Hadiah Dari Pukulan Preman

220K 9.4K 293
                                    

Hari ini Sam tidak masuk sekolah, pukulan yang ia dapatkan semalam cukup membuat kepalanya pening. "Gila tu preman, berasa banget pukulannya."

"Sam, kamu yakin ga mau ke dokter? Tante khawatir deh." Tante Sindy memegang kening Sam yang mulai terasa panas. Badannya sudah tersungkur lemas di sofa.

"Gapapa kok tan, paling di bawa tidur juga sembuh." Sam menarik selimut yang tante Sindy bawakan. Tante Sindy khawatir, tetapi kemudian ia berdiri dan mulai menjauhi Sam.

"Tan..." Sam memanggil tante Sindy sebelum ia pergi mengantarkan Chris sekolah. "Makasih..."

Tante Sindy hanya tersenyum, dalam hatinya ia bahagia. Setelah sekian lama, baru kali ini Sam bersikap hangat padanya.

*Siang harinya*

"Tan, hari ini Sam aja ya yang jemput Chris." Sam menuju dapur, dirinya sudah berpakaian rapih sambil memainkan kunci motor di jari telunjuknya.

"Tapi kan kamu lagi sakit." Tante Sindy yang sedang memasak, segera membersihkan tangannya.

"Udah gapapa kok. Tante kan lagi sibuk, mumpung Sam di rumah." Sam meyakinkan tante Sindy.

***

"Kamu belum di jemput?" Haba berbicara pada seorang gadis kecil di sekolah dasar yang sering ia lewati. Akhir-akhir ini dirinya kerap mampir, menemani gadis kecil yang menunggu ibunya. Gadis itu hanya menggeleng sambil memandang Haba.

"Abang!!!" kemudian gadis kecil itu berteriak kearah laki-laki yang baru saja turun dari sepeda motornya. Haba yang sedari tadi memandang gadis itu,kini berganti arah. -Sam?- haba menebak-nebak. Gadis kecil itu adalah Chris, adik Sam.

"Kakak, kenalin ini abang aku. Abang Sam." Chris yang segera memeluk kedatangan Sam, langsung memperkenalkan keduanya. Haba membalasnya dengan senyuman.

"Oh jadi ini, kakak cantik yang sering nemenin kamu?" Sam terus memandang Haba. -Kebetulan atau mungkin jodoh?- Itu yang Sam pikirkan. Chris hanya mengangguk-agukan kepalanya dalam pelukan Sam.

"Bang, ke taman film yuk, kakak juga yuk. Mumpung ada abang Sam." Tiba-tiba Chris mengajak keduanya untuk pergi. Haba hanya memandang diam.

"Boleh." Tidak ada alasan Sam untuk menolak. Kini ketiganya berjalan bersamaan. Taman film memang tidak terlalu jauh dari sekolah Chris.

***

Sementara Chris bermain gelembung. Sam dan Haba duduk di rumput-rumput hijau. Sesekali keduanya saling memandang satu sama lain.

"Kamu gapapa?" Haba memulai perbincangan.

"Hari ini gua ga masuk sekolah. Pukulannya baru berasa." Sam balik memandang Haba.

"Maaf ya." Haba masih merasa bersalah atas kejadian semalam.

"Yang penting lu ga kenapa-napa."

"Chris, adik kamu?"

"Mamah gua meninggal waktu gua kelas 4 sd. Ga lama setelah itu, papah gua mutusin buat nikah sama tante Sindy, mamahnya Chris. Ga lama setelah itu juga, gua milih untuk tinggal di Amerika sama om gua. Gua mungkin benci sama mamahnya, tapi ga ada alesan buat gua benci sama Chris. Dia tetep adek gua, darah papah gua ngalir bareng Chris."

"Kenapa? Kenapa kamu nyeritain keluarga kamu ke aku?"

"Karna..." Sam kini memandang Haba. "Karna gua percaya sama lu." Ucapan Sam membuat pandangan Haba menunduk. Diam-diam ia memikirkan ucapan Sam.

"Kata papah gua, kalau ada seseorang yang cerita ke elu tanpa lu Tanya. Itu artinya lu special buat seseorang itu." Sam kini bergantian memandang Chris yang berlari kesana kemari sambil sesekali 5 jarinya bergoyang ke arah Sam. Ucapan Sam membuat Haba memandangnya sekilas. Rasanya baru sebentar ia bertemu dengan Sam. Tapi, sudah seperti dalam jangka waktu yang lama. Secara tidak langsung, Sam memberikan kepercayaannya pada Haba.

Sebening SyahadatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang