Bad Momen Ever

150 31 4
                                    

Hi, maaf telat update. Drama W pending sih -_- wkwk. Aku double update lagi kali ini. Semoga suka!

*

"Tanyakan pada hujan yang memenjarakan bulan, mengapa dan bagaimana sebuah temu menjadi rindu"

Lexa menoleh kesana kemari mencari sosok Nathan, meja yang tadi diduduki mereka sudah bersih, bahkan bekas makanan dan minuman mereka sudah dirapikan oleh waitressnya. Mungkin Nathan ke toilet, Nathan tidak mungkin meninggalkannya kan, tidak kan. Tapi sedetik kemudian kemungkinan itu pupus sudah, Everest Nathan yang semula terparkir indah, kini musnah tak berbekas diparkiran.

Seriously? Dia sudah menunggu selama berjam-jam untuk tidak pulang duluan, juga tidak menelpon supirnya untuk menjemput karena sepupu tercintanya 'Nathaniel Arvano Abiputra' mengajaknya pulang bersama. Lexa juga sudah merelakan cafenya menjadi panggung teater dadakan, dan berbaik hati tidak mengusir dua sejoli yang amat sangat mengganggu ketentraman umat, dan sekarang ini kenyataan pahit yang harus diterimanya.

Beberapa bulir bening mulai berjatuhan dari langit. Tebak apa kado tambahan untuk malam ini, hujan pemirsa-pemirsa. Lexa merutuki dirinya sendiri karena meninggalkan Silverina-panggilan Lexa untuk mobilnya- seorang diri basement apartemennya. Kualat kan, sekarang setidaknya dia harus menghabiskan waktu lebih lama terperangkap disini, menunggu jemputannya datang, bersama pengunjung yang satu persatu mulai meninggalkan cafenya. Lexa memang memberlakukan jam malam dicafenya, pukul 22.00. Alasannya lagi-lagi simple, waitress dan karyawan kan juga manusia, punya rasa punya hati. Kasihan kan kalau dipaksa kerja lembur. Dia memang owner yang baik hati.

"Mbak, nggak pulang? Mau saya temani?" salah satu karyawati tokonya menawarkan diri. Sudah waktunya jam tutup cafe. Karyawannya juga sudah bersiap untuk pulang. Dan diluar sana hujan tidak mereda. Mungkin jalanan banjir atau parahnya, macet. Dia tidak mungkin berdiam diri disini dan menahan karyawannya untuk pulang, atau tinggal seorang diri sementara karyawannya pulang. Second option sedikit horror.

"Nggak usah deh, gue pulang naik taxi aja. Mungkin jalanan macet, makanya jemputan telat datang" tolak Lexa secara halus, dia tidak suka merepotkan. Bahkan dia tidak menghubungi Nathan lagi, dia memang kesal dengan Nathan, tapi sudahlah. Itu bisa dibicarakan besok, Nathan setidaknya harus rugi besar karena kepikunannya ini.

"Makasih semuanya untuk hari ini, selamat beristirahat. Hati-hati dijalan ya" Kata Lexa sebelum melangkah keluar dari cafenya. "Huh.. awas lo Nathan" geram Lexa sambil berlari kecil dan langsung menyetop sebuah taksi yang kebetulan lewat. Lexa menyilangkan lengannya, mencoba menutupi sebagian tubuhnya yang sudah menerawang dibawah bajunya, terang saja dia hanya memakai kemeja sifon putih tanpa lengan dan rok selutut.

Lexa mulai risih dengan kelakuan sopir taksi yang menurutnya tidak sopan, sudah beberapa kali dia menangkap basah si sopir yang diam-diam meliriknya. Ini mulai tidak benar, ditambah lagi jalanan yang cukup ramai malam ini, sampai akhirnya taksi tersebut bergabung dalam kemacetan.

"Wah mbak, kedinginan ya. Mau minjem jaket saya nggak?" Si supir aneh mulai membuka percakapan. Tatapannya mulai intens, membuat Lexa makin tidak nyaman.

"Nggak usah pak, makasih. Tempat yang mau saya datengin udah deket kok" Lexa berusaha mengacuhkan tatapan si sopir yang makin aneh saja, bahkan kini si sopir sudah berani menggerling nakal padanya. What? Lexa bergidik ngeri dibuatnya, bulu kuduknya meremang. Beberapa menit berlalu, Lexa akhirnya jengah juga ditatap seperti itu.

"Pak stop disebelah sana ya, ya didepan mall yang itu" seru Lexa ketika memasuki kawasan pusat perbelanjaan. Dia bergegas turun dari sana setelah membayar tarif taksi, dan kembali berlari-lari kecil karena hujan belum juga reda malahan semakin lebat. Ya setidaknya kehujanan lebih baik daripada terjebak dengan sopir taksi yang aneh itu, begitulah pemikiran Lexa awalnya.

The SeasonWhere stories live. Discover now