Tak lama, alunan suara Daniel Beddingfield yang melagukan If You're Not The One mengalun memenuhi kamar apartemen Mada yang cukup luas.

"Apa kamu selalu seromantis ini sama pasangan-pasangan kamu sebelumnya?" tanyaku setengah tersipu begitu kami mulai tenggelam dalam alunan musik dan gerakan dansa yang romantis. Sementara Mada hanya menutup mata dan memasang tampang seolah-olah tak mendengar perkataanku.

"I ask to you, Mr. Armada Dirgantara!" ulangku seraya mencubit pinggang telanjang Mada dan membuat lelaki itu mengaduh kemudian tertawa-tawa.

"Mau jawaban jujur atau bohong?" Armada balik bertanya.

"Jujur, dong pastinya!"

"Hmmm..." Sejenak, Mada nampak memikirkan sesuatu. "Aku nggak pernah benar-benar serius ketika pacaran. Asal kamu tahu, sepanjang hidupku, aku baru tiga kali pacaran. Sama cewek jaman SMA, sama cowok adik kelas jaman kuliah, dan sama kamu."

"Jadi, sama aku juga nggak serius?"

"You are the only exception, Ren." Mada tersenyum saat mengucapkan itu. "I promise, I'll love you with all of my heart. Aku udah janji buat serius mencintai kamu. Sebab aku udah jatuh cinta dan nggak bisa lepas lagi."

Kujinjitkan kedua telapak kakiku agar bibirku menyentuh bibir Mada. Dan lima detik berikutnya, kami tenggelam dalam ciuman lembut yang begitu melenakan ditemani musik romantis yang terus mengalun.


***

ACARA malam ini benar-benar ramai. Jarum jam di arlojiku baru menunjuk pukul tujuh malam, namun hampir semua meja di kafe ini sudah terisi penuh dengan pengunjung yang begitu asyik menikmati pasta dan beberapa hidangan yang disajikan pramusaji yang terus berlalu-lalang. Dari satu sudut kafe, aku duduk memperhatikan Polaroid memainkan lagu-lagunya ditemani segelas cappucino di gelas tinggi. Aku masih menunggu Arman yang berjanji akan datang, namun sudah nyaris setengah jam aku menunggunya, cowok berkacamata itu tak kunjung menampakkan diri.

Maka kuputuskan untuk merogoh saku sling bag-ku dan mengeluarkan tablet. Aku perlu mengecek beberapa e-mail dari luar kantor yang beberapa hari lalu sempat kuabaikan karena tugas yang menumpuk. Namun belum sempat aku mengkoneksikan jaringan wifi, tiba-tiba—

"Duarr!" Tablet yang kupegang nyaris saja jatuh saat Arman muncul dan mengagetkanku. Dengan cepat, kutinju pelan lengannya dan membuat cowok itu tertawa selayak anak kecil yang baru saja dibelikan mainan. Jins belel selutut serta kaus kuning bergambar Spongebob membuatnya nampak lebih segar malam ini.

"Bisa nggak sih, lo nggak ngagetin kalau dateng?" umpatku kesal begitu Arman duduk pada kursi di seberangku. "Untung aja tablet gue nggak jatuh. Kalau sampe rusak, gue suruh gantiin lo!"

Arman mendecak. "Yaelah! Lagian siapa suruh lo bengong kayak ayam abis bertelor gitu? Ini kafe, bro, bukan ruang meditasi."

"Gue bengong juga gegara nungguin lo, oneng! Janji jam berapa, datengnya jam berapa!" tukasku lagi, belum puas mengomeli cowok menyebalkan di hadapanku ini.

"Iye, iye, gue ngaku salah," tukas Arman sebelum memanggil seorang waiter untuk memesan matcha latte kesukaannya. "Oiya, jadi gue bakal dapet traktiran, nih atas jadian lo sama Mada? Kayaknya, voucher masuk Dufan sama menginap semalam di salah satu hotel di Puncak lumayan cukup."

Aku mendelik. "Lo minta traktir apa ngerampok gue?"

Tawa Arman seketika meledak usai aku mengucapkan kalimat itu. "Kan gue berjasa buat bikin lo jadian sama Mada! Seenggaknya kasih ucapan terima kasih, kek atas jasa tak terhingga gue."

"Iya, tapi bukan berarti lo bisa minta traktiran seenak jidat lo!" jawabku ketus sebelum mengalihkan pandangan kembali ke arah Mada dan kawan-kawannya. Tak ada gunanya berdebat dengan Arman karena aku toh sudah pasti kalah.

Selanjutnya, kami tenggelam dalam alunan musik yang dimainkan Polaroid di atas panggung. Entah kenapa, musik-musik yang dibawakan Mada dan kawan-kawannya selalu berhasil menyita perhatian para pendengarnya. Alunan instrumen yang lembut seolah menyatu dengan suara Mada yang begitu berkarakter, menciptakan aura tersendiri bagi lagu-lagu yang mereka bawakan.

"Oke, guys! Sebagai lagu terakhir malam ini, kami akan membawakan sebuah lagu baru yang akan kami jadikan single buat album debut kami akhir tahun ini," ujar Mada begitu waktu telah merangkak mendekati akhir bagian penampilan Polaroid. "Sebuah lagu tentang kehilangan, lagu yang gue ciptakan berdasarkan rasa sedih dan takut yang pernah dialami oleh gue dan orang yang gue cintai." Ketika mengucapkan itu, mata Mada menyapu, hingga berserobok sekian menit dengan pandanganku.

"Ladies and gentlemen, please enjoy, Hugs And Kisses."

Ketika Mada usai mengucapkan itu, petikan lembut gitar yang dipadukan dengan permainan keyboard segera mengisi gendang telingaku. Bulu kudukku meremang, mendengarkan lantunan melodi yang sudah begitu kukenal. Lagu ini... lagu ini...

See me here...
One who always there in the corner of the room
One who knows you so true
Always here...

Suara berat Mada mengambil-alih keheningan yang sesaat mencekat. Kedua mata hangatnya masih menatap ke arahku, membuat ia seolah tengah berkata padaku melalui lagu yang tengah dinyanyikannya. Ada degup teratur yang kini menguasai dadaku, perpaduan antara haru dan bahagia yang sama sekali tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

Dan ketika lagu menginjak reff terakhir, aku tak kuasa menahan air mata haru yang meleleh di atas pipi.

Please let me...
Take your pain away
Heal your wounds so it's okay
To live and fly away

I keep you close to my beating heart
Keep you safe from all the hurt
Make you in peace and bliss
So I can give you hugs and kisses

LOSING YOUWhere stories live. Discover now