2 - Move On

32.4K 1.3K 10
                                    

"Lo di grebek lagi sama para iblis?"

Baru saja masuk kelas sudah disambut pertanyaan oleh Dewi,

"Lo pikir gue maling ayam?" sahutku sinis, Dewi hanya memasang cengiran andalannya.

"Heh Itik, bisa ngga jangan jadi portal di depan kelas?" Puput, salah satu dayangnya Mela menatapku dengan tatapan sombongnya.

Karena sedang tidak ingin ribut, aku memilih untuk menyingkir dari hadapannya. Kembali ia melangkah masuk dengan gayanya seperti bebek keberatan bokong, harus yah jalan sambil di goyang-goyang gitu bokongnya? Merasa seksi gitu? Eh kenapa aku jadi sewot gini yah.

"Udah biarin aja, duduk gih." Dewi mendahuluiku duduk di kursinya, akupun langsung menuju kursi kebesaranku yang terletak diujung kelas.

"Hai Itik, boleh pinjem catatan lo ngga?" Mela tiba-tiba sudah berdiri disamping mejaku, jujur ini pertama kalinya dia menghampiriku tanpa wajah sombongnya, walau ada sedikit sinis dimatanya.

Tanpa menjawab kubuka tas punggungku yang kutaruh di atas mejaku. Namun sekejap tas itu sudah pindah ke tangan Mela, aku berusaha merebut namun nihil, tanganku sudah ditahan oleh kedua dayang Mela yang entah sejak kapan sudah muncul.

"Nah kan bener ternyata!" pekik Mela tiba-tiba saat membuka sebuah buku yang tak asing bagiku.

DIARY! OH MY GOD! Sial, ternyata dia mengincar buku itu!

Aku merasakan perih di puncak kepalaku, rambutku ditarik dengan seenaknya oleh Mela, tiba-tiba senyumnya berubah menjadi senyuman ratu iblis, walau belum pernah lihat iblis senyum, tapi benar-benar mengerikan senyum Mela saat ini seolah ingin menelanku hidup-hidup.

"Lo ngaca ngga sih naksir sama Raka, HAH!" ucap Mela tepat didepan wajahku, nafas naganya menghembus ke indra penciumanku.

Aku hanya diam menatapnya datar, Dewi juga di tempatnya tidak berani menghampiriku untuk sekedar membelaku agar tidak habis ditangan Mela dan antek-anteknya.

"Apa perlu gue beliin kaca segede lapangan bola?!" Puput ikut berbicara disamping Mela sambil menahan pergelangan tangan kananku.

"Habisin aja Mel!" timpal Ira yang mencengkram pergelangan tangan kiriku.

Mela menampilkan senyuman iblisnya, aku hanya pasrah diposisiku, menyesal kenapa buku itu bisa terbawa di tasku, dan bagaimana mereka tahu soal buku itu?

"Gue tau gue harus apa girls," Mela menatapku tajam, memberikan kode kepada Puput dan Ira untuk menarikku berdiri dari bangkuku. Kepalaku terasa pusing saat Mela menarik kasar rambutku, kedua pergelangan tanganku juga perih.

Mela mendudukanku dengan paksa di lantai lalu mengotori rok dan bajuku dengan sepatunya, seperti tidak punya perasaan ia terus mencengkram rambutku, aku yakin sudah sangat berantakan saat ini.

"LO ITU CUMA ITIK BURUK RUPA NGGA USAH SOK JADI CINDERELLA DEH!" bentaknya tepat didepan wajahku, aku hanya meringis menahan sakit akibat perbuatannya.

"Ada apa nih?" suara yang tak asing bagiku menghentikan kelakuan Mela dan kedua anak buahnya, Raka muncul dari belakang Mela, sekejap raut wajah iblis Mela berubah menjadi malaikat saat berhadapan dengan Raka. Malaikat Iblis.

"Sayang liat deh," rajuknya dengan nada manja sambil menunjukan diaryku yang masih dipegangnya kepada Raka, keringat dingin langsung mengucur diseluruh tubuhku, hari ini hari terburuk dan tersial dalam hidupku.

"Apa nih?" Raka mengambil Diaryku yang ditunjukan Mela, raut wajahnya menjadi bingung, sedetik kemudian Raka menatapku dan diaryku bergantian lalu membuang diary itu ke lantai tepat disampingku.

"Lo ngga berkaca dulu sebelum nulis nama gue di buku harian lo?" kalimat pendek dari Raka langsung menusuk hatiku. Ia menatapku dengan tatapan jijik. Selama ini aku tidak masalah jika ada yang menghinaku, tapi hari ini ada rasa sakit yang tergores saat kalimat itu keluar dari mulut Raka, pangeran impianku. Sakit banget.

Air mataku lolos, namun segera ku hapus dengan kasar dan berusaha bangkit dari posisiku saat ini, Raka masih menatapku dengan tatapan jijiknya, tatapan yang lebih menyakitkan dari tatapan teman sekelas yang saat ini sedang melihatku sambil tertawa menghinaku. Hanya Dewi yang terlihat sedih melihat keadaanku yang benar-benar berantakan saat ini. Ngga pernah ku sangka Raka akan mengatakan kalimat itu.

"Maaf," ucapku lirih setengah berbisik, "gue khilaf." lanjutku asal lalu melewati Raka, Mela dan anak sekelas yang sudah bergerombol seperti sedang antri sembako.

Aku berlari menuju kamar mandi, tidak peduli bel masuk yang sudah berbunyi sejak beberapa detik lalu. Di kamar mandi aku masuk ke salah satu bilik, pecahlah tangisanku yang ku tahan sejak tadi, sakit sekali rasanya, pertahananku atas semua hinaan akhirnya sampai disini, karena Raka.

"Sam, are you okay?"

Tak ku hiraukan ketukan pintu Dewi, kepalaku pusing, dadaku sesak, serasa runtuh semuanya. Selama ini perasaan yang kupendam dibalas dengan kepedihan.

"Sam, gue tau lo sakit hati, gue antar pulang yah, ntar gue bilang ke guru kalau lo lagi kurang sehat." Dewi masih bersihkukuh memintaku keluar.

Perlahan aku membuka pintu, nampak Dewi sedang berdiri sambil memegang tas milikku dan miliknya. Aku mengangguk lemah, Dewi membantuku berjalan keluar kamar mandi dan pulang ke rumah dengan menggunakan Taxi.

"Udah dong Sam jangan nangis terus." bujuk Dewi, saat ini kami sudah dikamarku. Sesampainya di rumah aku langsung masuk ke kamar tanpa mengunci pintu dan sembunyi di dalam selimutku. Dewi mengusap pundakku dari luar selimut berusaha menenangkanku, tapi saat ini belum ada yang bisa membuat perasaanku lebih baik, ngga ada.

......

"Sayang makan yuk, nanti sakit," Bujuk kak Zio saat jam makan malam, aku belum mengganti baju seragamku dan masih bergelut dibalik selimut.

Aku rasakan pelukan diluar selimut, kak Zio memelukku, hangat, sangat hangat.

"Mau kakak kasih pelajaran cowo itu?" Kak Zio sudah tahu masalahku, Dewi yang menceritakan saat kak Zio baru pulang sekolah dan mampir ke kamarku.

Aku menggeleng lemah keluar dari selimut dan membalas pelukan kak Zio sangat erat. Tangisku kembali pecah dipelukan kak Zio. Malam ini Ayah dan Bunda belum pulang sehingga mereka tidak tahu keadaanku.

"Tuh kan jelek." sindir kak Zio sambil merapikan rambut dan mengusap pipiku yang pasti memang sangat berantakan. "Udah jangan tangisin lagi cowo ngga penting itu, justru sekarang harus balas dengan cara menjadi pribadi yang ngga pernah terpikirkan olehnya." lanjut kak Zio.

"Masa Sam harus jadi orang lain?" tanyaku setelah mengatur nafasku,

Kak Zio menggeleng pelan lalu tersenyum padaku, "menjadi yang lebih baik bukan berarti menjadi orang lain."

Ucapan kak Zio masih ku cerna, akhirnya aku mau menuruti permintaan kak Zio untuk makan malam, tentunya dengan disuapi oleh kakak tersayangku ini. Jarang-jarang bisa bermanjaan dengannya, walaupun biasanya aku selalu manja padanya.

......

"MELBOURNE!!"

Pekikan Dewi sukses membuat telingaku berdengung.

"Iya Wi, biasa aja kali teriaknya, bisa tuli parsial gue" rutukku sambil mengusap kedua telingaku.

"Yah masa digituin aja lo kabur sih"

Aku menggeleng cepat, "bukan kabur, tapi pergi sementara dan gue janji gue akan kembali dan buat mereka menyesal udah menghina gue terutama si Raka."

Dewi nampak berpikir sejenak lalu mengangguk paham, "kapan lo mau berangkat?"

"Besok."

****

Repost.

TBC

More Than CinderellaKde žijí příběhy. Začni objevovat