"Woah, kayanya ada sesuatu nih yang terjadi antara lo sama Shifa. Tumben bro lo mau serius sama satu cewek"

"Sialan, gue ga ada apa-apa sama dia. Udah cepet kasih tahu, dan sekalian jelasin hubungan antara dia dan Shifa itu apa?"

"Santai bro, Gerald Parabawa, anak terakhir dari Tanaka Parabawa. Keluaraganya jatuh miskin karena Tanaka tertipu oleh rekan bisnisnya. Setelah jatuh miskin, dia mulai mencari pekerjaan, semua pekerjaan dia coba. Muai dari menjadi sales, pelayan fast food, dll. Tapi beberapa bulan belakangan hidupnya udah gak susah lagi, dia nerima tawaran dari seseorang buat bikin Shifa ngerasa down dan bakalan milih buat mati. Hubungan dia dan Shifa ga lebih dari temen, tapi menurut pengamatan gue, Shifa punya perasaan lebih ke Gerald"

"Makasih banyak bro buat infonya. Gue harus pergi, tadi gue sekilas liat Shifa di danau sebelah Café"

"Anytime bro. jagain benda emang susah, tapi lebih susah lagi buat jaga hati lo ketika dia udah milih. Gue juga ada urusan"

Aku langsung meninggalkan Café dan menuju ke danau. Aku melihat tangannya, terdapat bekas goresan benda tajam. Aku langsung membawanya ke gudang di café Gellate. Aku tak perlu khawatir diusir, pemilik café ini adalah anak dari rekan bisnis papa. Sesampainya disana dia langsung berkata.

"Lo siapa?"

"Taradipati, lo bisa panggil gue Radi. Apa yang lo lakuin ke tangan lo? Lo cutting lagi pasti? Gue ga suka lo ngelakuin itu"

"Lo bukan siapa-siapa gue. Lagian ga penting juga buat lo apa yang gue lakuin"

"Penting, selama lo masih bernama Shifa Delevina. Lo adalah tanggung jawab gue""Sebenarnya lo siapa sih?"

Tanpa memedulikan raut penasaran miliknya, aku langsung membawa dia ke dalam mobilku dan segera menjalankannya menuju ke rumahku.

"Lo mau ngajak gue kemana? Gue bukan cewek bayaran asal lo tau. Gue bawa mobil tadi, gimana kalo nanti mobil gue ada yang nyuri??"

"Banyak komentar banget sih lo. Bisa diem ga sih? Lo tuh ganggu konsentrasi gue. Mobil lo udah dianter ke rumah lo sama orang suruhan gue. Lagian cewek bodi datar bukan tipe gue"

"Sialan lo. Bodi gue ga datar, lo aja yang gatau bodi model"

"Terserah"

----

Perjalanan dilanjutkan dengan keheningan. Shifa menyalakan radio dan terdengar lah lagu dari seorang penyanyi yang sedang naik daun. Shifa mulai bernyayi mengikuti lantunan lagu di radio. Suaranya tidak terlalu buruk pikir Radi. Akhirnya mereka sampai di rumah Radi. Radi mengajak Shifa masuk ke dalam rumahnya."Lo tunggu di sofa dulu, gue mau ngambil kotak p3k. Kalo luka lo ga diobatin, itu bakalan berbekas dan ngerusak keindahan tangan elo"

Radi meninggalkan Shifa yang sedang sibuk memperhatikan sekeliling rumah keluarga Radi. Ternyata dia anak orang kaya ya, fikir Shifa. Tiba-tiba shifa dikejutkan dengan suara seorang wanita. Saat ia menoleh ia melihat seorang wanita paruh baya yang sangat cantik.

"Temennya Dipa ya? Aduh, baru pertama kali nih Dipa pulang bawa temen cewek. Kenalin, nama tante Devona. Tante kira dia kelainan, soalnya ga pernah keliatan deket sama cewek. Temen deketnya juga Cuma Rama. Kamu cantik banget sih, foto yuk sama tante, nanti tante upload ke Instagram trus tante tag kamu. Akun Instagram kamu apa? Biar tante follow"

"Aku udah ga pernah buka Instagram tan"

"Yah sayang banget. Yaudah gapapa, yang penting kamu selfie dulu sama tante. Jarang-jarang Dipa mau bawa temen ke rumah loh" 

Sepertinya Shifa butuh kesabaran ekstra ketika berada di dekat Tante Devona.

***

*Shifa pov*
Cowok ini memang gila. Pertama, ia sudah ikut campur dengan kehidupanku. Kedua, dia membawaku kerumahnya Dan ketiga, aku sedikit familiar dengannya. Tapi apa iya?
"Thanks, lo udah ngobatin luka gue" gumamku pelan dan datar setelah cowok itu selesai mengobati luka ku.
"With my pleasure. Oiya sorry tadi mama gue. Dia emang narsis banget"
"Its okay" ucapku dengan sedikit senyum dipaksakan.
Lalu keheningan menyelimuti kami. Kenapa aku jadi seperti orang bingung sih?
"Hm, lo mau makan atau minum sesuatu?" tanyanya
"Gak usah. kalo gak keberatan lo anter gua pulang. Karena tadi elo yang ngebawa gua kesini." Ucapku tanpa menatapnya.
"Oke gue anter lo"

Saat mobil ini berhenti didepan rumahku aku benar-benar terkejut. Bagaimana dia tau rumah ku? Bahkan sedari tadi aku hanya menatap kaca di sebelahku tanpa mem beri tahu jalan pulang sama sekali.
"kok l-lo tau rumah gue?" sh*t kenapa jadi gugup gini.
"Gue pernah liat lo masuk kerumah ini. Dan ternyata benar" alasan yang meragukan. Malas memikirkan lebih dalam lagi, Aku langsung membuka pintu mobilnya lalu keluar dari sini. Aku berjalan terus menuju pintu rumah. Saat tanganku ingin membuka pintu, seseorang itu berbicara
"Lain kali, jangan pernah lo menyakiti tubuh lo lagi. Karena itu hal yang gak berguna."
Aku membalikkan badanku dan aku sudah melihat cowok itu berdiri menyender ke mobilnya dengan kedua tangan dilipat di depan dada. Aku terkekeh mengejek.
"Apa peduli lo? Ini adalah hidup gua. Sementara elo bukan siapa-siapa"

Tak peduli dengan perasaannya. Aku benci dengan seseorang yang ikut campur dengan masalah orang lain. Apalagi ikut campur dengan kehidupanku. Aku kembali berbalik ke arah pintu tapi saat ingin membuka lagi lagi tertahan oleh cowok itu.
"Gue akan jadi siapa-siapa lo kalau gitu." Aku terdiam. Apa maksudnya?
Tanpa memerdulikan kata lain yang akan keluar dari bibir cowok itu, aku langsung masuk kedalam rumah dan meninggalkannya.
Saat baru saja aku sampai di kamar, aku mendengar suara mobil berjalan. Ku lihat dari jendela, mobil cowok itu pergi meninggalkan rumahku.
"Pengganggu" ucapku singkat.

Keesokan harinya setelah pulang sekolah, aku mendapat tugas untuk membeli suatu barang untuk praktek sains yang akan dilakukan besok. Di toko ini hampir semua kebutuhan sekolah ada. Jadi dengan mudah aku mencari barang-barang yang ku butuhkan itu. Setelah aku membayar barang-barang ini. Aku bertemu dengan Gerald di depan toko. Saat aku memperhatikannya, tiba-tiba matanya menangkap keberadaanku. Dia tersenyum padaku. Tolong jangan kau lakukan itu. Umpatku dalam hati.
Aku hanya memberikan kepadanya ekspresi datar.
"Lo ngapain di toko buku. Tumben banget. Haha"
"Suka-suka gue. Ga ada urusannya sama lo kok."
"Yehh gitu aja marah. Maaf deh gue. Eh iya gue hari ini ada temen gue ulang tahun, lo ikut ya. Nanti gue jemput jam 8.
"Gue--"
"Gak ada penolakan. Gue balik dulu ya." Dia langsung meninggalkanku sendiri lalu pergi dengan mobilnya. Entah kalau ia memohon atau meminta sesuatu dariku, aku tak pernah bisa menolaknya.








Hold Me TightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang